Jumat, 06 Agustus 2021

 

Asia Tenggara, Medan Tempur Diplomasi Vaksin China-AS

Laraswati Ariadne Anwar ;  Wartawan Kompas

KOMPAS, 6 Agustus 2021

 

 

                                                           

Menjelang pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, dengan para menteri luar negeri Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN, diplomasi vaksin menjadi topik pembicaraan nomor satu. Amerika Serikat dan China sama-sama berusaha menempatkan diri sebagai penolong ASEAN dalam mengatasi pandemi Covid-19.

 

Rapat antara Blinken dan menteri-menteri luar negeri ASEAN direncanakan digelar Rabu pekan depan. Dilansir dari harian Nikkei, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengirimkan pernyataan tertulis mereka mengenai diplomasi vaksin, Kamis (5/8/2021).

“AS adalah mitra terpercaya dalam penanganan pandemi Covid-19. Kami telah mengirim 23.797.000 dosis vaksin Covid-19 ke ASEAN, ditambah dengan bantuan kemanusiaan senilai 158 juta dollar AS. Kami juga akan mendanai pembentukan Dana Penanganan Covid-19 ASEAN,” demikian kutipan pernyataan tersebut.

 

Dari jumlah  itu, AS mendistribusikan 8 juta dosis ke Indonesia dan 5 juta dosis ke Vietnam. Indonesia memperoleh vaksin merek Moderna. Pernyataan tertulis itu kemudian mengutarakan bahwa semua dosis itu diberikan secara cuma-cuma oleh AS dan tanpa agenda politik serta ekonomi tertentu ataupun permintaan imbal balik di kemudian hari.

 

Sebelum Blinken mengadakan rapat virtual dengan ASEAN pada 14 Juli, Koordinator Gedung Putih untuk Wilayah Indo Pasifik, Kurt Campbell, mengutarakan penting bagi AS membangun diplomasi dengan ASEAN yang telah mati suri di era kepresidenan Donald Trump (2017-2021). Menurut dia, vaksin Covid-19 adalah wahana diplomasi yang pas.

 

Sementara itu, melalui media CGTN, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, mengajukan keberatan terhadap pernyataan AS. Beijing menganggap Washington hendak mengambil hati ASEAN sekaligus mendiskreditkan bantuan kemanusiaan China dalam penanganan Covid-19. “China sudah memberi 190 juta dosis vaksin Covid-19 kepada ASEAN,” tuturnya.

 

Per 23 Juli, ASEAN telah memastikan akan menerima 273 juta dosis vaksin dari China atau setara dengan 30 persen dari pemesanan total. Vaksin itu telah dipesan sejak pertengahan 2020 dan di luar skema imunisasi Covid-19 global, Covax yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut perhitungan terakhir Our World in Data, vaksinasi Covid-19 di enam dari 10 negara anggota ASEAN belum mencapai 10 persen dari total penduduk.

 

Tidak hanya Asia Tenggara yang menjadi "medan tempur" diplomasi vaksin. Rusia kini memulai diplomasi mereka ke negara-negara Amerika Latin melalui pengiriman vaksin Covid-19 merek Sputnik V. Chile menjadi negara pertama di benua tersebut yang memproduksi sendiri Sputnik V atas izin Rusia. China juga telah mendistribusikan vaksin Covid-19 di Benua Afrika.  Di benua itu, baru 4,7 persen dari total penduduk di 54 negara yang telah divaksinasi.

 

Salah satu senjata AS dalam diplomasi vaksin Covid-19 adalah mendiskreditkan vaksin buatan China yang memakai metode virus yang telah dimatikan. Teknologi ini tidak secanggih vaksin Covid-19 buatan Barat yang memakai teknologi mRNA.

 

Sejumlah media Barat menggunakan Indonesia sebagai contoh rendahnya kualitas vaksin produksi China. Indonesia dinarasikan sebagai negara yang menggunakan vaksin buatan China tetapi jumlah kasus Covid-19 terus bertambah.

 

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ary Fachrial Syam yang sejak awal mengikuti proses pengadaan vaksin, menjelaskan, bukan soal merek ataupun teknologi vaksin Covid-19 yang paling penting. “Semua jenis vaksin Covid-19 adalah vaksin baru yang belum mencapai titik ideal karena dikembangkan hanya dalam beberapa bulan. Makanya WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) hanya memberi izin penggunaan darurat untuk semua vaksin Covid-19 dengan syarat efikasi di atas 50 persen,” katanya.

 

Faktor terpenting, Ary melanjutkan, adalah hasil uji klinis di negara tempat vaksin akan disuntikkan. Di Indonesia, sejak pertengahan 2020, hanya China yang bersedia bekerja sama dengan perusahaan farmasi lokal, yakni Biopharma untuk mengembangkan vaksin Covid-19 sesuai kebutuhan Indonesia, termasuk uji klinis di Tanah Air.

 

“Perlu diketahui bahwa genetika dan lingkungan sangat berpengaruh dalam pembuatan vaksin karena belum tentu vaksin yang cocok di DNA orang Barat cocok dengan orang Indonesia, demikian pula sebaliknya,” ujarnya.

 

Uji klinis berarti melihat variabel genetika masyarakat Indonesia, iklim, sebaran geografis, lingkungan tempat tinggal, dan kemampuan penyimpanan serta distribusi tanpa merusak vaksin. Vaksin berbasis mRNA misalnya, harus disimpan pada suhu minus 80 derajat Celsius yang mayoritas tidak bisa dilakukan di fasilitas kesehatan dalam negeri. Adapun vaksin berbasis virus inaktif lebih mudah penyimpanan dan distribusinya.

 

“Apabila mencari vaksin  yang ideal untuk kita, harapan ada di Vaksin Merah Putih karena dikembangkan berbasis kondisi nyata perkembangan galur Covid-19 di Indonesia,” kata Ary. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar