BAHASA
Di Sebuah Pulau Suwung
Oleh : KASIJANTO SASTRODINOMO
KOMPAS, 17 Desember 2019
Bahasa bisa
tumbuh dari suasana kosong—pada sebuah pulau suwung tanpa penghuni. Sunyi di
tengah deburan ombak Lautan Pasifik Selatan, pulau itu disambangi kapal
Angkatan Laut Inggris bernakhoda Philip Carteret (1767), lalu dijuluki identik
dengan nama kelasi yang pertama melihatnya: [Robert] Pitcairn. Letaknya
terpencil, sulit dijangkau dari arah mana pun. Ekskavasi arkeologis menemukan
pulau 4,6 kilometer persegi itu pernah dihuni pelayar Polinesia Kuno anno 800
Masehi. Namun, guncangan dahsyat
katastrofis membuat seluruh penghuninya angkat sauh.
Situasi
heterogen itu melahirkan suatu kontak bahasa. Saling pengaruh antara ragam
bahasa tuturan antarawak kapal dan penumpangnya terus berlanjut sejak geladak hingga turun ke daratan. Kontak
bahasa lalu melahirkan bahasa kontak: aneka atau varian bahasa yang terajut
bersama pengalaman historis mendalam dan
tumbuh dalam relasi sosial intensif berdurasi cukup lama—33 tahun sudah
pelarian pendahagi itu terkurung di Pulau Pitcairn ketika kapal AL Inggris
menemukan mereka pada abad berikutnya (The Oxford Companion to English
Language, editor Tom McArthur, 1992).
”Penduduk” Pitcairn menyebut bahasanya Pitkern dan
pulaunya Pitkern Ailen. Lagu kebangsaan Inggris, God Save the Queen, di Pitkern
Ailen—ketika resmi jadi koloni di kemudian hari—berubah Come ye Blessed.
Dengarkan pula lagu ”mabuk kepayang” rekaan mereka: Ai law yuu mais darlen/
Teek mii lornga yuu/ Dem ai f’yoen mick mais haat kapsais/ Yus haan iin main
daa tenda/ Mick mai fiil guud/ Yuu d’wan iin mais darlen/ Ai law yuu (dikutip
Paul B Garrett, ”Language Contact and Contact Languages,” dalam Alessandro
Duranti, editor, A Companion to Linguistic Anthropology, 2006).
Dalam ragam
Inggris formal teks lagu itu menjadi I love you my darling/ Take me with you/
Your eyes make me heart capsize/ Your hand in mine is so tender/ It makes me
feel good/ You’re the one in my heart my darling/ I love you. Tampak bahwa
elemen utama Pitkern ialah bahasa Inggris, terutama leksikonnya, yang bercampur
dengan kosakata Skot. Masuk akal sebab para awak Bounty, khususnya orang
Inggris dan Skot, secara ”struktural” tentu sangat berpengaruh terhadap
pengikut dan bahasanya. Fonologinya, menurut Garrett, lebih dominan dipengaruhi
bahasa Tahiti. Pulau Pitcairn lalu disebut-sebut sebagai salah satu tempat
persemaian bibit kawit bahasa kreol di Pasifik.
Pada 1838
Pitkern Ailen resmi sebagai koloni Inggris Raya. Kini populasi generasi
cicitnya terus susut—cuma 56 jiwa pada 2013 karena banyak yang beremigrasi ke
Australia dan Selandia Baru. Bahasa Pitkern pun terancam punah. ”Lonely but
beautiful,” kata mereka yang kadung kerasan tinggal di sana—dalam bahasa
Inggris beneran.
Kasijanto Sastrodinomo, Alumnus FIB
Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar