Proyeksi
dan Tantangan Politik di 2017
Arya Fernandes ; Peneliti
Departemen Politik dan Hubungan Internasional, CSIS
|
KORAN SINDO, 28 Desember
2016
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla relatif berhasil
melalui tahun 2016 dengan baik. Dalam sejumlah sigi lembaga survei, tingkat
kepuasan terhadap pemerintah mengalami kenaikan dibandingkan periode pertama.
Survei CSIS pada Agustus 2016 menunjukkan tingkat
kepuasan mengalami kenaikan sekitar 15% dari 50,6% pada tahun pertama menjadi
66,5% pada tahun kedua. Tingkat kepercayaan publik terhadap presiden juga
mengalami kenaikan dari 79% pada tahun pertama menjadi 87% pada tahun kedua.
Survei SMRC menjelaskan, tingkat kepuasan terhadap pemerintahan berada pada
angka 67%.
Di tahun pertama tantangan pemerintahan memang tidak
mudah. Ekspektasi publik yang cukup tinggi membuat Jokowi harus hati-hati
mengambil kebijakan politik. Presiden juga harusmembuat keseimbangan baru di
antara partai pendukung pemerintah. Proses penentuan kursi menteri tidak
semudah yang diperkirakan.
Jokowi dihadapkan pada kenyataan adanya pengaruh
anggota koalisi dari pemilihan calon menteri. Pada saat reshuffle pertama
terlihat pengaruh dari anggota koalisi. Di tingkat publik, sisa-sisa
kontestasi pilpres masih terasa. Publik ketika itu masih terbelah antara
pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo.
Di tahun kedua pelan-pelan Jokowi berhasil melaluinya
dengan baik. Konsolidasi ke-kuasaan bisa dilakukan dengan efektif. Hubungan
Presiden dengan PDIP, sebagai pendukung utama, mulai membaik dibandingkan
tahun pertama. Saat reshuffle kabinet kedua, Jokowi sudah menunjukkan power
dan pengaruhnya sebagai presiden.
Jokowi benar-benar menggunakan hak prerogatifnya untuk
mengangkat dan memberhentikan seorang anggota kabinet. Hubungan Jokowi dengan
partai pengusung utama, terutamaPDIP, ditahunkeduarelatif tidak ada halangan
yang berarti.
Pijakan untuk memperkuat hubungan seperti akomodasi
politik dan alokasi kursi di Kabinet Kerja mungkin akan memperkuat hubungan
tersebut. Soliditas anggota kabinet diperkirakan akan stabil seperti tahun
kedua. Kegaduhan politik antar-menteri yang terjadi pada tahun pertama kecil
kemungkinan akan terjadi lagi. Presiden betul-betul memegang penuh kendali
pemerintahan.
Tantangan di 2017
Menghadapi tahun 2017 tentu tidak mudah juga bagi
Presiden. Setidaknya ada beberapa tantangan politik bagi Jokowipada 2017.
Pertama, ujian bagi soliditas anggota koalisi dan ujian bagi hubungan antara
Jokowi dan PDIP. Ujian soliditas anggota koalisi tersebut, salah satunya akan
terlihat dari bagaimana sikap fraksi-fraksi menanggapi usulan RUU
Penyelenggaraan Pemilu dari pemerintah.
Format persyaratan dukungan capres salah satunya akan
memengaruhi tingkat loyalitas partai kepada Presiden. Tingkat loyalitas
diperkirakan akan melemah bila setiap partai peserta pemilu dapat mengusulkan
calon presiden— mengingat pemilu presiden dan pemilu legislatif dilaksanakan
serentak.
Namun, bila skenario persyaratan dukungan calon
presiden tetap menggunakan syarat lama, yaitu 20% dari kursi DPR atau 25%
dari suara sah partai politik—skenario koalisi antarpartai akan terjadi. Bila
menggunakan skenario ini, loyalitas partai kepada Presiden diperkirakan akan
menguat, karena partai politik akan mengambil keuntungan dari dukungan
terhadap Jokowi.
Berikutnya hubunganJokowi dan PDIP akan diuji bagaimana
Jokowi memosisikan diri di antara PDIP dan Golkar dalam pemerintah, terutama
setelah Golkar begitu dekat dengan pemerintahan. Apalagi, Golkar tercatat
sebagai partai yang pertama kali menegaskan dukungan terhadap pencalonan
kembali Jokowi pada Pemilu Presiden 2019—jauh sebelum PDIP
mendeklarasikannya.
Tantangan kedua, meningkatkan kinerja para menteri.
Pada tahun kedua kepuasan terhadap kabinet kerja masih belum maksimal. Temuan
survei CSIS, pada Agustus 2016 hanya 56% publik yang mengaku puas dengan
kinerja Kabinet Kerja secara umum. Tantangan pada 2017 adalah menggenjot
kinerja para menteri di bidang ekonomi.
Hal ini memang tidak mudah di tengah perekonomian dunia
yang tengah melesu. Meskipun kepuasan terhadap bidang ekonomi mengalami
kenaikan 16%, yaitu 30% di tahun pertama menjadi 46% di tahun kedua, kepuasan
terhadap ekonomi masih rendah dibanding bidang lain yang sudah di atas angka
50%, bahkan bidang maritim mencapai angka kepuasan 63,9%.
Reshuffle kabinet diperkirakan akan kembali dilakukan
pada 2017. Presiden mungkin akan kembali mengevaluasi kinerja Kabinet Kerja
pada bidang-bidang yang belum maksimal. Hal tersebut dilakukan agar pada
tahun keempat, Presiden dapat bekerja dengan baik dengan performa kabinet
yang baik pula.
Tapi, perkiraan reshuffle tidak dilakukan secara
besar-besaran. Kenapa reshuffle kembali dilakukan di tahun ketiga
pemerintahan? Karena terlalu berbahaya bagi Presiden untuk melakukan
reshuffle pada tahun keempat. Selain akan menciptakan guncangan politik, juga
akan mengganggu hubungan Presiden dengan anggota koalisi.
Tantangan ketiga, memastikan pelaksanaan pilkada
serentak gelombang kedua berjalan secara demokratis dan lancar. Pada pilkada
gelombang pertama relatif tidak ada kekisruhan berarti. Pilkada berhasil
dilaksanakan damai dan demokratis. Pada 2017 juga akan dilakukan persiapan
menghadapi pilkada gelombang ketiga, pada 2018 nanti.
Kinerja DPR
Di tengah dukungan mayoritas fraksi di DPR, yaitu
sekitar 68% kepada pemerintahan Jokowi-Kalla, parlemen dikhawatirkan akan
mandul. Diperkirakan pengawasan terhadap pemerintah tidak begitu nyaring.
Hubungan Jokowi dengan partai oposisi juga relatif membaik. Dalam beberapa
kesempatan Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto, rivalnya dalam pemilu
presiden lalu.
Hal tersebut memang dilematis. Pada satu sisi kita
berharap dukungan terhadap presiden yang kuat. Namun, bila itu terpenuhi,
kontrol terhadap pemerintah juga dikhawatirkan akan melemah—karena banyak
partai berbondong-bondong masuk Istana.
Pada 2017 juga di DPR ada pembahasan sejumlah rancangan
undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017,
termasuk revisi UU MD3 yang diperkirakan akan menjadi isu hangat di awal
tahun nanti. Keinginan PDIP untuk merevisi undang-undang dengan menambah
jumlah kursi pimpinan MPR/DPR diperkirakan tidak akan mengalami kesulitan
berarti.
Ke depan, perlu dipertimbangkan periodisasi jabatan
pimpinan DPR/MPR agar memberikan kenyamanan bagi pimpinan untuk bekerja dan
tidak diberhentikan di tengah jalan, seperti yang dialami Ade Komaruddin.
Akhirnya, bagi Jokowi tahun 2017 penting sebagai jembatan untuk memperoleh
dukungan publik dalam pencalonan Presiden 2019.
Bagi partai-partai, tahun ini adalah masa untuk
meningkatkan performa politik di tengah publik. Di tengah persaingan politik
yang ketat, semoga Presiden dan DPR bekerja dengan baik untuk memperjuangkan
kepentingan kolektif publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar