Setumpuk
Persoalan Bangsa
Erna
; Dosen FISIP Universitas 17 Agustus 1945, Cirebon
|
KORAN
JAKARTA, 23 Mei 2014
Banyak
harapan dari rakyat Indonesia agar pemimpin terpilih nanti melakukan
perubahan dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara agar lepas dari
berbagai kasus korupsi. Namun, sungguh disayangkan, pijakan harapan perubahan
masih dititikberatkan pada individu capres dan cawapres. Maka, keduanya
diharapkan mampu membenahi sistem pemerintahan yang bobrok.
Bobrok
bangsa disebabkan rusaknya individu-individu aparat negara dan sistem sistem
politik demokrasi kapitalis. Maka wajar, setelah sekian lama “terperosok dan
berkubang” dalam kesengsaraan, ketika ada momentum perubahan melalui
pergantian pemimpin nasional untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Masalah
bangsa begitu pelik dan rumit, bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan sudah
merambah pada berbagai aspek kehidupan sehingga menjadi permasalahan
sistemik.
Kondisi
ini mendesak diselesaikan, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Jika tertunda,
akan menjadi bom waktu yang siap meledak dan semakin menghancurkan kondisi
Indonesia yang sudah porak-poranda. Problem akut yang menuntut perbaikan
segera antara lain karutmarutnya perekonomian.
Kekacauan
sistem ekonomi negeri ini tampak jelas pada kasus penjualan aset milik rakyat
bukan hanya kepada pihak swasta dalam negeri, tetapi juga asing. Bahkan,
dalam hal ini, pemerintah cenderung patuh pada kepentingan asing. Sebagai
contoh masih ingat penjualan BUMN pemerintah di bidang telekomunikasi,
Indosat. Dalam kasus ini tampak jelas pemerintah tidak memperhatikan
integritas bangsa, hanya tunduk pada intervensi asing.
Dalihnya,
demi mendapat suntikan dana segar bagi pembangunan. Selanjutnya, warisan
keputusan kapitalisme pendidikan pemerintah sebelumnya juga menjadi agenda
mendesak dipecahkan. Ini mengakibatkan biaya pendidikan mahal. Jika
dibiarkan, pendidikan yang layak dan murah makin jauh. Ini karena
lembaga-lembaga sekolah membebankan seluruh biaya pendidikan kepada peserta
didik, yang sejatinya menjadi tanggung jawab negara. Program beasiswa murid
tidak mampu lebih terkesan “populis” dan tidak mengenai sasaran. Padahal,
pendidikan yang berorientasi pada pembentukan pribadi unggul dengan biaya
semurahmurahnya hak bagi seluruh rakyat, bukan hanya hak orang miskin.
Sekularisasi
pendidikan makin subur karena tidak disatukannya dasar proses belajar
nasional dengan aspek kerohanian. Akibatnya, peserta didik secara sistemik
diarahkan berpola pikir sekularistik, bergaya hedonis, dan berorientasi
keduniawian semata. Jangan heran bila muncul pemimpin bermental korup dan
kekerasan sekolah. Pemerintah mendatang perlu membenahi pendidikan agar
mencetak generasi beraspek etos kerja kuat dan juga tangguh secara moral.
Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum seolah-olah hanya menjadi hantu di
siang hari, penuh khayalan, tidak akan pernah terjadi. Banyak kasus korupsi
cenderung tidak tersentuh.
Contoh,
banyak proses penyidikan penyelewengan jabatan dihentikan. Ke depan,
pemerintah tidak boleh pandang bulu alias tebang pilih dalam memberantas
korupsi. Siapa pun dan apa pun jabatannya, jika menyalahgunakan wewenang
harus ditindak. Hukum harus tegak bagi siapa pun. Perlakuan Sama Korupsi
sistemik pegawai pemerintah juga menjadi permasalahan sesegera mungkin
dipecahkan. Pelayanan publik yang cepat dan memuaskan memerlukan uang
pelicin. Kondisi ini diperparah lagi dengan pelayanan yang cenderung sulit
dan berbelit-belit. Selain itu, terdapat ketidaksinergisan
kementeriankementerian dalam mengeluarkan kebijakan dan peraturan.
Pemerintah
baru harus mampu menghapus uang pelicin. Semua harus dilayani. Siapa datang
pertama dilayani lebih dulu. Semua harus dibiasakan antre. Pejabat yang
menerima upeti atau uang pelicin harus disingkirkan. Hanya dengan begitu,
seluruh administrasi pemerintahan berjalan tertib. Tingkat pengangguran masih
tinggi sebagai akibat tidak banyak pembukaan lapangan pekerjaan bagi rakyat.
Tenaga kerja Indonesia di Luar negeri cenderung dieksploitasi, baik oleh
pemerintah (adanya pungutanpungutan liar selama proses imigrasi), agen
penyalurkan, pemerintah tempat TKI bekerja, majikan, dan perusahaan tempat
TKI mengadu peruntungan.
Pembawa
devisi memang sering mengalami kekerasan dan penindasan. Mereka sangat tidak
terlindungi. Para pekerja Indonesia ini seharusnya sangat dilindungi agar
tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh siapa pun. Permasalahan yang melilit
bangsa ini bukanlah karena tidak tersedianya sosok pemimpin yang kredibel dan
berwibawa semata. Namun lebih dari itu, semua disebabkan sistem demokrasi
kapitalis.
Menengok
pada segudang permasalahan tersebut, maka presiden terpilih nanti harus
membenahi sistem agar berbagai problem tadi teratasi. Sebab, permasalahan
bangsa tidak hanya terletak pada kekurangan figur teladan bagi bawahan dan
masyarakat, tapi juga berbagai sistem yang tidak berjalan baik. Presiden
harus mampu menemukan pribadi-pribadi baik dan kapabel yang dapat mendukung
kerja pemerintah.
Penyelenggaraan
negara tidak boleh diserahkan kepada individu-individu yang berkiblat pada
kepentingan asing. Dengan sejumlah perubahan kelak diharapkan muncul
pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bekerja keras. Dengan pemerintahan
bersih, kredibel, profesional, serta sistem yang berjalan baik, rakyat boleh
berharap persoalan-persoalan bangsa yang menumpuk tadi perlahan-lahan dapat
dipecahkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar