RISET
DAN TEKNOLOGI
Pelengkap Super Deduction Tax BRIN
Oleh : CARUNIA MULYA FIRDAUSY
KOMPAS, 14 Desember 2019
“Institusi riset dan inovasi
diharapkan dapat melakukan pembenahan terutama sisi supply yang harus diarahkan
pada upaya bagaimana supply creates its own demand terhadap pihak industri baik
di dalam maupun luar negeri.”
Menteri
Riset dan Teknologi, Bambang PS Brodjonegoro, dalam wawancaranya dengan harian
ini beberapa waktu lalu mengatakan besaran anggaran penelitian dan pengembangan
(litbang) ditarget 2,5 persen PDB atau 7
triliun dollar AS. Kenaikan dana
tersebut ditetapkan saat menyusun visi Indonesia 2045 pada waktu yang
bersangkutan sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas.
Terlepas
bagaimana metode kalkulasi yang digunakan dan mengapa besaran target anggaran
litbang hanya sebesar 2,5 persen PDB tidak seperti Korea Selatan yang saat ini
saja sudah mencapai 4.3 persen PDB, solusi untuk membalikkan sumber dana
litbang dari APBN kepada swasta/industri tentu lebih penting untuk didiskusikan
di sini. Apalagi Presiden Jokowi telah menetapkan Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN) sebagai lembaga yang harus merealisasikan hal tersebut. Ditambah lagi rencana Pemerintah akan
membangun kompleks riset dan inovasi di
areal ibu kota Negara baru di Kalimatan Timur (Kompas, 3/12/2019). Lantas,
bagaimana pendekatannya?
Dua Pendekatan
Menristek
sekaligus Kepala BRIN dengan lantang mengatakan ada dua pendekatan
yang akan dilakukan untuk menjangkau industri (Kompas 29 November 2019).
Pertama, dengan mendorong memanfaatkan Super Deduction Tax sampai 300 persen
melalui PP No. 45/2019 tentang Perubahan
atas PP No.94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Perlunasan
Pajak Penghasilan dalam Tahun berjalan.
Tegasnya
dinyatakan dalam PP No. 45/2019 pasal 29
C ayat 1: “Kepada wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan
penghasilan bruto paling tinggi 300 persen (tiga ratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan
dalam jangka waktu tertentu.
Kemudian di
ayat (2) pasal yang sama dinyatakan :
“Kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan penelitian
dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi,
menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan atau alih teknologi bagi pengembangan
industri untuk peningkatan daya saing industri nasional”.
Pendekatan
kedua yakni pemerintah akan mendorong swasta yang tertarik meneliti bekerjasama
dengan lembaga penelitian non-kementerian (LPNK) di bawah Kemristek atau lembaga litbang kementerian dan lembaga
lain meski tanpa insentif khusus. Namun, penelitian harus sesuai prioritas riset nasional.
Substansi
kedua pendekatan ini bukan barang baru. Insentif fiskal dan non-fiskal seperti
ini pernah dilakukan pada jaman Menristek Kusmayanto Kadiman (KK) melalui
penerbitan PP nomor 35 tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan
Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayaasaan, Inovasi dan Difusi
Teknologi.
Dalam PP
tersebut ditegaskan, badan usaha yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk peningkatan kemampuan perekayasaan,
inovasi dan difusi teknologi dapat diberikan
insentif dalam bentuk insentif perpajakan, kepabeanan, dan/atau bantuan
teknis penelitian dan pengembangan.
Namun sayang
dalam pelaksanaannya, otoritas pajak berkeberatan untuk menerapkannya karena
kekuatiran akan menyebabkan tidak
tercapainya target pendapatan negara
melalui pajak pada tahun yang bersangkutan atau yang disebut revenue
forgone (Amin Soebandrio, Kompas 27 Januari 2009). Untuk meminimalisir ketidak
berhasilan kedua pendekatan ini dengan hadirnya BRIN, perlu pendekatan
pelengkap berikut ini.
Pendekatan Pelengkap
Pendekatan
pelengkap yang dimaksud yakni pendekatan yang lebih menekankan bagaimana upaya
insitusi riset dan inovasi untuk lebih ‘menjual dirinya’ kepada pihak
swasta/industri. Upaya menjual diri tersebut paling tidak harus dilakukan dalam
satu tahun. Dalam satu tahun Kemenristek/BRIN harus berhasil membenahi sisi
supply atau produksi seluruh institusi yang terlibat dengan riset dan inovasi.
Pembenahan
sisi supply tersebut harus diarahkan pada upaya bagaimana supply creates its
own demand. Hal ini dapat dilakukan tidak hanya sebatas pembenahan faktor
produksi lembaga riset dan inovasi seperti SDM unggul, kelengkapan
infrastruktur penelitian, dan pembenahan tema/topic/ide penelitian, melainkan
juga yang menyangkut manajemen, koordinasi dan sinergi terarah terhadap lembaga
riset dan inovasi dibawah naungan BRIN itu sendiri.
Khusus untuk
faktor yang disebut terakhir ini gaungnya harus lebih kuat dan nyaring.
Pasalnya, perhatian terhadap faktor tersebut selama ini nyaris kurang serius
dan dalam dibandingkan pembenahan faktor produksi lainnya di atas.
Namun cara
pembenahan manajemen, koordinasi dan sinergi seluruh lembaga riset dan inovasi harus menghindari cara
seperti yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bawah
kepemimpinan Laksana Tri Handoko (LTH).
Pasalnya,
melalui Peraturan LIPI No.1/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI,
beberapa fungsi penelitian pada beberapa satuan kerja di LIPI seperti pada
Kebun Raya Bogor (KRB) dan Unit
Penelitian di Indonesia Timur dikebiri.
Birokrasipun diubah dari format desentralisasi menjadi sentralisasi.
Belum lagi
penciutan pegawai pendukung administrasi
penelitian maupun langkah komersialisasi aset dan gedung fasilitas penelitian
dst yang tidak berpihak pada roh penelitian (baca Mosi Tidak Percaya Profesor
Riset LIPI, 2019). Akibatnya, hambatan
budaya dan birokrasi sebagai twin evils kemajuan riset dan inovasi sejak
Indonesia Merdeka justru malah
berkembang dan tidak terkikis di LIPI sendiri.
Selain
pembenahan sisi supply di atas, pembenahan dari sisi demand juga harus
dilakukan secara harmonis dengan sisi supply dalam jangka satu tahun. Konsep
“jemput bola” terhadap kebutuhan dan keinginan (needs and wants) pihak
industri/swasta dalam arti sempit dan pasar dalam arti luas dengan segala
turunannya harus dilakukan oleh institusi riset dan inovasi.
Promosi dan
diseminasi kompetensi, kemampuan dan hasil riset dan inovasi oleh seluruh
institusi riset dan inovasi tidak saja wajib sent tetapi juga harus
delivered kepada pihak industri baik di
dalam maupun di luar negeri untuk selanjutnya dikomersialisasikan.
Dengan cara
ini diharapkan kebekuan pikiran dan perilaku industri nasional yang relatif
masih ‘menuhankan’ jargon lebih baik membeli daripada membuat dapat menjadi
cair. Melalui pendekatan pelengkap ini
diyakini super deduction tax bukan
merupakan hal yang mustahil. BRIN pasti Bisa. Semoga.
(Carunia Mulya Firdausy, Deputy
Menristek Dinamika Sosial 2005-2010 dan Profesor Riset Puslit Ekonomi LIPI dan
Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB Universitas Tarumanagara)
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 8 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66 (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856
BalasHapusagen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
ayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
WA : +85587781483