Pendidikan,
Karakter Bangsa, dan Kesejahteraan
Ali Khomsan ; Guru
Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
|
MEDIA INDONESIA,
27 Desember 2016
LOMPATAN
teknologi berlangsung begitu cepat dan hal ini menuntut kesiapan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan berkarakter. Tanpa SDM yang andal, bangsa
ini akan tertinggal dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia. Tantangan di
masa depan mengharuskan umat manusia terlibat dalam persaingan global. Hal
ini juga terkait dengan semakin tingginya pemanfaatan sumber daya alam (SDA),
sehingga hanya bangsa yang siap secara teknologi yang akan banyak memetik
manfaat dari SDA yang semakin langka.
Kekayaan
SDA semata sering kali tidak mampu menyejahterakan rakyat apabila SDM loyo
alias tidak berkualitas. Indonesia merupakan negara yang gemah ripah loh
jinawi, karena alamnya yang subur. Namun, karena SDM kita kurang pendidikan,
kurang keterampilan, dan kurang memiliki karakter positif yang menjadi
penciri bangsa maju, kita masih harus bergelut dengan kemiskinan dan
kebodohan. Dunia yang semakin kompetitif menuntut individu-individu dengan
emotional quotient (EQ) yang tinggi.
Pandangan
yang menganggap IQ merupakan hal terpenting dalam karier seseorang telah
dikoreksi, karena EQ (bukan IQ) dalam kehidupan modern saat ini dianggap
lebih dapat memprediksi kesuksesan seseorang. Sekolah dan universitas yang
selama ini mendidik SDM seyogianya tidak lagi berfokus pada peningkatan aspek
kognitif semata. Ujian, kuis, atau menghapal informasi mungkin masih
diperlukan dalam sistem pendidikan, tetapi bukan lagi menjadi porsi yang
utama.
Kemajuan
teknologi tidak menginginkan manusia-manusia penghapal informasi karena
informasi kini bisa diakses dalam hitungan detik melalui internet.
Dalam
menghadapi perubahan teknologi yang demikian cepat, lulusan perguruan tinggi
yang diharapkan ialah yang memiliki kemampuan bekerja sama (team work), mampu mengambil keputusan
dengan cepat dan tepat, dapat berkomunikasi dengan baik, berpikir kreatif,
memiliki jiwa kepemimpinan, serta motivasi yang tinggi.
Pendidikan
tinggi jangan hanya menghasilkan SDM yang siap menjadi pekerja, tetapi SDM
yang memiliki jiwa entrepreneurship, kemampuan analitik, berpikir efektif dan
efisien, serta lebih dari itu semua ialah adanya karakter positif (disipilin,
kerja keras, dan jujur) yang melekat kuat dalam dirinya.
Karakter buruk
Permasalahan
SDM Indonesia ialah banyaknya anak didik yang memiliki lower order thinking
skills. Rendahnya performa anak didik di Indonesia berkorelasi positif dengan
rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat. Untuk mendapatkan anak-anak dengan
performa advans, sistem pendidikan harus melatih agar peserta didik mampu
mengelola informasi dengan baik, membuat generalisasi, dan cekatan menarik
kesimpulan.
Tantangan
ke depan sungguh berat. Karakter amoral yang melekat pada bangsa ini yakni
ketidakjujuran harus dikikis habis. KPK berkali-kali melakukan operasi
tangkap tangan. Namun demikian, toh para koruptor tampak tidak ada jeranya. Saya
bermimpi kapan institusi KPK ini ada di tiap provinsi, sehingga para kepala
daerah tidak lagi berpikir untuk korupsi. Karakter buruk lain yang harus kita
singkirkan ialah manipulatif, arogan, defensif, dan agresif.
Dengan
lebih memahami ragam karakter umat manusia, pendidikan harus bisa menghasilkan
lulusan dengan identitas diri yang jelas dan berkarakter positip untuk
membuat bangsa ini semakin maju.
Kita
masih gamang untuk mendeklarasikan diri sebagai negara maju, negara
berkembang, atau negara sedang berkembang. Kita belum tahu apakah Indonesia
termasuk negara miskin atau negara sejahtera. Pernyataan bahwa penduduk
miskin Indonesia hanya sekitar 28 juta orang, rasanya tidak sinkron dengan
jumlah penduduk penerima bantuan pangan (dulu raskin) yang mungkin hampir 70
juta jiwa. Kemiskinan di negara kita teramati dengan baik saat kita melihat
masyarakat berdesakan menunggu zakat yang dibagikan orang kaya saat Ramadan
atau berebut daging kurban saat Hari Raya Idul Adha.
Ada
bangsa-bangsa yang dapat dikatakan muda dalam usia, tetapi mampu menyejahterakan
rakyatnya, dan ini tidak terlepas dari karakter yang melekat pada bangsa
tersebut. Kanada, Australia, atau Selandia Baru ialah negara-negara yang
usianya lebih muda daripada Mesir dan India, namun tingkat kemakmuran
rakyatnya lebih tinggi. Amerika Serikat merupakan negara melting pot yang
dibangun bangsa-bangsa aneka ras, yang tentu saja pada awalnya memiliki
beragam budaya seperti Indonesia yang ber-bhinneka tunggal ika. Kini, bangsa
Amerika bersatu padu mewujudkan the American Dream.
Dengan
kemampuan iptek, budaya, dan karakter bangsanya, Amerika mampu menjadikan
dirinya menjadi negara maju. Karakter bangsa-bangsa yang maju adalah
beretika, jujur, bertanggung jawab, taat aturan dan hukum, cinta pada
pekerjaan, mau bekerja keras, dan disiplin menghargai waktu. Mendidik SDM
berjiwa entrepreneurship menjadi kunci penting. Pendidikan tinggi harus
mengarahkan agar mahasiswanya kreatif membuka lapangan kerja, jangan hanya
berorientasi menjadi PNS. Untuk menjadi negara sejahtera dibutuhkan 2%
populasi yang berjiwa entrepreneurship. Konon jumlah entrepreneur di
Singapura 7,2% dan Amerika 11,5%.
Dongkrak kesejahteraan
Kita
bangga menjadi negara bahari, negara agraris, negara subur dengan kekayaan
alam yang luar biasa termasuk sumber daya pertambangan yang tersebar di
berbagai pulau. Namun, aset SDA yang kita miliki tidak berkorelasi dengan
kesejahteraan rakyatnya. Kata Mahathir Mohammad, SDM yang berkualitas lebih
berperan dalam mewujudkan kemakmuran bangsa. Masih banyak PR pemerintah di
bidang peningkatan mutu SDM. Kesejahteraan para pegawai di Jakarta mungkin
menimbulkan rasa iri bagi pegawai di provinsi lain.
Gaji
sopir bus Transjakarta konon akan dinaikkan hingga Rp15 juta per bulan karena
tanggung jawabnya yang besar menjaga keselamatan nyawa penumpang. Pekerjaan
sopir tak ubahnya pilot pesawat yang sama-sama mengangkut banyak orang. Kita
bersyukur bahwa pemerintah kini mengalokasikan gaji ke-13 dan 14. Kenaikan
gaji yang signifikan perlu untuk mendongkrak kesejahteraan. Penghasilan yang
cukup akan mengurangi semangat korupsi dan menyelewengkan harta negara.
PNS
yang bergaji cukup juga akan memberikan komitmennya untuk pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. PNS yang sejahtera tidak akan keluyuran mencari
objekan lain untuk tambahan penghasilan. Kita berharap, bantuan pendidikan
untuk siswa-siswa miskin semakin diperbesar, sehingga melalui entry point
pendidikan inilah mereka bisa lepas dari kungkungan kemiskinan di sekitarnya.
Demikian
pula harapan agar PNS ataupun karyawan swasta semakin meningkat kesejahteraannya,
agar mereka tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan dan sandangnya,
tetapi juga papannya. Harga lahan dan perumahan yang luar biasa tinggi
menyebabkan generasi muda yang baru merintis karier pekerjaan tidak mampu
mengakses permukiman yang layak, dan ini pasti mengurangi kesejahteraan hidup
mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar