Sejarah Museum Sumpah Pemuda: Berawal
dari Rumah Tinggal Dhita Koesno : Jurnalis
Tirto.id |
TIRTO.ID, 27 Oktober 2022
Museum Sumpah
Pemuda adalah salah satu museum sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Museum ini awalnya merupakan tempat tinggal milik Sie Kong Liang. Gedung ini
beberapa kali mengalami perubahan fungsi. Lalu, pada 15
Agustus 1928, gedung ini menjadi tempat diselenggarakannya Kongres Pemuda
Kedua pada Oktober 1928. Dalam rangka
memperingati Hari Sumpah Pemuda (HSP) 2020 atau yang ke-92, berikut ini
sejarah peruntukan dan fungsi Museum Sumpah Pemuda dari tahun 1908 hingga
saat ini dikutip dari situs resmi Kemdikbud. Sejarah Museum Sumpah Pemuda 1908: Menurut catatan
yang ada, Museum Sumpah Pemuda pada awalnya adalah rumah tinggal milik Sie
Kong Liang. Gedung didirikan pada permulaan abad ke-20. Sejak 1908
Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche
Artsen) dan RS (Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan belajar. Namanya
kala itu Commensalen Huis. Mahasiswa yang
pernah tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya),
Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban
Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad
Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana. 1927: Pada tahun
ini, gedung tersebut digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda
untuk melakukan kegiatan pergerakan. Bung Karno dan
tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir untuk membicarakan
format perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106. Kongres Sekar
Roekoen, Pemuda Indonesia, PPPI pernah diselenggarakan di tempat ini. Selain
itu, gedung ini digunakan sebagai sekretariat PPPI dan sekretariat majalah
Indonesia Raja yang dikeluarkan PPPI. Sejak tahun
1927, gedung yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische
Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan). 1928: Pada 15
Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda
Kedua pada Oktober 1928. Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai
ketua kongres dan tempat ini dinamakan sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Kalau pada
Kongres Pemuda Pertama telah berhasil diselesaikan perbedaan-perbedaan sempit
berdasarkan kedaerahan dan tercipta persatuan bangsa Indonesia, Kongres
Pemuda Kedua diharapkan akan menghasilkan keputusan yang lebih maju. Di gedung ini
memang dihasilkan keputusan yang lebih maju, yang kemudian dikenal sebagai
sumpah pemuda. 1934-1937: Setelah
peristiwa Sumpah Pemuda banyak penghuninya yang meninggalkan gedung
Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus belajar. Setelah para
pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung kemudian disewakan
kepada Pang Tjem Jam selama tahun 1934 – 1937. Pang Tjem Jam menggunakan
gedung itu sebagai rumah tinggal. 1937-1948: Pada tahun
1937–1951 gedung ini lalu disewa Loh Jing Tjoe dan menggunakannya sebagai
toko bunga (1937-1948). 1948-1951: Gedung ini
kemudian berubah fungsi menjadi Hotel Hersia pada 1948–1951. 1951-1970: Pada tahun
1951 – 1970, Inspektorat Bea dan Cukai menyewa gedung ini untuk perkantoran
dan penampungan karyawannya. 1973-SEKARANG: Pada tanggal 3
April 1973, Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta. Pemugaran selesai 20
Mei 1973. Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung
Sumpah Pemuda. Harga Tiket dan Kunjungan Dilansir dari
laman resminya, waktu kunjungan Museum Sumpah Pemuda adalah mulai pukul 08.00
hingga 16.30 WIB dengan harga tiket mulai Rp500 hingga Rp10.000. Waktu kunjungan Museum Sumpah Pemuda Selasa –
Kamis, Sabtu – Minggu : 08.00 – 16.00 WIB Jumat : 08.00
– 16.30 WIB Senin dan Hari
Libur Besar: tutup Harga tiket masuk Museum Sumpah Pemuda Rombongan Dewasa:
Rp1.000 Anak-anak:
Rp500 Perorangan Dewasa
:Rp2.000 Anak-anak :
Rp1.000 Pengunjung
asing / Foreign Tourist : Rp10.000 Isi & Makna Sumpah Pemuda Agar tetap
bisa memaknai Sumpah Pemuda 1928, berikut isi dari Sumpah Pemuda yang dikrarkan
pada Kongres Pemuda II: Pertama Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang
satu, tanah air Indonesia. Kedua Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia. Ketiga Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia. ● |
Sumber : https://tirto.id/sejarah-museum-sumpah-pemuda-berawal-dari-rumah-tinggal-f6mP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar