Pekan lalu APBD DKI untuk tahun
2013 akhirnya dicairkan. Setelah disetujui DPRD DKI pada akhir Januari
2013, perjalanan APBD tersebut ternyata masih cukup panjang di Kementerian
Dalam Negeri.
Setelah dari sana, APBD masih harus diproses lagi di DPRD beberapa hari,
sebelum akhirnya diserahkan kepada gubernur DKI untuk diimplementasikan.
Keterlambatan tersebut lebih disebabkan oleh masa transisi kepemimpinan
yang baru, karena gubernur dan wakilnya mencoba untuk melakukan banyak
perubahan pada rencana awal dari RAPBD, agar berbagai program yang mereka
canangkan dalam kampanye sungguh dimasukkan dalam anggaran tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, sebagaimana dijanjikan, sosok APBD DKI
bisa dilihat di internet. APBD tersebut juga sedang dalam proses pencetakan
untuk dipajang di berbagai tempat strategis, sehingga dapat terbaca oleh
masyarakat luas. Meskipun mungkin masih belum bisa memenuhi keinginan hati
semua lapisan masyarakat, ini adalah babak awal keterbukaan anggaran bagi
seluruh masyarakat.
Dalam APBD DKI itu, yang jumlahnya mencapai hampir Rp50 triliun, kita bisa
mengamati rencana pemanfaatan uang pajak dan retribusi yang diperoleh dari
rakyat oleh para eksekutif maupun juga para wakil kita di daerah. Dari
jumlah uang yang demikian besar tersebut, kita bisa melihat sektor
pendidikan memperoleh jumlah paling tinggi. Ini sejalan dengan APBN yang
mengacu pada konstitusi, di mana pendidikan memperoleh sekitar 20% dari
seluruh anggaran pengeluaran.
Jumlah yang cukup besar juga diterima oleh sektor pekerjaan umum yang
memiliki program sangat luas, dari pembangunan maupun pemeliharaan jalan
dan flyover, pembangunan dan pemeliharaan sungai, dan sebagainya. Sektor
perhubungan juga memperoleh anggaran sangat besar. Antara lain untuk
pembelian 450 bus Transjakarta.
Di sektor pertamanan dan permakaman bisa diamati begitu banyak uang yang
disiapkan untuk pembelian lahan bagi penambahan ruang terbuka hijau (RTH)
maupun penambahan lahan permakaman. Suatu jumlah yang sangat besar adalah
penyediaan dana untuk pembelian Waduk Riario, bahkan mencapai Rp300 miliar,
yang akan menambah ruang terbuka hijau, sekaligus untuk penampungan air
hujan, akan dibangun area taman yang diharapkan dapat menambah keseimbangan
daerah tersebut.
Bahkan kalau tidak salah, akan dibangun Gedung Opera di tempat tersebut.
Dengan demikian, dari jumlah yang tertera di dalam masing-masing program,
masyarakat bisa ikut mengawasi penggunaannya oleh pejabat yang berwenang.
Dengan melihat angka-angka yang tertera dalam berbagai program itu,
kesimpulan awal yang saya peroleh, ternyata benar, dengan APBD Rp50
triliun, kita bisa melakukan banyak sekali hal dalam waktu yang sama.
Coba bayangkan, selama 10 tahun program buswaydijalankan, jumlah bus yang
dimiliki oleh Pemerintah DKI untuk melayani jalur busway tersebut hanya
berjumlah 529 unit hingga pergantian gubernur lalu. Dari jumlah tersebut,
kita bisa memperkirakan seberapa banyak bus yang masih bisa berjalan karena
faktor pemeliharaan maupun juga terjadinya kecelakaan.
Tahun 2013 ini hanya dalam satu tahun anggaran saja, kita bisa memperoleh
tambahan 450 bus, terdiri atas 300 bus single, dan 150 bus gandeng. Ini
berarti praktis dalam waktu hanya setahun APBD kita mampu untuk
melipatduakan kapasitas yang ada.
Penambahan jumlah bus yang sangat fenomenal tersebut terjadi bersamaan
dengan dimulainya program Kartu Jakarta Sehat (KJS) maupun Kartu Jakarta
Pintar (KJP). Meskipun harus diakui, dalam perjalanan penggunaan KJS
kemudian memunculkan masalah baru, seperti kurangnya fasilitas rumah sakit
untuk menampung lonjakan permintaan, tetapi saya melihatnya hal ini sebagai
problem of success, masalah yang
muncul karena keberhasilan suatu program.
Dalam hal ini kita melihat, masyarakat yang awalnya skeptis, akhirnya
sungguh melihat, hanya berbekal KJS mereka memiliki hak untuk memperoleh
perawatan secara manusiawi. Begitu banyak kejadian di mana masyarakat yang
miskin atau mendekati miskin bekerja keras bertahun-tahun untuk menabung
dari hasil keringat mereka, tetapi dalam sekejap harus habis atau bahkan
mulai berutang karena salah seorang anggota keluarga mereka sakit.
Dengan program KJS, tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi terjaga. Ini
sungguh merupakan peningkatan kualitas hidup luar biasa yang mulai
dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang berpendapatan rendah.
Adapun KJP pada akhirnya mendorong masyarakat untuk dapat menjaga anak-anak
mereka tetap bisa bersekolah dengan layak.
Program ini merupakan “transfer pendapatan” yang luar biasa, karena
langsung diterima oleh anak-anak sekolah ke rekening mereka di Bank DKI,
sehingga pada akhirnya menghindarkan si penerima dari birokrasi yang
berbelit-belit. Kita menyaksikan antrean panjang dikelurahan untuk
memperoleh surat keterangan sebagai warga miskin oleh para orang tua,
sehingga di sini kita melihat semakin pulihnya tingkat kepercayaan mereka
kepada pimpinan daerah.
Mereka antusias dan berharap untuk memperoleh tunjangan anak sekolah
sehingga rela untuk antre seharian agar memperoleh surat yang menjadi salah
satu persyaratan KJP. Dengan melihat dampak yang luar biasa dari
pemanfaatan dana APBD, kita bisa mengharapkan kenaikan tingkat
kesejahteraan dari seluruh masyarakat, terutama justru mereka yang berada
di tempattempat kumuh.
APBD tersebut juga memuat program pembelian lahan maupun juga pembangunan
rumah susun yang baru di berbagai tempat, terutama di daerah kumuh di
Jakarta Utara. Setelah sukses dengan sosialisasi Rusunawa Marunda,
pembangunan rusun baru semacam itu sungguh memperoleh momentumnya. Program
ini dijalankan dengan program normalisasi kampung, pengembangan konsep
rumah deret,maupun juga pembangunan jalan-jalan kecil yang umumnya
terkonsentrasi di daerah Jakarta Utara.
Dengan transparansi anggaran ini, pada akhirnya mata kita menjadi terbuka,
jika kita mampu memilih pimpinan daerah yang baik, perubahan drastis
sungguh-sungguh bisa terjadi. Semoga hal ini menular ke daerah-daerah lain
di seluruh Indonesia, sehingga kesejahteraan seluruh anggota masyarakat
bisa banyak terbantu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar