Blusukan
ke Industri
Didik J Rachbini ; Guru
Besar Ilmu Ekonomi;
Pengajar pada Universitas Mercu
Buana dan Pasca Sarjana UI
|
DETIKNEWS, 23 Desember
2016
Presiden Jokowi dikenal media dan publik
sebagai presiden yang sangat suka blusukan, terutama ke tempat-tempat
pembangunan infrastruktur. Blusukan mewakili semangat dan simbol visi dan
misi pemerintah, yang ditampilkan lewat panggung peranan presidennya. Blusukan yang diarahkan ke bidang
infrastruktur seperti ini di dalam politik dan pemerintahan efektif untuk
memberi simbol pada kebijakan publik di mana birokrasi, kementerian dan
daerah ikut berfokus ke arah itu. Sosialisasi kebijakan semakin efektif dengan
sosialisasi dari peran presidennya secara langsung. Persis seperti kebijakan
pengampunan pajak yang dinilai cukup sukses karena presiden turun tangan ikut
dalam sosialisasi di berbagai daerah.
Berkaitan dengan blusukan ini saya memberikan
kritik dan saran kepada presiden ketika bertemu dalam sarasehan 100 ekonom,
yang dilaksanakan oleh lembaga riset INDEF. Dari pengamatan saya blusukan
presiden banyak dilakukan untuk proyek-proyek infrastruktur dan hampir jarang
datang ke pabrik dan pusat kegiatan industri.
Blusukan ke proyek infrastruktur tidak salah,
tapi saran saya juga bersifat simbolik karena perekonomian kita mandek
bertumbuh di kisaran dan bahkan di bawah 5 persen beberapa tahun terakhir ini
karena pertumbuhan sektor industri begitu rendah.
Tingkat pertumbuhan industri satu dekade
terakhir ini, bukan hanya pada masa pemerintahan Jokowi, tumbuh begitu rendah
di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan 2 atau 3 dekade
sebelumnya di mana pertumbuhan sektor industri tumbuh selalu di atas pertumbuhan
agregat seluruh sektor ekonomi.
Bahkan pada masa tersebut tingkat pertumbuhan
industri mampu mencapai dua kali pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya
peranan sektor industri bisa melewati peranan sektor pertanian dan hampir
mencapai 30 persen terhadap PDB. Sebaliknya, dalam satu dekade terakhir ini
peranan sektor industri terus menurun sampai kira-kira 20 persen saja, yang
menandakan bahwa sektor ini tuna kebijakan dan kurang disentuh oleh kebijakan
industri secara khusus untuk meningkatkan pertumbuhan dan peranannya dalam
perekonomian.
Kebijakan industri selama ini absen sehingga
tidak ada stimulus yang memadai untuk meningkatkan kegiatan industri dan
memperkuat daya saingnya. Industri kita kalah jauh dengan Thailand, bahkan
juga kalah jauh dengan pendatang baru Vietnam. Produk ekspor dua negara
tersebut di atas mayoritas adalah produk industri, yang bernilai tambah
tinggi. Sementara itu, produk ekspor Indonesia hanya bahan mentah dan barang
setengah jadi.
Saran saya sebagai ekonom, yang ikut mendalami
politik, juga bersifat simbolik agar presiden juga memperhatikan masalah ini
dengan blusukan ke pabrik-pabrik dan pusat kegiatan industri. Dari blusukan
tersebut akan muncul perintah kepada menteri-menterinya agar sektor industri
harus dijadikan sasaran kebijakan ekonomi, tidak jauh berbeda atau bahkan
persis seperti yang pernah dilakukan pada dekade 1980-an dan awal 1990-an.
Dalam pertemuan itu presiden menyambut baik
saran ini dan akan merencanakan blusukan ke pusat-pusat kegiatan industri. Pada
gilirannya industri akan lebih diperhatikan sehingga muncul perintah kepada
menteri-menterinya untuk menetapkan target pertumbuhan industri 8-9 persen.
Jadi, dengan fakta-fakta tersebut di atas,
saya menganggap penting untuk memberikan saran kepada pemerintah. Mumpung
bertemu langsung dengan presiden, saya sampaikan saran ini secara langsung.
Presiden menerima kritik dan saran saya dengan
baik. Mudah-mudahan sektor industri ini tidak ditinggalkan dalam kebijakan
ekonomi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar