Selasa, 03 Agustus 2021

 

Mengembalikan Semangat Gotong Royong

Boy Angga ;  Ketua Komunitas Penerima Beasiswa Bank Indonesia; Komisariat Universitas Nusa Cendana

KOMPAS, 2 Agustus 2021

 

 

                                                           

Pemerintah kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial melalui skema Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini digulirkan sejak awal Juli 2021. Sebagaimana kebijakan sebelumnya, kebijakan ini juga ditempuh sebagai respons terhadap melonjaknya kasus positif di Indonesia. Harapan besar dibalik kebijakan PPKM ini adalah melandainya kurva kasus positif di Indonesia.

 

Kebijakan pembatasan sosial ini selalu menciptakan gelombang persoalan. Salah satunya adalah ikut terseretnya kemampuan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Persoalan ini menjadi tidak terbendung lantaran kemampuan ekonomi masyarakat kecil bergantung pada pendapatan harian. Sebut saja pedagang asongan, buruh bangunan, pemilik warung-warung kecil dan sebagainya. Kelompok masyarakat ini tentu sangat merasakan dampak pembatasan sosial ini.

 

Di level pelaku usaha, sejatinya masih terdapat kesempatan untuk bertahan melalui pemanfaatan platform perdagangan online (daring). Namun, minimnya kemampuan mengakses platform penjualan daring kemudian mengerek pendapatan mereka. Kondisi bertambah runyam ketika program perlindungan sosial pemerintah mengalami keterlambatan.

 

Seturut konstitusi, pemerintah menjadi aktor penting dalam menjamin kehidupan masyarakat dalam berbagai situasi termasuk menghadapi pagebluk pandemi saat ini. Namun demikian, menghadapi pandemi Covid-19 yang terus bersiklus ini menuntut kerja bersama, termasuk pula dalam menjamin asa bagi masyarakat ekonomi lemah. Utamanya adalah menyoal pemenuhan kebutuhan dasar. Pemenuhan kebutuhan dasar menjadi sangat urgen terutama untuk meredam berbagai gejolak sosial yang berpotensi menambah persoalan.

 

Situasi kontras

 

Terdapat situasi kontras di tengah memburuknya kinerja dan kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia secara umum. Berdasarkan laporan Credit Suisse, jumlah orang dengan kekayaan di atas 41 juta dollar AS atau setara Rp 14,49 miliar di Indonesia meningkat  62,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah orang Indonesia dengan kekayaan sebesar ini mencapai 172.000 orang (Media Indonesia, 17/07/2021).

 

Artinya pandemi ini tidak hanya melulu soal penderitaan, tetapi juga keniscayaan melalui kemunculan para konglomerat baru di Indonesia. Pada waktu mendatang, para konglomerat ini berpotensi menjadi bagian penting dari proses pemulihan ekonomi Indonesia. Namun tak dipungkiri pula potensi melebarnya ketimpangan di waktu mendatang.

 

Ada harapan yang terlintas di balik meningkatnya jumlah konglomerat di Indonesia terutama menyoal kontribusi. Meningkatnya jumlah konglomerat di Indonesia diharapkan dapat berdampak linier terhadap tingkat kontribusi mereka terutama dalam aksi karitatif. Kontribusi para konglomerat ini terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di wilayah PPKM.

 

Fleksibilitas sektor swasta dan perorangan dalam memberikan bantuan dapat menalangi keterlambatan bantuan pemerintah. Saat ini, masih banyak wilayah yang belum ketibaan bantuan sosial pemerintah. Persoalan administrasi menjadi salah satu faktor penyebab terlambatnya bantuan pemerintah ini. Apabila sektor swasta dan perorangan bergerak dalam waktu keterlambatan pemerintah, maka hal ini menjadi keniscayaan besar bagi masyarakat kecil.

 

Namun demikian, sejauh ini masih sedikit dari para konglomerat yang terjun dalam berbagai aksi karitatif. Padahal mereka adalah orang-orang potensial yang dapat meringankan beban masyarakat kecil selama pandemi ini. Menyoal orang kaya, Todaro dan Smith (2002) berargumen bahwa untuk mengurangi jumlah penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,25 dollar AS per hari hanya membutuhkan kurang dari 2 persen pendapatan 10 persen orang-orang terkaya dunia.

 

Pendapat ini menunjukkan besarnya kemampuan orang kaya dalam menguraikan permasalah sosial ekonomi masyarakat. Menghadapi pandemi ini, para konglomerat diharapkan dapat menjadi mitra kerja pemerintah. Dengan demikian maka jumlah masyarakat yang terbantu serta jenis dan jumlah bantuan akan semakin banyak.

 

Semangat rotong royong

 

Salah satu identitas yang melekat kuat dalam tubuh bangsa Indonesia adalah semangat gotong royong. Semangat gotong-royong telah menjiwai perjalanan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Namun, seiring perkembangan zaman nilai gotong royong mulai luntur. Praktik gotong royong telah ditinggalkan dan diganti oleh sistem perupahan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat kota, namun juga mulai menyasar masyarakat pedesaan.

 

Adalah sebuah keniscayaan besar apabila semangat gotong royong ini kembali dihidupkan di tengah pagebluk pandemi Covid-19. Semangat gotong royong ini terutama diarahkan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meredam berbagai gejolak sosial di masyarakat. Dapat disaksikan riak-riak kecil aksi protes masyarakat menolak PPKM. Inilah yang perlu diantisipasi sehingga tidak membesar.

 

Pada tataran ini, diperlukan tindakan kolektif. Kita perlu mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang mewajibkan semua aparatur sipil negaranya (ASN) menyisihkan 2,5 persen gaji untuk membantu masyarakat kecil yang terdampak pandemi. Hal ini dapat dicontoh oleh daerah lain. Aksi-aksi lain seperti dapur umum, pembagian paket sembako, dan uang tunai oleh organisasi dan komunitas tertentu adalah sebuah anugerah besar bagi masyarakat kecil.

 

Saat ini kita juga menantikan semangat gotong royong para konglomerat baru Indonesia yang mengalami peningkatan jumlah. Para konglomerat ini diharapkan menjadi bagian dari upaya menjamin keberlangsungan hidup masyarakat kecil. Semakin banyak sumber bantuan maka semakin luas juga cakupan masyarakat yang terbantu. Kepedulian ini merupakan bagian dari praksis semangat gotong royong. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar