Mengembalikan
Semangat Gotong Royong Boy Angga ; Ketua Komunitas Penerima Beasiswa Bank
Indonesia; Komisariat Universitas Nusa Cendana |
KOMPAS, 2 Agustus 2021
Pemerintah
kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial melalui skema Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini digulirkan sejak awal
Juli 2021. Sebagaimana kebijakan sebelumnya, kebijakan ini juga ditempuh
sebagai respons terhadap melonjaknya kasus positif di Indonesia. Harapan
besar dibalik kebijakan PPKM ini adalah melandainya kurva kasus positif di
Indonesia. Kebijakan
pembatasan sosial ini selalu menciptakan gelombang persoalan. Salah satunya
adalah ikut terseretnya kemampuan ekonomi masyarakat menengah ke bawah.
Persoalan ini menjadi tidak terbendung lantaran kemampuan ekonomi masyarakat
kecil bergantung pada pendapatan harian. Sebut saja pedagang asongan, buruh
bangunan, pemilik warung-warung kecil dan sebagainya. Kelompok masyarakat ini
tentu sangat merasakan dampak pembatasan sosial ini. Di
level pelaku usaha, sejatinya masih terdapat kesempatan untuk bertahan
melalui pemanfaatan platform perdagangan online (daring). Namun, minimnya
kemampuan mengakses platform penjualan daring kemudian mengerek pendapatan
mereka. Kondisi bertambah runyam ketika program perlindungan sosial
pemerintah mengalami keterlambatan. Seturut
konstitusi, pemerintah menjadi aktor penting dalam menjamin kehidupan
masyarakat dalam berbagai situasi termasuk menghadapi pagebluk pandemi saat
ini. Namun demikian, menghadapi pandemi Covid-19 yang terus bersiklus ini
menuntut kerja bersama, termasuk pula dalam menjamin asa bagi masyarakat
ekonomi lemah. Utamanya adalah menyoal pemenuhan kebutuhan dasar. Pemenuhan
kebutuhan dasar menjadi sangat urgen terutama untuk meredam berbagai gejolak
sosial yang berpotensi menambah persoalan. Situasi kontras Terdapat
situasi kontras di tengah memburuknya kinerja dan kemampuan ekonomi
masyarakat Indonesia secara umum. Berdasarkan laporan Credit Suisse, jumlah
orang dengan kekayaan di atas 41 juta dollar AS atau setara Rp 14,49 miliar
di Indonesia meningkat 62,3 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah orang Indonesia dengan kekayaan sebesar
ini mencapai 172.000 orang (Media Indonesia, 17/07/2021). Artinya
pandemi ini tidak hanya melulu soal penderitaan, tetapi juga keniscayaan
melalui kemunculan para konglomerat baru di Indonesia. Pada waktu mendatang,
para konglomerat ini berpotensi menjadi bagian penting dari proses pemulihan
ekonomi Indonesia. Namun tak dipungkiri pula potensi melebarnya ketimpangan
di waktu mendatang. Ada
harapan yang terlintas di balik meningkatnya jumlah konglomerat di Indonesia
terutama menyoal kontribusi. Meningkatnya jumlah konglomerat di Indonesia diharapkan
dapat berdampak linier terhadap tingkat kontribusi mereka terutama dalam aksi
karitatif. Kontribusi para konglomerat ini terutama diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat di wilayah PPKM. Fleksibilitas
sektor swasta dan perorangan dalam memberikan bantuan dapat menalangi
keterlambatan bantuan pemerintah. Saat ini, masih banyak wilayah yang belum
ketibaan bantuan sosial pemerintah. Persoalan administrasi menjadi salah satu
faktor penyebab terlambatnya bantuan pemerintah ini. Apabila sektor swasta
dan perorangan bergerak dalam waktu keterlambatan pemerintah, maka hal ini
menjadi keniscayaan besar bagi masyarakat kecil. Namun
demikian, sejauh ini masih sedikit dari para konglomerat yang terjun dalam
berbagai aksi karitatif. Padahal mereka adalah orang-orang potensial yang
dapat meringankan beban masyarakat kecil selama pandemi ini. Menyoal orang
kaya, Todaro dan Smith (2002) berargumen bahwa untuk mengurangi jumlah
penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,25 dollar AS per hari hanya membutuhkan
kurang dari 2 persen pendapatan 10 persen orang-orang terkaya dunia. Pendapat
ini menunjukkan besarnya kemampuan orang kaya dalam menguraikan permasalah
sosial ekonomi masyarakat. Menghadapi pandemi ini, para konglomerat
diharapkan dapat menjadi mitra kerja pemerintah. Dengan demikian maka jumlah
masyarakat yang terbantu serta jenis dan jumlah bantuan akan semakin banyak. Semangat rotong royong Salah
satu identitas yang melekat kuat dalam tubuh bangsa Indonesia adalah semangat
gotong royong. Semangat gotong-royong telah menjiwai perjalanan bangsa
Indonesia sejak dahulu kala. Namun, seiring perkembangan zaman nilai gotong
royong mulai luntur. Praktik gotong royong telah ditinggalkan dan diganti
oleh sistem perupahan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat kota,
namun juga mulai menyasar masyarakat pedesaan. Adalah
sebuah keniscayaan besar apabila semangat gotong royong ini kembali
dihidupkan di tengah pagebluk pandemi Covid-19. Semangat gotong royong ini
terutama diarahkan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Hal
ini sangat penting untuk meredam berbagai gejolak sosial di masyarakat. Dapat
disaksikan riak-riak kecil aksi protes masyarakat menolak PPKM. Inilah yang
perlu diantisipasi sehingga tidak membesar. Pada
tataran ini, diperlukan tindakan kolektif. Kita perlu mengapresiasi
Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang mewajibkan semua aparatur sipil
negaranya (ASN) menyisihkan 2,5 persen gaji untuk membantu masyarakat kecil
yang terdampak pandemi. Hal ini dapat dicontoh oleh daerah lain. Aksi-aksi
lain seperti dapur umum, pembagian paket sembako, dan uang tunai oleh
organisasi dan komunitas tertentu adalah sebuah anugerah besar bagi
masyarakat kecil. Saat
ini kita juga menantikan semangat gotong royong para konglomerat baru
Indonesia yang mengalami peningkatan jumlah. Para konglomerat ini diharapkan
menjadi bagian dari upaya menjamin keberlangsungan hidup masyarakat kecil.
Semakin banyak sumber bantuan maka semakin luas juga cakupan masyarakat yang
terbantu. Kepedulian ini merupakan bagian dari praksis semangat gotong
royong. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar