Sejarah Jong Islamieten Bond JIB &
Tokohnya di Sumpah Pemuda Ilham Choirul Anwar : Kontributor
Tirto.id |
TIRTO.ID, 26 Oktober 2022
Jong
Islamieten Bond (JIB) adalah salah satu organisasi yang berdiri di masa
perjuangan kemerdekaan. JIB juga turut serta dalam rapat perumusan teks
Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda II yang dilaksanakan 27-28 Oktober 1928 di
Jakarta. Berkat ikrar
Sumpah Pemuda, para pemuda berhasil menyatukan visi terkait satu Tanah Air,
satu bangsa, dan satu bahasa persatuan dalam bingkai satu Indonesia. Saat itu, para
pemuda berkumpul melaksanakan Kongres Pemuda II untuk beberapa tujuan. Tujuan
tersebut meliputi keinginan melahirkan cita-cita bersama dari seluruh perkumpulan
pemuda-pemudi Indonesia; mendiskusikan beragam masalah yang dialami
pergerakan pemuda Indonesia; dan memperkuat kesadaran kebangsaan dan
memperkuat persatuan Indonesia. Kongres Pemuda
II dilaksanakan dalam tiga rapat. Pada rapat ketiga dilakukan pembahasan yang
salah satunya tentang ikrar Sumpat Setia (Sumpah Pemuda) di Gedung
Indonesische Clubhuis Kramat. Isi dari ikrar Sumpah Pemuda sebagai berikut: Pertama, Kami Putra-Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia Kedua, Kami Putra-Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Ketiga, Kami Putra-Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia Sejarah Berdirinya JIB Jong
Islamieten Bond secara resmi berdiri pada 1 Januari 1925 di Jakarta yang
diprakarsai Raden Syamsurizal (Raden Syam). Pencetus ide membuat JIB yaitu
para pemuda Islam dari Jawa dan Madura yang sebelumnya banyak bergabung
dengan Jong Java. Ada kekhawatiran dengan organisasi pemuda yang bermunculan
saat itu karena bersifat kedaerahan (primordialisme). Contohnya,
organisasi pemuda banyak yang membawa nama daerahnya masing-masing seperti
Jong Java, Jong Sumatera, Jong Batak, Bond, dan sebagainya. Selanjutnya, para
pemuda Islam tersebut berpikir bahwa agama Islam sebenarnya bisa dijadikan
landasan dalam membuat persatuan terutama di antara organisasi pelajar dan
pemuda karena saat itu Islam menjadi agama umum di Nusantara. Mengutip laman
UIN Jakarta, Raden Syam yang juga ketua Jong Java kala itu berpendapat roh
bangsa Indonesia mesti dikenali dengan mempelajari sungguh-sungguh agama
Islam. Anggota Jong Java perlu pula diajarkan pendidikan Islam. Apalagi,
menurutnya, di MULO dan AMS sama sekali tidak disampaikan tentang agama
Islam. Pendapat Raden
Syam ini menimbulkan kontroversi di tubuh Jong Java. Penyebabnya, Jong Java
tidak berdiri atas landasan agama tertentu. Sebagian anggota juga menganggap
bahwa membawa agama justru menimbulkan keterbelakangan, kekolotan, dan hal
lainnya yang berkonotasi buruk. Pendapat Raden
Syam lalu dibawa ke Kongres Jong Java ke-7 pada Desember 1924. Kebanyakan
anggota Jong Java menolak mamasukkan unsur Islam dalam organisasi, meski ada
pula pendukungnya. Akhirnya, usulan tersebut ditolak oleh majelis. Justru adanya
penolakan ini menjadi cikal bakal hadirnya organisasi terpelajar Islam. Benar
saja, di bulan Desember itu pula, Raden Syam menemui H. Agus Salim dan
menyampaikan niatnya mendirikan Jong Islamieten Bond. Ridwan Saidi
dalam buku Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984 menyebutkan,
saat diedarkan formulir kesediaan menjadi anggota JIB, lebih dari 200 pemuda
Islam bersedia bergabung. Mereka termasuk pelajar MULO dan AMS beserta
alumninya. Alhasil JIB memproklamirkan diri di Jakarta pada 1 Januari 1925
dengan mengusung dasar perjuangan agama Islam. JIB mengusung
dua asas dan tujuan sebagai gerakan pemuda Islam. Pertama, JIB senantiasa
mempelajari agama Islam dan mengamalkan ajaran-ajarannya. Selanjutnya, JIB
menumbuhkan simpati umat Islam dan pengikutnya, serta membangun toleransi
positif terhadap orang-orang yang berbeda agama. Nama JIB makin
dikenal dan cukup aktif menyuarakan ide dan gagasan menanggapi situasi
terkini saat itu. Para cendekiawan yang bergabung JIB tidak takut
menyampaikan protesnya pada pihak penjajah Belanda. Salah satu dilakukan
Wiwoho Purbohadidjojo yang menulis artikel "Islam dan Pendidikan di
Hindia Belanda" dan "Menggugat Goeroe Ordonantie". Selain itu,
JIB turut melebarkan sayap dengan membuat organisasi kepanduan seperti
lainnya lewat Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ). Penggunaan
sebutan "Indonesische" terbilang langka saat itu. JIB turut
menjadi salah satu organisasi yang turut hadir merumus kan teks Sumpah Pemuda
di Kongres Pemuda II tahun 1928. Mengutip modul PPKN kelas VIII (2020), tokoh
JIB yang mewakili saat itu dan masuk Panitia Kongres Pemuda II adalah Johan
Mohammad Cai. Jumlah peserta yang mengikuti rapat mencapai 750 peserta dari
berbagai organisasi pemuda. Sayangnya, JIB
hanya bertahan sampai 7 Maret 1942. Begitu Jepang datang menjadi penjajah
Indonesia berikutnya, seluruh organisasi yang berdiri di masa kolonial
Belanda dibekukan. Jepang melarang semua jenis organisasi dan tidak yang
diizinkan beroperasi. ● |
Sumber : https://tirto.id/sejarah-jong-islamieten-bond-jib-tokohnya-di-sumpah-pemuda-gxK3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar