PSSI Abaikan
Rekomendasi Tim Independen Tragedi Kanjuruhan Anonim : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Oktober 2022
PERSATUAN Sepak Bola
Seluruh Indonesia (PSSI) menolak rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari
Fakta Tragedi Kanjuruhan agar merombak kepengurusan dengan mengadakan kongres
luar biasa. Anggota Komite Eksekutif PSSI, Ahmad Riyadh, menilai desakan
perombakan pengurus sekadar rekomendasi. “Pelaksanaan kongres harus sesuai
dengan statuta,” katanya, Kamis, 20 Oktober lalu. Salah satu rekomendasi
TGIPF adalah PSSI harus menggelar kongres luar biasa. Selain itu, pengurus
PSSI dan semua jajaran Komite Eksekutif diminta mundur sebagai bentuk
pertanggungjawaban moral. Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan yang diperiksa
polisi pada Kamis, 20 Oktober lalu, juga menolak mundur. Pengurus PSSI juga
mempertahankan Akhmad Hadian Lukita sebagai Direktur Utama PT Liga Indonesia
Baru, perusahaan penyelenggara liga. Anggota Komite Eksekutif PSSI, Ahmad
Riyadh, mengatakan posisi itu akan tetap dipegang Akhmad Lukita hingga ada
putusan berkekuatan hukum tetap. “Itu bagian dari asas praduga tak bersalah,”
ucapnya. Dalam rekomendasinya, Tim
Gabungan Independen menduga polisi berupaya mengganti rekaman kamera pengawas
atau CCTV di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menangkap berbagai
momen serbuan gas air mata yang menewaskan 132 orang. Bahkan ada rekaman CCTV
berdurasi tiga jam yang telah dihapus. Rekonstruksi yang digelar
polisi pada Rabu, 19 Oktober lalu, juga penuh kejanggalan. Salah satunya tak
ada tembakan gas air mata ke tribun penonton. Kepala Divisi Hubungan
Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menyatakan
rekonstruksi itu didasarkan pada keterangan saksi dan tersangka. Para anggota keluarga
korban tragedi Kanjuruhan diduga juga mengalami intimidasi. Devi Athok, bapak
dari dua korban tewas, mengatakan rumahnya kerap didatangi orang yang mengaku
dari kepolisian. Ia akhirnya memutuskan mencabut izin autopsi anaknya. Sekretaris Federasi Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Andy Irfan menjelaskan,
keluarga korban beberapa kali disambangi perwira polisi serta pejabat
kelurahan dan kecamatan. “Keluarga
seakan-akan didorong untuk tak mengajukan permohonan autopsi,” ujarnya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar