Ganti Menteri, Ganti Aturan…
TAJUK RENCANA
KOMPAS, 14 Desember 2019
Ganti
menteri, ganti kurikulum. Ganti menteri, ganti aturan”. Kalimat itu sering
muncul saat terjadi pergantian kabinet, khususnya di kementerian bidang
pendidikan.
Kurang dari
dua bulan setelah dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem
Anwar Makarim, Rabu (11/12/2019), mengeluarkan kebijakan pendidikan, yang
dinamai ”Merdeka Belajar”. Empat hal yang diatur adalah tahun 2020 ujian sekolah
berstandar nasional (USBN) akan ditetapkan dengan ujian yang diadakan sekolah;
dan pada 2021 ujian nasional (UN) ditiadakan, diganti asesmen kompetensi
minimum dan survei karakter yang dilakukan saat siswa di tengah jenjang, yakni
kelas IV, VIII, dan XI. Kebijakan itu juga mengatur, penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) disederhanakan agar guru memiliki lebih banyak
waktu dalam proses pembelajaran, dan penerimaan peserta didik baru berdasar
zonasi lebih fleksibel (Kompas, 12-13/12/2019).
Perhatian
masyarakat tersedot pada kebijakan mulai tahun 2021 UN ditiadakan. Sejak
kelahirannya, UN menimbulkan kontroversi karena menjadi ukuran kelulusan siswa
di jenjang SD, SMP, SMA, dan sederajat, serta menjadi acuan proses pendidikan
pada jenjang berikutnya. Masuk perguruan tinggi mengacu hasil UN. Padahal, UN
hanya memotret hasil sesaat siswa, di kelas akhir setiap jenjang, serta menguji
konten mata pelajaran tertentu, dengan mayoritas menekankan hafalan.
Dari catatan
Kompas, pada 23 Mei 2006 pimpinan Komisi X DPR meminta UN tak dipertahankan.
Tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan mempertahankan UN,
tetapi meminta ada penyempurnaan. Tahun 2017, pemerintah melakukan moratorium
UN, setelah menetapkan UN tak lagi menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan
siswa.
UN,
dikembangkan menjadi ujian nasional berbasis komputer (UNBK), adalah sistem
evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional. UN adalah
penerus ujian akhir nasional (UAN). UAN semula akan digelar oleh lembaga independen,
tetapi sampai diganti tahun 2005, badan itu tidak pernah ada. Sebelumnya,
sistem evaluasi siswa berganti-ganti, seperti evaluasi belajar tahap akhir
nasional (Ebtanas), ujian akhir sekolah (UAS), UAS berstandar nasional, dan
ujian negara.
Mendikbud
menyatakan akan mengganti UN dengan asesmen kompetensi minimun dan survei
karakter, tetapi itu belum jelas dipahami masyarakat. Mendikbud dan jajarannya
mesti segera menyosialisasikan kebijakan baru itu secara terbuka sehingga
siswa, orangtua siswa, guru, dan pelaku pendidikan di negeri ini paham dan tak
terus bertanya-tanya. Waktu 1,5 tahun tidak lama untuk mematangkan sistem dan
membuat warga yakin bahwa sistem itulah yang terbaik.
Apalagi,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengingatkan, sistem pendidikan harus tanggap pada tuntutan perubahan zaman
pula. ***
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BalasHapusBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.