ANALISIS POLITIK
Nostalgia Rumah Bahagia
Oleh : YUDI LATIF
KOMPAS, 26 Desember 2019
Setiap Natal tiba, tahun baru menjemput, ada kerinduan
pulang ke “rumah” (home). Itu bukan kecengengan sentimental, tetapi panggilan
eksistensial. Makhluk hidup memang mengidap sejenis penyakit yang tak bisa
disembuhkan kecuali bisa kembali ke “rumah” asal atau menemukan rumah baru,
tempat harapan masa depan bisa menetas dan berkembang. Itulah nostalgia (dari
kata Yunani nostos=rindu rumah dan algos=sakit), yang berarti homesickness.
Demikianlah, Natal dan tahun baru ialah ritus peralihan
sebagai bantalan kelahiran kembali dengan menarik manusia ke “titik
keberangkatan dan kepulangan”, tempat memulihkan keriangan, cinta-kasih,
semangat berbagi dan persatuan keluarga. Kebahagiaan hidup bersama dimulai
dengan menyalakan cahaya cinta. Memulihkan cahaya cinta memancarkan keindahan
dalam diri. Jika ada keindahan dalam diri, ada harmoni dalam rumah. Jika ada
harmoni dalam rumah, ada ketertiban di kehidupan bangsa. Jika ada ketertiban
dalam bangsa, ada kedamaian di dunia.
Sebaik-baik rumah, seperti diingatkan ayat dalam Bible,
ialah rumah yang dibangun dengan kebijaksanaan, ditegakkan dengan pengertian,
yang setiap kamarnya diisi pengetahuan dengan kekayaan keriangan dan kemuliaan.
Rumah kebajikan Samaritan yang pintunya senantiasa terbuka penuh cinta untuk
yang lain. Sebaik-baik Natal adalah Natal yang semangatnya diperlebar. Natal
tidak menjadi Natal tanpa hadiah. Dan, tiada hadiah lebih berharga daripada
cinta. Ia adalah obat bagi yang sakit, lilin bagi kegelapan, semen bagi
retakan, dan asa bagi kebuntuan.
Saat langit mendung dikepung awan curiga, tenunan sosial
robek dicincang belati kebencian, kesenjangan meluas dipacu keserakahan,
semangat kelahiran dan kehangatan Natal seyogianya tak sekadar ritual musiman
bagi sesama penganut, melainkan merembesi setiap relung ruang dan waktu. Setiap
hari adalah natal, setiap ruang adalah rumah kasih.
Seperti kata Konfusius, keutuhan keluarga menjadi fondasi
keutuhan bangsa. Mimpi kita bernegara adalah membangun rumah kebahagiaan bagi
semua kalangan. Kebahagiaan bersama itu bisa terengkuh manakala kita bersambung
rasa, berbagi rezeki. Bukan seberapa banyak diberikan, tetapi seberapa kasih
mendenyuti pemberian. Persatuan dan keadilan kita kembangkan didasari keyakinan
akan sifat “kehanifan” (kecenderungan pada kebaikan), spiritualitas, humanitas,
nasionalitas, sovereignitas, dan sosialitas. Alhasil, usaha menguatkan rumah keluarga
harus simultan dengan usaha menguatkan “rumah kebangsaan” (rumah Pancasila).
Demi menguatkan “rumah kebangsaan”, kita harus keluar
dari politik ketakutan menuju politik harapan. Untuk itu, suatu bangsa harus
keluar dari tahap anarki, feodalisme, dan apatisme menuju penciptaan pemimpin
publik dan warga negara yang sadar. Cinta yang tulus tak akan goyah hanya
karena ekspresi kebencian yang lain. Lagi pula, lawan sebenarnya dari cinta
bukanlah benci, tetapi masa bodoh. Membenci bisa merupakan efek dari mencintai.
Namun, masa bodoh pertanda tak peduli dan tak menghargai karena ketiadaan
cinta.
Maka hidupilah cinta dengan tak bermasa bodoh terhadap
keberlangsungan bangsa. Bung Hatta mengingatkan, “Teluk yang molek dan telaga
yang permai, gunung yang tinggi dan lurah yang dalam, rimba belantara dan hutan
yang gelap, ataupun pulau yang sunyi serta padang yang lengang, semua itu
bagian dari Tanah Air yang sama kita cintai. Semuanya itu tidak boleh asing
bagi kita. Dan kita bersedia menempuhnya satu per satu, di mana perlu.”
Dalam memenuhi panggilan Ibu Pertiwi itu para pembesar
memikul tanggung jawab lebih besar (noblesse oblige). Dalam kaitan ini,
Sjafruddin Prawiranegara mengingatkan, “Apabila para pemimpin rakyat pada suatu
saat tidak sanggup lagi bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyatnya,
apabila kedudukan atau kursi sudah menjadi tujuan dan bukan lagi menjadi alat,
maka yang akan mengancam negara kita ialah bahwa demokrasi akan tenggelam dalam
koalisi dan kemudian koalisi akan dimakan oleh anarki, dan anarki akan diatasi
oleh golongan-golongan yang bersenjata itu.”
Cinta memperoleh pemenuhannya bukan pada apa yang bisa ia
dapat, melainkan pada apa yang bisa ia berikan. Mencintai sesuatu berarti
menginginkannya hidup. ”Apa yang kuharap dari anakku, sudahkah kuberikan
teladan baginya. Apa yang kuharap dari rakyatku, sudahkah kupenuhi harapan
mereka,” ujar Lao Tzu.
Ujian cinta dibuktikan dengan pengorbanan, seperti Yesus
yang siap mengorbankan dirinya demi keselamatan warga bumi. Setiap Natal tiba,
saatnya mengisi kembali baterai cinta dengan menghidupkan jiwa pengorbanan,
demi kebaikan-kebahagiaan keluarga dan negeri tercinta. “Cintailah satu sama
lain,” ujar Yesus dalam Perjanjian Baru (John 13: 34).
Nabi Muhammad menggemakan anjuran ini dengan bersabda,
“Engkau akan melihat orang beriman dalam perangai belas kasih, saling mencintai
serta berbagi kebaikan satu sama lain.”
Yudi
Latif, Direktur Sekolah Pancasila
Semisal Anda membutuhkan jasa pembuatan website murah bisa menghubungi kami www.diadigitalagency.com atau klik di samping -> jasa pembuatan website murah di Jogja
BalasHapusYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Masa depan karir Romelu Lukaku Baca disini!!!
BalasHapusIzin promo ya Admin^^
BalasHapusBosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
- Telkomsel
- XL axiata
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.CC ....:)