Harga Pertamax &
Urgensi Naiknya Harga BBM dan LPG Nonsubsidi Dwi Aditya Putra : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 13 Juli 2022
“Pada saat
harga minyak dunia turun, maka harga BBM non-subsidi juga harus diturunkan!”
demikian pernyataan dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah
Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi ketika merespons kenaikan harga BBM
non-subsidi. Sementara BBM jenis Pertamax (RON 92) dan elpiji melon atau LPG
3 Kg harganya tetap atau tidak naik. Terhitung
sejak Senin, 11 Juli 2022, harga Pertamax Turbo (RON 98), Pertamina Dex (CN
53), dan Dexlite (CN 51), serta LPG seperti Bright Gas serempak naik.
Rata-rata penyesuaian pada bahan bakar tersebut mencapai Rp2.000. Pertamax Turbo
dari Rp14.500 naik menjadi Rp16.200. Pertamina Dex dari Rp13.700 menjadi
Rp16.500. Sementara Dexlite (CN 51) dari Rp12.950 menjadi Rp15.000. Harga
tersebut ditetapkan untuk wilayah Jakarta atau daerah dengan besaran pajak
bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen. Pertamina
beralasan penyesuaian harga dilakukan mengikuti tren harga industri minyak
dan gas dunia. Saat ini harga minyak ICP per Juni menyentuh angka 117,62
dolar AS per barel. Ini lebih tinggi sekitar 37 persen dari harga ICP pada
Januari 2022. Sedangkan
untuk LPG, tren harga (CPA) masih di tinggi pada Juli ini yakni mencapai 725
dolar AS per Metrik Ton (MT). Jumlah itu lebih tinggi 13 persen dari
rata-rata CPA sepanjang 2021. “Penyesuaian
harga ini dilakukan mengikuti tren harga pada industri minyak dan gas
dunia," kata Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting
ketika mengumumkan kenaikan pada Minggu (10/7/2022). Irto mengklaim
penyesuaian diberlakukan secara berkala sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM
62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU). Saat ini,
penyesuaian dilakukan untuk tiga produk BBM, porsinya hanya sekitar 5 persen
dari total konsumsi BBM nasional. Sedangkan produk LPG non-subsidi porsinya
sekitar 6 persen dari total konsumsi LPG nasional. Fahmy Radhi
menilai, jika kenaikan harga BBM dan LPG non-subsidi tujuannya dilakukan
untuk menyesuaikan harga keekonomian, maka sangat wajar. Terlebih ketiga
produk BBM tersebut harga keekonomiannya masih jauh dari harga yang
ditetapkan saat ini. Namun, Fahmy
mengingatkan Pertamina pada saat harga minyak dunia turun, maka harga BBM dan
LPG non-subsidi harus disesuaikan kembali. Sebab, dasar Pertamina menaikkan
nilai jual BBM tersebut adalah merespons penyesuaian harga minyak mentah
dunia. Meski begitu,
dia memahami penyesuaian harga ke atas dapat menguntungkan Pertamina dan
pemerintah. Bagi perusahaan pelat merah kenaikan harga BBM dan LPG
non-subsidi bisa memperbaiki cash inflow. Sedangkan bagi pemerintah bisa
menurunkan kompensasi. Merujuk hasil
audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) biaya kompensasi
Pertamina melonjak pada 2021 mencapai Rp68,5 triliun. Sementara masih
terdapat pula Rp15,9 triliun kewajiban kompensasi pada 2020 belum dibayarkan
pemerintah. “Bagi
pemerintah [kenaikan ini] bisa menurun dana kompensasi," kata Fahmi. Penyesuaian Harga Sudah Tepat? Direktur
Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, kenaikan harga BBB
non-subsidi merupakan aksi korporasi Pertamina. Kenaikan mengacu kepada
peraturan pemerintah terkait formula harga BBM umum dalam Keputusan Menteri
ESDM 62/2020. Di samping juga formula harga LPG sesuai dengan kenaikan CP
Aramco. Selain itu,
jika mengacu kepada Perpres 69/2021 Pasal 14A ayat 1, maka kenaikan ini
dinilai tidak salah. Sebab dalam pasal tersebut berbunyi: Harga jual eceran
jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan
oleh Badan Usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga
dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor. “Penyesuaian
ini dipastikan sudah tepat karena ICP kita di Juni mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Begitu juga dengan kenaikan CP Aramco," ujarnya saat
dihubungi reporter Tirto. Meski
demikian, berdasarkan perhitungannya kenaikan harga produk Pertamina ini
masih di bawah keekonomiannya. Sehingga masih ada selisih yang harus
ditanggung oleh Pertamina. Selain itu,
Mamit meyakini penyesuaian ini tidak akan membuat masyarakat bermigrasi dari
pengguna BBM dan LPG non-subsidi ke subsidi. Karena berdasarkan catatan dia,
saat ini pengguna Pertamax Turbo hanya 0,5 persen, Dexlite dan Pertamina Dex
5 persen dari total konsumsi BBM secara nasional. Untuk LPG Non-PSO sendiri
konsumsi hanya 6 persen saja, sedangkan 94 persen masih menggunakan LPG 3 kg
subsidi. “Untuk migrasi
saya kira sangat kecil ya," imbuhnya. Meski
berpotensi kecil, Mamit tetap mendorong pemerintah dan Pertamina untuk terus
melakukan sosialisasi mengenai subsidi tepat sasaran. Setidaknya memberikan
penjelasan bahwa penerima subsidi hanya untuk masyarakat tidak mampu. Kedua, dia
juga mendorong agar program pembatasan BBM subsidi seperti saat ini harus
diteruskan dan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga tidak kalah
adalah perlunya reformasi subsidi dari berbasis barang ke berbasis orang
harus disegerakan. Bakal Timbulkan Inflasi dan Gejolak di Masyarakat? Fahmy Radhi
benarani menjamin kenaikan harga Pertamax Turbo Cs dan LPG non-subsidi tidak
akan memicu terjadinya inflasi dan menimbulkan gejolak di masyarakat. Sebab,
jumlah konsumen Pertamax nonsubsidi ke atas proporsinya kecil dan kebanyakan
golongan menengah ke atas. “Biasanya
orang kaya tidak suka gejolak," kata Fahmy. Sementara,
Mamit Setiawan menilai kenaikan harga BBM dan LPG non-subsidi juga tidak akan
berdampak signifikan terhadap kenaikan inflasi. Adapun inflasi pada Juni 2022
tercatat tembus mencapai 4,35 persen secara year on year (yoy). Berdasarkan
kelompoknya, inflasi Juni disebabkan oleh makanan minuman dan tembakau. Sektor
itu menjadi memberikan sumbangsih terbesar yakni 8,26 persen terhadap inflasi
Juni secara yoy. Kemudian terbesar kedua diikuti sektor transportasi yang
berikan andil 5,45 persen. Lalu sektor peralatan pribadi dan jasa lainnya
berikan sumbangsih 4,43 persen. “Karenanya
kenaikan ini tidak ada berdampak signifikan terhadap inflasi," pungkas
dia. ● |
Sumber
: https://tirto.id/harga-pertamax-urgensi-naiknya-harga-bbm-dan-lpg-nonsubsidi-gt1t
Tidak ada komentar:
Posting Komentar