Sejarah Jong Sumatranen Bond, Pencetak
Jago Pergerakan Nasional Fadrik Aziz Firdausi : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 25 Oktober 2022
Tahun-tahun
awal masa pergerakan nasional tak hanya diramaikan organisasi macam Budi
Utomo, Indische Partij, atau Sarekat Islam. Sejarah mencatat, para pelajar
sekolah-sekolah menengah di Hindia Belanda juga tak ketinggalan. Salah satu
organisasi kepemudaan yang terawal adalah Tri Koro Dharmo yang berdiri pada
1915. Organisasi
yang pada 1918 berubah nama jadi Jong Java ini memantik pemuda-pemuda daerah
lain untuk membikin organisasi sejenis. Dan, salah satu yang terpantik adalah
beberapa pelajar sekolah menengah asal Sumatra di Batavia. Di antara mereka
itu ada Tengku Mansur, Muhammad Anas, Alinudin, Nazief, dan Amir. Di kelompok
ini Muhammad Anas adalah motornya. Ia mengajak beberapa kawan sekampung
halamannya membentuk suatu perkumpulan pemuda Sumatra. Segera setelah itu,
suatu surat edaran dibuat dan diedarkan ke sekolah-sekolah menengah di
seantero Batavia. Surat edaran
itu berisi ajakan berapat bagi pemuda asal Sumatra pada suatu hari dan
tanggal yang telah ditentukan. Tempatnya di Gedung Volkslectuur di daerah
Weltevreden (saat ini Gambir). Tak ketinggalan pula kelompok Muhammad Anas
mengundang tokoh-tokoh Sumatra yang telah punya nama seperti Abdul Muis,
Sutan Temenggung, dan Haji Agus Salim. Gayung
bersambut, ajakan kelompok Muhammad Anas berhasil menarik sekira 90-an
pelajar asal Sumatra untuk datang ke Gedung Volkslectuur. Mereka datang dari
STOVIA, Rechtschool, Kweekschool, dan MULO. Dibuka pada
10.00 pagi, beberapa penggagasnya bergantian pidato. Di antaranya adalah
Tengku Mansur dan Muhammad Anas. Bergantian mereka bicara tentang gagasan membentuk
organisasi kepemudaan Sumatra dan tujuan-tujuan rincinya. Rangkaian itu lalu
ditutup oleh Amir yang membacakan suatu anggaran dasar dari organisasi yang
nantinya akan dibentuk. Edy Suwardi
dalam tesisnya di Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Jong
Sumatranen Bond: Dari Nasionalisme Etnik Menuju Nasionalisme Indonesia (2007:
37), menyebut rapat pembentukan organisasi itu agak lain dari biasa. “Biasanya di
dalam sebuah organisasi, yang pertama kali ditentukan adalah nama organisasi
tersebut, tetapi di dalam membentuk organisasi pemuda Sumatra ini,
penguruslah yang dipilih terlebih dulu baru kemudian pemberian nama terhadap
organisasi itu,” tulis Edy Suwardi. Usai seharian
pidato dan dilanjutkan sidang, terpilihlah Tengku Mansur dan Abdul Munir
Nasution sebagai ketua dan wakil. Jabatan sekretaris diisi dua orang,
Muhammad Anas dan Amir. Sementara jabatan bendahara diisi Marzuki. Semuanya
adalah pelajar STOVIA. Sebagai puncak
acara, para peserta yang hadir menyepakati satu nama untuk organisasi mereka.
Maka hari itu, Minggu, 9 Desember 1917, tepat hari ini 101 tahun silam, Jong
Sumatranen Bond (JSB) resmi terbentuk. JSB--bersama
beberapa organisasi pemuda kedaerahan lain di Hindia Belanda--nantinya turut
berperan dalam peristiwa Kongres Pemuda II pada 1928. Ini adalah momen
penting dalam sejarah Indonesia. Solidaritas Pemuda Sumatra Pengurus Besar
JSB berkedudukan di Batavia. Pengurus dan anggotanya adalah para pelajar
sekolah-sekolah menengah asal Sumatra. Pemuda yang telah lulus sekolah
menengah bisa juga ikut bergabung sebagai anggota luar biasa. Dalam tahun
pertama pendirian, pengurus JSB berusaha membentuk cabang-cabang organisasi
di berbagai kota. Untuk urusan ini, JSB meminta para anggotanya berperan
aktif. “Para anggota
yang kembali ke daerah masing-masing diharuskan untuk membawa kabar atau
melakukan propaganda ke daerah asalnya tersebut dengan sasaran untuk dapat
mengembangkan dapat mengembangkan organisasi ini melalui pembukaan
cabang-cabang,” tulis Edy Suwardy (hlm. 38). Salah satu
tokoh JSB yang berjasa dalam propaganda JSB di Sumatra—khususnya daerah
Minangkabau—adalah Nazir Datuk Pamuntjak. Pada Januari 1918 Nazir yang tengah
menunggu keberangkatan ke Belanda untuk sekolah pulang dulu ke Padang. Selain
kunjungan keluarga, Nazir juga membawa misi propaganda JSB. Tujuannya adalah
membuka cabang JSB di Padang dan Bukittinggi. Usahanya itu disokong
organisasi Sarekat Usaha yang memberinya tempat untuk menggelar rapat umum. Mohammad Hatta
adalah salah satu pelajar yang langsung tertarik bergabung dalam JSB usai
dikompori Nazir. “Kedatangan itu memperluas kaki langit pandangan kami pemuda
Sumatera yang bersekolah di Padang. Perkumpulan itu menyingkapkan tabir
masalah baru bagi kami yang sebelum itu tidak dikenal,” tulis Hatta dalam
memoarnya, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi jilid 1 (2011: 57). Hatta
mengenang, kala itu Nazir berpidato dengan bahasa Belanda. Kepada
pelajar-pelajar yang hadir ia mengatakan bahwa pemuda Sumatra telah
ketinggalan langkah dari pemuda Jawa dalam hal pergerakan. Tak bisa lain
pemuda Sumatra harus mengejar ketinggalan itu melalui JSB. Selama hampir
sejam Nazir menguraikan bahwa JSB dibikin untuk memperkuat pertalian di
antara pemuda-pemuda Sumatra dan menjadi wadah belajar kepemimpinan. Lain itu,
JSB juga mengajak anggotanya untuk memperdalam perhatian terhadap kebudayaan
Sumatra. Hatta begitu terpengaruh oleh pidato Nazir. “Terasa olehku
seolah-olah suatu tugas baru terbentang di muka pemuda Sumatera. Mereka harus
menyiapkan diri untuk menjadi pemimpin dan pendidik guna mengangkat derajat
bangsanya yang masih terbelakang,” kenang Hatta dalam memoarnya (hlm. 58). Esoknya Hatta
dan beberapa kawannya tanpa ragu ikut terlibat dalam rapat pendirian JSB
Cabang Padang. Hatta sendiri dipercaya memegang jabatan bendahara. Edy Suwardi
mencatat bahwa dalam tahun pertamanya JSB telah merekrut 419 anggota dari
sembilan cabang. Selain di Batavia, JSB juga berdiri di Sukabumi, Buitenzorg,
Serang, Bandung, Purworejo. Sementara di Sumatra JSB punya cabang di Padang,
Bukittinggi, dan Medan (hlm. 39). Kegiatan-kegiatan
JSB, selain propaganda, umumnya diisi kursus dan diskusi. JSB sering
mengundang tokoh-tokoh yang kompeten untuk memberi penerangan soal budaya,
sejarah, seni, bahasa, dan politik. Agar pidato dan hasil diskusi itu bisa
menjangkau kalangan luas, JSB juga menerbitkan sebuah majalah yang diberi
nama Jong Sumatra. Berubah Nama Lalu Lebur Hatta tak
memungkiri bahwa JSB adalah ruang pertama yang memberinya pengalaman
organisasi dan belajar politik. Selain Hatta banyak juga jago-jago pergerakan
yang merupakan alumni JSB. Di antara mereka ada Bahder Djohan, Mohammad Amir,
dan Muhammad Yamin. Bahder Djohan
adalah kawan dekat Hatta semasa bersekolah di Padang dan Batavia. Dengan
Bahder Djohan lah Hatta sering kali menghabiskan waktu berdiskusi tentang
banyak hal (hlm. 96). Ia masuk JSB bersamaan dengan Hatta. Di pengurus pusat
JSB ia dipercaya memegang jabatan sekretaris. Ia ikut pula terlibat dalam
Kongres Pemuda pertama 1926. Di Masa kemerdekaan Bahder Djohan pernah menjadi
Rektor Universitas Indonesia. Muhammad Amir
adalah kader JBS Cabang Bukittinggi. Pada periode 1920-1921 ia adalah ketua
cabangnya. Aktivitas politiknya berlanjut hingga menjelang kemerdekaan. Saat
itu ia menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di masa
kemerdekaan ia pernah menjabat wakil gubernur Sumatra. Sementara
Muhammad Yamin adalah ketua terakhir Pengurus Besar JSB. Ia mulai terlibat
dalam JSB sekira 1920-an selama bersekolah di Algemeene Middelbare School
Surakarta. Ia adalah salah satu kader yang getol menggelorakan
gagasan-gagasan keindonesiaan di JSB. “Dalam
pidatonya yang berjudul De maleische taal in het verleden, heden en toekomst
(Bahasa Melayu di Masa Lampau, Sekarang, dan Masa Datang), ia mengemukakan
idenya mengenai penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan
Indonesia—meskipun pidatonya sendiri masih dibawakan dalam bahasa Belanda,”
tulis majalah Tempo edisi 18-24 Agustus 2014. Yamin
dipercaya menjadi ketua JSB untuk periode 1926-1928. Di masa inilah pengaruh
Yamin begitu menonjol di kalangan pergerakan nasional. Ia tak hanya giat di
JSB, tetapi juga ikut ambil peran dalam Kongres Pemuda pertama dan kedua. Usai Kongres
Pemuda kedua pada 1928, Jong Sumatranen Bond berganti nama jadi Pemuda Sumatra.
Tapi itu tak lama, karena Yamin kemudian mendorong Pemuda Sumatra untuk
berfusi dengan organisasi pemuda daerah lainnya. Ia melibatkan Pemuda Sumatra
bersama Jong Java, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond,
Jong Celebes, dan Sekar Rukun membentuk organisasi Indonesia Muda. “Menyusul
pembentukan Indonesia Muda, Yamin membubarkan Pemuda Sumatera dalam suatu
acara di Gedung Pertemuan, Gang Kenari, Jakarta, pada 23 Maret 1930,” catat
majalah Tempo. ● |
Sumber : https://tirto.id/sejarah-jong-sumatranen-bond-pencetak-jago-pergerakan-nasional-dbpa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar