PERUBAHAN IKLIM
HAM dan Keadilan Iklim
Oleh : AL ANDANG L BINAWAN
KOMPAS, 10 Desember 2019
Tahun lalu,
di bulan Agustus, seorang dara kecil asal Swedia bernama Greta Thurnberg
mengentak dunia dengan aksi kecil yang dia namakan Skolstrejk fÖr klimatet atau
pemogokan untuk iklim. Upayanya sederhana, yaitu mogok sekolah untuk menuntut
agar pemerintah negaranya, Swedia, serius menangani masalah pemanasan global
yang berimbas ke perubahan iklim.
Yang juga
menarik, aksi 3F tak hanya diikuti siswa sekolah menengah, melainkan banyak
kelompok gerakan untuk keadilan, termasuk para pegiat HAM. Berbagai dukungan
itu tampak memberi penanda bahwa kesadaran akan keterkaitan keadilan iklim
dengan keadilan manusia menjadi sangat erat.
Keadilan manusia
Deklarasi
universal hak asasi manusia (DUHAM) yang diperingati hari ini bolehlah
dikatakan puncak refleksi manusia tentang keadilan. Dikatakan sebagai puncak
karena DUHAM memberi isi yang lebih jelas tentang keadilan. Dalam refleksi
umum, keadilan secara abstrak hanya dikatakan sebagai memperlakukan manusia
sebagai manusia, atau dalam bahasa Immanuel Kant diartikan sebagai
memperlakukan manusia sebagai tujuan pada dirinya. Dengan DUHAM, isi keadilan
itu lebih jelas, apalagi jika masuk dalam ranah hukum.
Selain itu,
DUHAM pun menjadi titik picu lebih besar dalam gerak pembebasan manusia dari
tirani ‘asesori’ atau atribut-atributnya. Artinya, HAM menawarkan nilai-nilai
yang lebih substansial tentang manusia. Dalam sejarah, manusia sering terjebak
dalam asesorinya, entah itu garis keturunan, warna kulit, gender, ataupun
agama. Kesadaran yang lebih bersifat substansial ini pun menggelinding lebih
jauh untuk meluruhkan sekat-sekat kemanusiaan yang lebih bersifat asesoris
belaka, termasuk mempertanyakan tentang pembedaan yang didasari orientasi
seksual.
Sejajar
dengan perannya sebagai titik-picu, kesadaran akan HAM juga lalu berkembang
dinamis. Dalam wacana HAM, muncul istilah HAM generasi ketiga, bahkan keempat,
yang tentunya terkait dengan kesadaran relasional antar-manusia, termasuk
dengan alam. Sekarang, dengan kesadaran akan kesalingtergantungan manusia dalam
konteks pemanasan global, muncul dimensi-dimensi baru dalam pemahaman tentang
HAM.
HAM konvensional
Sebelumnya,
perlu diingat lebih dulu bagaimana HAM secara konvensional dipahami. Dalam
sejarah, hanya dua dimensi yang dikedepankan. Di satu sisi, ditonjolkan dimensi
manusia yang otonom. Ada jejak pengaruh Thomas Hobbes dengan homo homini
lupus-nya (manusia adalah serigala bagi yang lain). Konsep-konsep liberal jadi
penyangganya. Hak lalu lebih dipahami sebagai kebebasan (freedom). Hal ini
termanifestasi dalam hak-hak sipil dan politik, juga karena lebih berlatar
sejarah politik Eropa Barat.
Di lain
pihak, kubu sosialis melihat bahwa manusia itu lebih bersifat sosial, bukan
otonom. Berbeda dari pandangan Hobbes, di sini lebih dipahami sisi positif
manusia. Yang ditonjolkan adalah homo homini socius, manusia adalah rekan bagi
yang lain. Kebersamaan menjadi penting. Peran negara menjadi besar, bukan hanya
menjadi penjaga malam seperti dipahami kubu liberal. Manifestasi dari pemahaman
ini tampak dalam hak-hak sosial, ekonomi dan budaya.
Karena
perbedaan ideologis, kedua dimensi hak itu menjadi tampak bertolak belakang,
dan sulit dikompromikan. Munculnya dua kovenan atau perjanjian internasional
yang lebih dikenal dengan ICCPR (International Covenant on Civil and Political
Rights) dan ICESCR (International Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights) menampakkan persaingan paham itu.
Tentu,
perseteruan dua kubu itu kian meluruh. Perkembangan dinamika politik global
sangat berpengaruh. Selain itu, kesadaran baru terkait problem ekologis
memunculkan dimensi baru. Meski harus diakui, kebutuhan manusia akan alam yang
baik memang masih dikenali lebih sebagai hak sosial atau ekonomi belaka. Warna
antroposentrisnya masih sangat kuat.
HAM Kontemporer
Pada masa
ini, selain isu-isu yang lebih personal dalam HAM, yang dipengaruhi
perkembangan psikologi dan biologi, seperti tentang orientasi seksual, isu
keterkaitan HAM dengan keadilan iklim menjadi makin kentara. Problematik global
ini memunculkan dimensi lebih luas dan dalam terhadap HAM, terutama dalam
kaitan dengan yang mulai biasa disebut sebagai keadilan iklim. Sebagai catatan, bisalah dikatakan bahwa
keadilan iklim adalah keadilan total.
Problem
pemanasan global menggarisbawahi kesalingtergantungan antar-manusia dan manusia
dengan alam. Karena itu, secara ringkas bisa dikatakan bahwa keadilan ini
secara spasial bersifat menyeluruh, bukan keadilan yang terkotak-kotak antara
pelaku dan penderita. Keadilan ini tidak mengenal siapa yang diuntungkan dan
siapa yang dibuntungkan. Semua menjadi pelaku. Semua pula yang menjadi
penderita.
Dalam relasi
dengan alam, krisis bumi dengan perubahan iklim akibat pemanasan global membuat
sekat pembedaan tajam antara rights to environment (hak-hak atas alam) dan
environment’s rights (hak-hak alam) menjadi kendur. Sekarang, orang tidak bisa
mengedepankan yang satu dengan menafikan yang lain. Pun, keadilan secara temporal juga meluas,
tak hanya terbatas untuk manusia yang ada, melainkan juga untuk hak-hak hidup
generasi yang akan datang. Keadilan iklim membuat payung keadilan berkembang
dalam ranah waktu.
Konsekuensi gerakan
Dalam payung
pemahaman itu, tampak bahwa gerakan HAM pun tak bisa berdiri sendiri. Sikap
yang didasari konsep HAM konvensional harus ditinggalkan. Keterkaitan, bahkan
kesalingtergantungan, dengan gerakan lain jadi sebuah keharusan. Komunikasi,
koordina -si, dan bahkan sinergi antar gerakan perlu ditingkatkan
sebaik-baiknya.
Yang perlu
berkomunikasi, berkoordinasi dan bersinergi tentunya adalah semua pemangku
kepentingan HAM, yang berarti semua pihak. Hanya, yang menjadi lebih mendesak
tentunya adalah para penggerak. Dalam hal ini, para pegiat HAM, baik individual
maupun institusional.
Komunikasi
itu penting agar saling tahu apa yang dilakukan. Koordinasi penting agar tak
tumpang tindih dan bertabrakan. Sinergi sangat diperlukan supaya dengan
kekhasan masing-masing semua pihak berkolaborasi agar HAM di satu sisi sungguh
diperjuangkan, dan di sisi lain tak kehilangan cakrawala yang lebih luas dalam
pemahaman kontemporer tadi.
Mengingat
kesadaran ini relatif baru, pendasaran yang lebih sahih sungguh diperlukan.
Refleksi para akademisi akan memberi kekuatan gerakan. Di lain pihak, mengingat
agama jadi salah satu modal sosial yang besar di Indonesia, refleksi para
agamawan dalam memberikan pendasaran tentang keterkaitan dan
kesalingtergantungan HAM dengan problematika pemanasan global dan perubahan
iklim juga akan punya pengaruh sangat penting.
Refleksi
dari sisi agama-agama penting karena, pertama, berbagai kelompok gerakan,
termasuk agama, bisa lebih bisa saling berkomunikasi, berkoordinasi dan
bersinergi. Kedua, pendasaran keagamaan akan memungkinkan lebih mudahnya isu
itu dipahami rakyat kebanyakan.
Tentu pula,
ketiga, perhatian bersama akan bumi (dan juga Indonesia) yang satu, akan
memberi bonus kebersamaan yang meluruhkan sekat-sekat identitas keagamaan yang
menebal akhir-akhir ini.
(Al Andang L. Binawan, Staf Pengajar
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta)
Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
BalasHapuspinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
francasmithloancompany@gmail.com)