Menyapih
Internet Kala Nyepi
Fikri Mahzumi ; Dosen Fakultas Aqidah dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya
|
DETIKNEWS,
17 Maret
2018
Pemerintah
melalui Direktorat Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika
telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 378 Tahun 2018 agar pelaksanaan Hari
Raya Nyepi tanpa internet. Kebijakan ini diambil menyusul seruan bersama
Majelis Agama dan Keagamaan Provinsi Bali 2018.
Kebijakan
ini tentu tidak mudah bagi umumnya warganet yang belum terbiasa putus
hubungan dengan si maya yang seksi. Apalagi harus menahan diri tidak
memperbarui status di media sosial. Tentu bisa dibayangkan betapa sulitnya
melewati detik-detik yang berat itu. Hubungan harmonis dengan gawai canggih
pun kemungkinan besar tergangu, karena dapat dipastikan tak ada keseruan lagi
di dalamnya tanpa internet. Kembali ke zaman jadul.
Di
zaman serba online ini rasanya hidup menjadi hampa kalau kita harus disapih
dari internet. Tapi, bagaimanapun kita semua wajib menghormati keyakinan
sebagian warga bangsa. Inilah indahnya alam demokrasi yang fondasinya berdiri
tegak di atas Bhineka Tunggal Ika dan jaminan melaksanakan keyakinan beragama
tanpa "gangguan".
Ada
baiknya, sambil melatih biar kuat puasa internetannya, kita alihkan dengan
membaca buku karya filsuf Herbert Marcuse (1898-1979) One-Dimensional Man:
Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society (1964). Sebelum
memulai baca buku itu, tak ada salahnya tahu sekilas personel Mazhab
Frankfurt ini. Terlahir di Berlin, 19 Juli 1898, Marcuse muda belajar di
Universitas Berlin, lalu melanjutkan ke Universitas Freiburg sampai
memperoleh gelar PhD (Lemert, 2010).
Melalui
karya-karya tulisnya, filsuf yang pernah menikahi tiga wanita ini banyak
mengkritik perihal kapitalisme, modernisme, materialisme, dan budaya populer
dengan menyebutnya sebagai representasi bentuk baru kontrol sosial (Mann,
2008). Berpikir kritis yang digenderangkan oleh Marcuse ketika memandang
modernisme laik untuk kembali digunakan merespons zaman gonjang-ganjing
(disruption) seperti saat ini.
Marcuse
sangat mengkritik budaya konsumtif sebagai akibat produksi di era industri.
Masyarakat kita yang biasa mengklaim telah mengalami alam demokrasi,
sebenarnya tak lebih dari budak yang selalu didikte oleh iklan yang
mempengaruhi alam berpikir bebasnya agar memilih kebahagiaan dengan cara
membeli (Marcuse, 1991:3). Faktum ini tak bisa ditampik ketika kita memang
selalu bergumul dengan iklan produk-produk baru sepanjang hari, dan hasrat
yang selalu menyeru untuk memiliki.
Puasa Internet
Ritual
Nyepi yang menyapih internet merupakan ikhtiar yang pas dan tepat untuk
memberi waktu jeda bagi umat Hindu agar khusyuk dengan sakralitas ritual di
momen spesial. Tujuannya agar setiap pribadi benar-benar berkesempatan
melaksanakan brata, yoga, tapa, dan samadi tanpa diganggu dengan urusan
browsing, cheking email, chatting dan updating status yang sangat profan itu.
Suasana
Nyepi bagi masyarakat era industri menjadi jeda untuk mengembalikan daya
spiritualitas yang selama ini direngkuh oleh hasrat materialistik melalui
gawai canggih yang terkoneksi internet. Kesibukan-kesibukan konsumtif hampir
saja merusak sisi humanitas kita secara keseluruhan, kalau saja Herbert
Marcuse tidak mengingatkan agar selalu memilah secara ketat kebutuhan hidup
,dan menghidupkan kesadaran baru anti-konsumerisme yang senyawa dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Nyepi umat Hindu.
Belajar
dan ikut menghayati apa yang dilakukan oleh umat Hindu dalam ritual Nyepi
serta keinginan memutus sementara kebiasaan-kebiasaan konsumtif, ada baiknya
sejenak kita sisihkan waktu kita untuk melakukan puasa internet. Kita lalui
saat berharga itu dengan senyum yang bukan meme, sapaan yang bukan berbentuk
binari, rangkulan hangat yang bukan emoji. Karena kita terlalu lama tidak
lagi menatap muka tapi layar kaca.
Seruan
menyapih internet oleh Pemuka Agama Hindu pada Perayaan Hari Nyepi tahun ini
akan memiliki dampak sosial yang signifikan jika kesadaran itu tumbuh di alam
sadar setiap pribadi, bukan semata karena akses internet yang diputus oleh
penyedia layanan. Kebutuhan memperbaiki kualitas hidup yang sebelumnya telah
sebagian besar direngkuh oleh ruang maya harus menjadi pesan moral yang luhur
bagi semua orang. Ada saatnya kita perlu putus hubungan dengan hiruk pikuk
yang serba virtual dengan mengakrabi kehidupan ini senyatanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar