ANALISIS EKONOMI
Bersih-bersih BUMN
Oleh : ENNY SRI HARTATI
KOMPAS, 17 Desember 2019
Langkah
Menteri BUMN membereskan persoalan di tubuh BUMN sebaiknya berdasarkan cetak
biru. Upaya bersih-bersih yang dilakukan demi mewujudkan tata kelola ini akan
menumbuhkan kepercayaan publik.
Artinya,
tolok ukur kinerja BUMN tidak boleh hanya berdasarkan keuntungan finansial.
Namun, sebagai entitas bisnis, tetap harus mempunyai kontribusi mendorong
perekonomian. Kendati tidak mencetak laba besar, jika mampu menghasilkan energi
yang efisien, maka menjadi daya tarik investasi. Investasi yang banyak masuk
dan berdaya saing akan memiliki dampak berganda yang lebih luas terhadap
perekonomian, baik secara langsung terhadap penerimaan negara dalam bentuk
pajak maupun dalam menciptakan nilai tambah dan penciptaan lapangan kerja.
Demikian
juga BUMN yang bertanggung jawab memberi pelayanan umum akan berdampak pada
kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Ketersediaan air bersih yang memadai
merupakan syarat mutlak upaya preventif. Dengan kualitas kesehatan masyarakat
yang meningkat, tenaga kerja lebih produktif dan beban rumah sakit dapat
diminimalkan. Adapun transportasi publik yang efisien akan mengurangi beban
hidup masyarakat, kemudian meningkatkan daya beli masyarakat.
Begitu juga
BUMN yang bergerak di bidang ekonomi seperti perbankan. Bagaimanapun ada
standar baku dalam tata kelola sektor perbankan yang harus pruden dan cukup
ketat. Namun, tidak perlu bertentangan dengan perannya sebagai agen
pembangunan, hanya perlu keberpihakan dan dukungan kebijakan afirmatif
pemerintah untuk memprioritaskan sektor-sektor unggulan.
Jika
perbankan swasta bebas menyalurkan pembiayaan ke konglomerasi dan jaringan
bisnisnya, mestinya BUMN juga bisa fokus membiayai sektor-sektor yang
menciptakan nilai tambah terbesar bagi perekonomian. Sektor itu, misalnya,
sektor produktif dan menciptakan lapangan kerja yang luas, seperti industri,
pertanian, serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pada 2019
diperkirakan kontribusi laba BUMN kurang lebih Rp 210 triliun. Nyatanya, 80
persen laba itu hanya disumbang 20 persen BUMN. Ironisnya, justru BUMN yang
bergerak di sektor strategis, pelayanan umum, dan agen pembangunan yang justru
selalu di target berkontribusi dari sisi laba perusahaan. Sebut saja Pertamina
dan sektor perbankan yang selalu jadi andalan untuk meraup laba/dividen yang
harus disetor ke negara. Sementara BUMN yang justru bergerak di sektor bisnis
murni tak jarang memiliki keuangan dan bisnis tak sehat, bahkan terus mengalami
kerugian.
Di sisi
lain, kendati banyak BUMN yang rugi, ekspansi perusahaan terus dilakukan.
Jumlah BUMN induk yang menyusut dari lebih dari 140 menjadi tinggal 114, tetapi
anak cucu BUMN lebih dari 800 perusahaan.
Secara
agregat kontribusi BUMN terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 1,5
persen. Sebagai perbandingan, rasio laba bersih perusahaan induk BUMN Singapura
Temasek terhadap PDB 4,64 persen. Padahal, rasio aset Temasek terhadap PDB
Singapura 10,52 persen. Adapun total aset BUMN Indonesia diperkirakan sekitar
Rp 8.500 triliun.
Persoalan
Sejumlah
persoalan yang membelit BUMN itu yang mendasari Menteri BUMN Erick Tohir ingin
”bersih-bersih” untuk memperbaiki tata kelola BUMN. Beberapa aksi yang akan
dilakukan meliputi, pertama, efisiensi birokrasi. Kementerian BUMN telah
memangkas tujuh deputi menjadi hanya tiga deputi. Aksi restrukturisasi
birokrasi ini sebagai komitmen mengubah budaya kerja yang kental dengan
administratif birokratis menjadi kerja profesional dan kompetitif.
Namun,
menteri BUMN juga mengangkat empat staf khusus dari kalangan akademisi dan
profesional. Hal ini juga harus diantisipasi agar menghilangkan kesan dan
penilaian bahwa yang dirombak hanya personalnya, bukan kinerjanya.
Kedua,
menata ulang pembentukan anak dan cucu usaha BUMN. Pola ekspansi BUMN melalui
pembentukan anak dan cucu perusahaan terbilang kebablasan. Banyaknya anak dan
cucu usaha yang berbeda dan tidak mendukung inti bisnis induk. Kementerian BUMN
akan membenahi secara komprehensif dengan menerbitkan Keputusan Menteri BUMN
Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan
Patungan di Lingkungan BUMN. Beberapa anak-cucu yang memiliki lini bisnis
serupa bakal digabung, bahkan jika tidak ada gunanya, dibubarkan. Penataan ini
sekaligus agar rencana kebijakan pembentukan holding dan superholding
menghasilkan sinergi memperkuat inti bisnis masing-masing BUMN.
Ketiga, tata
kelola perusahaan bersih. Menteri BUMN langsung memberhentikan Direktur PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk karena kasus penyelundupan barang mewah. Skandal
ini menjadi pintu masuk untuk membenahi tata kelola BUMN secara keseluruhan
tanpa tebang pilih.
Keempat,
menghilangkan rangkap jabatan. Praktik yang jamak terjadi adalah rangkap
jabatan direksi BUMN sebagai komisaris pada anak-cucu usahanya.
Kelima,
penguatan jajaran manajemen. Tata kelola BUMN ibarat fenomena gunung es.
Perbaikan dari tata kelola perusahaan yang buruk tidak sekadar membuka kotak
pandora. Hal terpenting harus menempatkan profesional yang kompeten, kredibel,
dan memiliki pengalaman mumpuni. Ditambah melakukan penguatan fungsi komisaris
sebagai pengawasan perusahaan. Komisaris tidak sekadar bagi-bagi jatah kursi
untuk orang-orang yang memiliki dukungan politik.
Keenam,
optimalisasi core bisnis dan penyehatan. Sejumlah lini bisnis anak usaha BUMN
tidak memiliki arah yang jelas. Pertamina di luar sektor energi memiliki lini
bisnis mulai dari rumah sakit, hotel, bandara, maskapai penerbangan, properti,
asuransi, hingga minimarket. Sementara terkait salah satu inti bisnis utama
Pertamina, yakni penyediaan avtur, pemerintah justru akan mengundang swasta
dalam produksi dan distribusi. Demikian juga PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
mempunyai utang hampir Rp 40 triliun. Namun, perusahaan ini memiliki 60 anak
perusahaan.
Ketujuh,
membangun etika korporasi. Menteri BUMN mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor
SE-9/MBU/12/2019 tentang Penerapan Etika dan atau Kepatutan dalam rangka
pengurusan dan pengawasan perusahaan. Isinya, antara lain, melarang BUMN
membagikan atau memberikan suvenir dalam setiap penyelenggaraan rapat umum
pemegang saham (RUPS). Tujuannya untuk efisiensi dan perwujudan budaya
korporasi, serta profesionalisme prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik. Bagi pejabat BUMN yang rugi diimbau menggunakan kelas ekonomi untuk
perjalanan dinas.
Berbagai
gebrakan tersebut terutama harus ditujukan untuk mewujudkan tata kelola yang
baik, meningkatkan tata kelola yang baik, profesionalisme, dan memperbaiki
kinerja BUMN. Tidak sekadar membuat gaduh yang justru bisa kontraproduktif.
Kuncinya,
upaya bersih-bersih harus memiliki cetak biru yang jelas, dilakukan secara
konsisten, transparan, akuntabel dan tidak tebang pilih. Dengan demikian, akan
menumbuhkan kepercayaan publik dan berujung pada optimalisasi kinerja BUMN.
Enny Sri Hartati -- Peneliti Senior
Institute for Development of Economics and Finance
Tidak ada komentar:
Posting Komentar