Penyakit Kutukan Tuhan
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 06 Desember 2015
Tanggal 1 Desember
yang lalu, kita baru saja memperingati hari AIDS sedunia. Memang sampai
sekarang obat AIDS belum ditemukan. Tetapi obat untuk mencegah virus HIV yang
masih bersembunyi dalam darah kita, muncul keluar menjadi full blown sudah ditemukan. Obat itu
bernama Antiretroviral therapy atau
ART, sehingga seorang ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) masa kini bisa hidup lebih
lama, termasuk bergaul, bekerja, dan bersantai layaknya orang biasa pada
umumnya.
Tetapi di awal
munculnya penyakit ini di dunia (tahun 1980-an) dan juga di Indonesia
(1990-an), banyak takhayul yang menyangkut penyakit yang aslinya adalah
penyakit dari sejenis kera di Afrika ini. Termasuk di antaranya bahwa AIDS
adalah singkatan dari Akibat Intim dengan Sesama, karena dulu diduga bahwa
AIDS adalah penyakitnya kaum homoseksual, suatu hal yang dikutuk Tuhan.
Apalagi ketika
terungkap bahwa AIDS bisa juga menular melalui hubungan seks yang berganti-
ganti pasangan, alias seks bebas. Lagi-lagi perbuatan yang dikutuk Tuhan.
Makin kencenglah prasangka bahwa AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan. Baru setelah
diketahui bahwa AIDS bisa juga menular ke ibu-ibu baikbaik dan baik hati,
bahkan juga menular ke bayi dalam kandungan, barulah prasangka buruk pada
para ibu ODHA itu mereda.
Yang harus dikutuk
bukan para istri, melainkan para suami yang SeTIA (di Setiap Tikungan Ada
ceweknya). Walaupun begitu, HIV/AIDS bukanlah satu-satunya penyakit yang
diprasangkai sebagai kutukan Tuhan.
Dulu, penderita
gangguan jiwa juga dianggap penyakit kutukan Tuhan atau bisa juga kemasukan
setan, sehingga mereka dimasukkan ke panti-panti khusus untuk gangguan jiwa yang
disebut asylum, atau kalau
keluarganya miskin, penderita gangguan jiwa ini cukup dipasung saja, dan
keluarlah ayat-ayat kitab suci yang membenarkan perilaku semacam ini terhadap
penyakit tertentu. Selain gangguan jiwa, penyakit kusta dan ayan dan histeria
juga dianggap aneh.
Kalau diperhatikan,
semua penyakit yang belum diketahui obatnya otomatis dianggap penyakit
kutukan Tuhan. Bahkan di suku-suku primitif di zaman Batu, semua penyakit
adalah kutukan Tuhan atau Dewa, sehingga setiap suku punya tabib atau dukun
yang akan menjaga kelompok suku itu dari ancaman setan-setan jahat.
Di sisi lain dalam
Islam, ada hadis Rasulullah yang mengatakan bahwa setiap penyakit pasti ada
obatnya (Hadis Al Bukhari dan Muslim). Hadis itu insya Allah benar, tetapi
sebagian besar obat itu masih menjadi rahasia alam. Dulu penyakit malaria
juga dianggap penyakit kutukan Tuhan.
Setiap penderitanya
pasti mati dalam beberapa hari. Sampai akhirnya pada 1400-an ditemukan bahwa
orang-orang Indian Quechua di Peru (asli Amerika Selatan) sembuh dari
penyakit menggigil itu, dan ternyata mereka minum dari danau yang di
sekitarnya tumbuh pepohonan yang sekarang kita kenal sebagai kina. Maka sejak
itu, ilmu kedokteran bisa menyembuhkan penyakit Malaria itu dan penyakit itu
pun tidak lagi menjadi penyakit kutukan Tuhan.
Demikian pula penyakit
jiwa, kusta, dan histeria yang sekarang sudah ada obatnya. HIV/AIDS pun insya
Allah akan terungkap obatnya. Juga kanker. Bahkan, penyakit tua yang oleh beberapa
ulama termasuk yang dikecualikan dari hadis tersebut di atas, sekarang
sedikit demi sedikit sudah bisa diatasi. Dulu orang berumur 55 tahun sudah
harus pensiun, karena sudah masuk manula.
Sekarang di atas 70
tahun masih fit & proper, bahkan ada yang usianya mencapai lebih dari 100
tahun dan masih bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Jadi, saya tidak
percaya bahwa ada penyakit kutukan Tuhan. Makin lama ilmu kedokteran makin
bisa mengungkap rahasia alam untuk bisa menyembuhkan penyakit apa saja.
Kalau kebetulan hari
ini kita terkena suatu penyakit yang belum ditemukan obatnya, tidak berarti
bahwa anak-cucu kita juga tidak akan terobati jika mereka terkena penyakit
yang sama di kemudian hari. Teknologi Genome di dunia biologi sudah mampu
mentransplantasi organ tubuh yang perlu diganti, dan juga mampu menemukan
varietas-varietas tanaman yang unggul untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
makin tua umurnya, makin banyak jumlahnya dan makin besar nafsu makannya.
Masalah kita sekarang
adalah bagaimana mengendalikan diri manusia itu sendiri agar tidak
memperlakukan alam secara sewanang-wenang. Alam yang penuh berkah dan rahmah
yang melimpah dihancurkan sendiri oleh ulah manusia. Walau 1001 obat yang
disiapkan Tuhan sudah terungkap oleh ilmu kedokteran, manusia tetap saja
meninggal atau sakit karena menghisap asap yang berkelanjutan, atau terbawa
arus banjir karena sampah yang menutup alur sungai, atau tertimpa tanah
longsor karena hutan-hutan digunduli, atau tewas karena bom teroris.
Jadi kalau nanti
manusia punah, bukan karena penyakit tidak ada obatnya, melainkan karena
sifat manusia sendiri yang tamak dan dengki. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar