Merenungi
Usia Manusia
Sjamsoe’oed Sadjad ; Guru Besar Emeritus, Fakultas Pertanian IPB
|
KOMPAS,
02 April
2018
Dari ada sampai tiada,
usia manusia saya renungkan menjadi empat periode umur: Periode Mula, Muda,
Tua, dan Henti. Keempat periode itu
berawal dari titik lahir sampai titik mati, dan setiap periode dibatasi dua
titik yang jarak usianya sama, 25 tahun.
Pemikiran pragmatis
demikian, saya namakan pemikiran grafikal (PG). Ini sekadar perenungan
pragmatis, lahiriah semata-mata, tanpa memasuki segi batiniah, apalagi segi
agama. Perenungan usia manusia ini,
ingin saya kaitkan dengan pembangunan pedesaan yang berbasis kelompok tani.
Pendekatan pertanian berbasis kelompok telah menggelora sejak adanya Program
Bimas Padi Sawah awal-awal tahun 1960-an.
Mahasiswa digerakkan untuk
berpartisipasi dalam proyek ini. Hasil kenaikan produksi padi cukup
mengesankan berkat teknologi maju yang diterapkan oleh petani berdasarkan
hasil-hasil penelitian pemupukan NPK dan pemberantasan hama penyakit padi
yang dicobakan penerapannya dan tercapai bisa mempertinggi produksi padi
petani.
Bagaimana kalau sistem
Bimas diterapkan pada masing-masing periode usia dalam rangka Program PG?
Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah inventarisasi jumlah warga desa.
Periode Mula barangkali
banyak diisi oleh siswa SD dan SMP, sedangkan kelompok siswa SMA barangkali
sudah relatif lebih sedikit karena banyak yang meninggalkan desa. Kelompok
muda dalam Periode Muda jelas tinggal “hitungan jari” karena tidak berada di
desa lagi. Entah bekerja atau sekolah di kota.
Periode Tua dan Periode Henti yang berisi orang-orang
relatif tua, adalah generasi kelahiran 1950-an yang sudah kurang produktif
dan jumlahnya sedikit.
Situasi
kritis
Pusat perhatian kita
adalah situasi pedesaan yang kritis oleh tarikan kuat perkotaan yang lebih
menjanjikan, menciptakan situasi pembangunan desa yang berfokus pada kelompok
Periode Mula. Melalui pendidikan formal perlu diciptakan sistem pendidikan
yang berorientasi pengembangan agroindustri pedesaan.
Harus ada program
penelitian dengan menggerakkan tenaga-tenaga pemikir yang lebih berorientasi
pada agroindustri pedesaan berbasis kelompok tani. Perlu diciptakan program
pendidikan sistem teknologi maju dalam penerapan pembangunan pertanian dari
hulu sampai hilir yang terintegrasi dengan rencana pembangunan desa setempat. Sistem pengelolaan desa jangka panjang
perlu menjadi dasar pendidikan formal sampai tingkat menengah, plus pemanfaatan
teknologi media sosial dengan teknologi bertingkat modern.
Walau demikian, semangat
membaca media cetak masih perlu diteruskan. Semangat membaca akan memudahkan
mencari tambahan pengetahuan, baik di media cetak maupun digital.
Dalam hal kelompok usia
muda dan tua yang saat ini berusia 30-70 tahun dan masih tinggal di desa,
merekalah yang diharapkan menjadi inspirator pembangunan desa. Di tangan
merekalah pembangunan nasional berbasis desa pinggiran berada.
Bagi saya apa yang disebut
desa pinggiran bukan saja desa di perbatasan, di pulau-pulau yang jauh dari
pusat pemerintahan, tetapi juga desa yang selama ini masih tergolong ‘jauh’
dari perhatian pembangunan nasional. Dengan majunya teknologi komunikasi hal
ini semestinya bukan menjadi masalah lagi.
Sumber
daya manusia
Untuk terlaksananya
pembangunan sesuai dengan apa yang diprogramkan dan bagaimana
implementasinya, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni fisik
maupun intelektualnya. Kalau SDM itu disyaratkan lulusan S-1 perguruan tinggi,
misalnya, maka di samping ilmunya masih diperlukan sikap dan kesiapan
mentalnya dalam berhadapan dengan petani.
Belum tentu seorang
sarjana pertanian yang berprogram studi agronomi, misalnya, cukup memadai
dalam ilmu sosial-ekonomi atau sosial-politik menghadapi problem desa
pinggiran. Perlu pendidikan tambahan ekologi manusia dalam hal pendekatan
kepada petani.
Pikiran dasar yang saya
pakai ialah pengelompokan manusia dengan basis usia berinterval 25 tahun.
Kalau diasumsikan dari ada menjadi tiada berjangka 100 tahun, maka ada empat
kelompok usia sebagaimana saya sebutkan di awal.
Bagian
perencanaan
Dalam hal pengelompokan
ini, sebelum dan sesudahnya tiada, bisa jadi ada juga kelompok usia yang
tidak sampai saya jadikan bahasan naskah saya ini, meski saya meyakini itu
ada.
Kemampuan saya hanya
bersifat grafikal, bersumbukan X dan Y, menciptakan garis yang selalu
bergerak maju tidak pernah mundur. Hal ini saya dasarkan pemikiran bahwa usia
manusia itu selalu maju, tidak pernah bisa dibuat mundur.
Dengan menuliskan sebuah
gagasan pemikiran berupa pengelompokan masyarakat atas dasar usia, saya
berharap perencanaan pembangunan baik di daerah-daerah maupun pembangunan di
tingkat nasional akan lebih bisa diikuti oleh masyarakat. Bagaimana pun juga,
setiap insan tentu berkepentingan sekaitan dengan umurnya.
Dengan demikian program
pembangunan akan mudah dicerna dan dihayati oleh setiap individu. Mungkin
juga bisa lebih gampang untuk diresapi. Demikianlah harapan saya dengan
menulis naskah ini. Semoga bisa mendatangkan manfaat bagi semua yang
membacanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar