Mitigasi
Bencana Gempa Bumi di Indonesia
Gayatri Indah Marliyani ; Dosen
dan Peneliti Bidang Tektonik Aktif Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada
|
MEDIA INDONESIA,
19 Desember 2016
KESADARAN masyarakat Indonesia bahwa kita
tinggal di daerah rawan gempa bumi meningkat secara signifikan sejak
terjadinya gempa dan tsunami di Aceh pada 2004. Belum hilang dari ingatan,
kejadian gempa dan tsunami Aceh ini kemudian disusul gempa Yogyakarta pada
2006. Kedua gempa besar yang menelan banyak korban jiwa ini memicu
disahkannya UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan dibentuknya
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sejak saat itu gempa-gempa besar telah
terjadi, di antaranya gempa dan tsunami Pangandaran pada 2009, gempa Padang
pada 2009, dan yang terakhir gempa Pidie Jaya pada 2016. Kejadian gempa-gempa
dengan korban jiwa yang cukup besar ini menjadi studi kasus untuk menguji
keefektifan badan struktural pemerintah dalam penanggulangan bencana, terutama
pada saat terjadinya gempa. Meski demikian, pembentukan badan struktural
pemerintah ini tidak diimbangi dukungan yang memadai dalam penelitian tentang
gempa bumi sebagai bagian penting dalam upaya mitigasi.
Penelitian tentang gempa bumi meliputi bidang
studi yang luas mulai dari bidang hulu yang meliputi penelitian tentang
karakterisasi sumber gempa hingga hilir yang meliputi penelitian tentang
penguatan konstruksi tahan gempa. Dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi,
pengenalan sumber gempa sangat penting dan pertama kali harus dilakukan
sebagai upaya pencegahan atas dampak yang ditimbulkan.
Dengan mengenali sumber gempa maka upaya-upaya
preventif (pencegahan) bisa dilakukan sehingga dampak kerusakan akibat gempa
bumi di daerah tersebut bisa diminimalkan. Contoh upaya pencegahan yang bisa
dilakukan antara lain melakukan peninjauan kembali terhadap konstruksi
bangunan-bangunan yang sudah ada di daerah dekat dengan sumber gempa dan
melakukan upaya perbaikan struktur bangunan jika diperlukan. Selain itu,
dengan dikenalinya sumber gempa bumi di suatu daerah dan parameternya,
termasuk di antaranya maksimum magnitudo gempa yang dihasilkan, bisa
dijadikan pertimbangan dan acuan dalam penyusunan peraturan daerah tentang
bangunan tahan gempa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sumber gempa bumi
yang meliputi lokasi, sejarah kegempaan, perkiraan magnitudo gempa terbesar,
dan kecepatan bergeraknya sangat penting untuk diketahui.
Tatanan tektonik di wilayah Indonesia yang
berada di wilayah batas lempeng yang saling bertumbukan menyebabkan
terbentuknya zona-zona deformasi yang berkaitan erat dengan gempa bumi.
Secara umum wilayah deformasi ini dibagi menjadi dua, zona di batas tumbukan
lempeng dan zona deformasi di darat yang dekat dengan permukaan. Pada prinsipnya
gempa terjadi karena pergerakan bidang sesar yang terjadi secara tiba-tiba.
Berdasarkan pergerakannya, sesar pada umumnya bisa dibagi menjadi tiga jenis:
sesar naik, sesar geser, dan sesar turun. Selain ketiga jenis sesar utama
tersebut, sesar dengan kombinasi pergerakan vertikal dan horizontal yang
disebut sebagai sesar oblique juga banyak ditemui. Gempa yang terjadi di zona
batas tumbukan lempeng yang berada di daerah lepas pantai umumnya berasosiasi
dengan sesar-sesar dengan tipe pergerakan naik, gempa yang menyebabkan
tsunami ialah gempa-gempa besar yang terjadi di wilayah ini.
Tekanan yang berasal dari dorongan lempeng
yang saling bertumbukan tidak semuanya terakomodasi oleh sesar-sesar yang
berada di zona batas tumbukan lempeng sehingga selain menghasilkan deformasi
di wilayah tumbukan juga mengakibatkan zona deformasi di daerah darat yang
jauh dari batas tumbukan lempeng. Sesar-sesar yang terbentuk di darat bisa
bermacam-macam tipe pergerakannya. Salah satu ciri khas dari gempa yang
terjadi di sesar-sesar darat ini ialah kedalamannya yang dangkal. Dengan
demikian, karena dangkal dan lokasinya yang dekat dengan permukiman, gempa
yang dihasilkan walaupun rata-rata magnitudonya lebih kecil bersifat lebih
merusak. Oleh karena itu, penelitian tentang sumber gempa, terutama yang
terjadi di darat ini, sangat penting dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian
tentang sumber gempa telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang
telah dilakukan ini belum berhasil memetakan sumber gempa (sesar aktif) di
Indonesia secara keseluruhan. Salah satu contohnya gempa Pidie Jaya yang
terjadi pada sesar aktif yang belum teridentifikasi sebelumnya. Sesar aktif
di Indonesia jumlahnya ratusan, tetapi hanya sebagian kecil (-10%) yang sudah
teridentifikasi dengan baik. Jika pengenalan sumber gempa ini tidak dilakukan
dengan lebih baik lagi, bencana gempa bumi akan terus menjadi ancaman di masa
yang akan datang.
Kesulitan yang dialami peneliti bidang sesar
aktif di Indonesia di antaranya disebabkan curah hujan yang tinggi di seluruh
wilayah Indonesia sehingga bentukan-bentukan permukaan bumi yang menjadi
indikator utama dalam pemetaan sesar aktif mudah terkikis oleh air hujan
sehingga tidak mudah dikenali. Oleh karena itu, pemetaan sesar aktif di
Indonesia selain menggunakan data permukaan juga perlu didukung data bawah
permukaan.
Upaya pencegahan
Upaya pemerintah dalam penanggulangan saat
terjadi bencana sudah cukup baik, tetapi yang perlu ditingkatkan ialah upaya
pencegahan (preventive measure)
sebelum terjadi bencana. Upaya pencegahan ini bisa diaplikasikan dalam
penanganan berbagai macam tipe bencana tidak hanya gempa bumi. Bagian paling
penting dari upaya pencegahan ialah pengenalan sumber bencana, dalam hal
gempa bumi ialah pengenalan sumber gempa yaitu sesar aktif. Produk akhir dari
penelitian gempa bumi yang bisa dimanfaatkan pelaku kebijakan ialah peta
potensi kegempaan yang sering disebut sebagai seismic hazard map. Untuk
menghasilkan peta ini, kolaborasi peneliti dari berbagai bidang ilmu seperti
geologi, geodesi, seismologi, dan teknik sipil mutlak diperlukan.
Selain itu, karena penelitian mengenai sumber
gempa bumi melibatkan berbagai macam bidang ilmu dan membutuhkan
bermacam-macam data, kemauan untuk bekerja sama dan sharing data dari
berbagai instansi penelitian di Indonesia juga harus terus ditingkatkan.
Budaya open data policy ini masih belum melekat dalam atmosfer penelitian di
Indonesia. Padahal, dengan membuka data seluas-luasnya kepada peneliti yang
membutuhkan, berbagai analisis bisa dilakukan dari berbagai sudut pandang
keilmuan sehingga menambah pemahaman kita tentang potensi kegempaan di suatu
wilayah. Karena itu, peran serta dari pemerintah untuk mendorong keterbukaan
data ini sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
mewajibkan data yang diambil dengan menggunakan dana dari pemerintah untuk
bisa dibuka kepada publik setelah beberapa waktu, misalnya dua tahun setelah
pengambilan data. Selain itu, untuk memfasilitasi keterbukaan data ini,
diperlukan suatu lembaga berskala nasional yang khusus bergerak di bidang
penelitian gempa bumi.
Meskipun dalam skala regional terutama yang
berbasis di universitas, lembaga-lembaga yang bergerak di bidang penelitian
kebencanaan sudah banyak terbentuk, adanya lembaga tingkat nasional dengan
dukungan penuh dari pemerintah dan instansi-instansi terkait tetap diperlukan
sehingga kerja sama dan sharing data dalam penelitian kegempaan bisa
dimaksimalkan. Pembentukan lembaga nasional ini telah diinisiasi peneliti-peneliti
dari berbagai institusi pemerintah dan universitas. Termasuk PU-Pera, BNPB,
BMKG, Badan Geologi, BIG, LIPI, ITB, dan UGM dengan membentuk Pusat Studi
Gempa Nasional (Pusgen). Pusgen baru terbentuk dalam satu tahun terakhir
dengan keanggotaan bersifat sukarela. Tugas utama Pusgen selain mengompilasi
data-data sumber gempa yang sudah ada dari peneliti-peneliti terdahulu juga
menginisiasi penelitian-penelitian sumber gempa baru.
Ke depannya diharapkan keanggotaan Pusgen bisa
dimaksimalkan untuk merangkul seluruh peneliti dari berbagai instansi dan
universitas di Indonesia sehingga kerja sama antarpeneliti gempa di Indonesia
bisa terus ditingkatkan untuk menghasilkan data sumber gempa yang lebih
lengkap.
Perkembangan penelitian tentang sumber gempa
telah banyak berkembang terutama dalam satu tahun terakhir ini. Akan tetapi,
pemanfaatan data sumber gempa baru ini masih belum digunakan secara maksimal
dalam penyusunan peta potensi kegempaan nasional. Penyusunan peta potensi
kegempaan di Indonesia terakhir kali dilakukan pada 2010. Sejak itu sudah
banyak perkembangan baru berkaitan dengan karakterisasi sumber gempa di
Indonesia. Pemutakhiran peta potensi gempa nasional perlu dan harus rutin
dilakukan. Paling tidak setiap tiga tahun sekali. Hal ini perlu dilakukan
sehingga hasil dari penelitian-penelitian terbaru bisa segera dimanfaatkan
dan diaplikasikan dalam upaya pencegahan bencana karena gempa bumi.
Penelitian tentang sumber gempa yang kemudian
digunakan sebagai input dalam penyusunan peta potensi gempa bumi nasional ini
kemudian diaplikasikan pemangku kebijakan untuk diadaptasi ke dalam
penyusunan standar nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung. Selain itu,
untuk menegakkan peraturan standar tingkat nasional tentang tata cara
ketahanan gempa ini juga perlu dibentuk landasan hukum sehingga jika terjadi
pelanggaran atas peraturan yang menyebabkan korban jiwa, pelaku pelanggaran
bisa diproses secara hukum. Harapannya dengan adanya penegakan peraturan ini,
dampak akibat gempa yang disebabkan karena kelalaian bisa diminimalkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar