Tanggung
Jawab Negara Melindungi Sasmini ; Doktor Hukum Internasional dan
Nasional Indonesia, Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret |
KOMPAS, 31 Mei 2021
Tanggal 18 Mei 2021 jadi
momen penting konsep ”responsibility to protect” atau tanggung jawab untuk
melindungi. Dalam Sidang Ke-75 Majelis Umum PBB itu, berlangsung sidang pleno
yang membahas responsibility to protect (RtoP). Lebih dari 70 persen
negara yang hadir mendukung RtoP menjadi agenda tahunan Majelis Umum dan
meminta Sekjen PBB melaporkan perkembangan RtoP setiap tahun sesuai Resolusi
Majelis Umum PBB A/75/L82. RtoP adalah tanggung jawab
negara untuk mencegah genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan
kejahatan kemanusiaan. Saat ini RtoP didukung oleh 115 negara, 28 abstain,
dan 15 menentang. Sayangnya Indonesia
termasuk salah satu negara yang menolak resolusi tersebut, selain Belarus,
Bolivia, Burundi, China, Kuba, Korea Utara, Mesir, Eritrea, Kirgistan,
Nikaragua, Rusia, Suriah, Venezuela, dan Zimbabwe. Konsep
RtoP Konsep RtoP muncul 2001
dalam laporan International Commission on Intervention and State Sovereignty
(ICISS) berjudul ”Responsibility to Protect”. Konsep ini menekankan tanggung
jawab negara melindungi populasinya dari ancaman serius krisis kemanusiaan.
Intervensi kemanusiaan merupakan upaya terakhir ketika semua upaya preventif
gagal. RtoP muncul sebagai reaksi
atas kegagalan masyarakat internasional mencegah genosida di Rwanda tahun
1994 dan di Srebrenica 1995. Juga intervensi Pakta Pertahanan Atlantik Utara
(NATO) di Kosovo tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB yang memicu perdebatan
tentang legalitas dan legitimasi intervensi kemanusiaan yang bertentangan
dengan prinsip kedaulatan negara, nonintervensi, dan larangan penggunaan
kekuatan. Konsep RtoP mendapat
sambutan masyarakat internasional lagi dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB
2005 yang secara eksplisit memasukkan RtoP dalam dokumen hasil KTT Dunia,
khususnya pada Paragraf 138, 139, dan 140. Ini yang kemudian diadopsi melalui
Resolusi Majelis Umum PBB A/60/I tanggal 24 Oktober 2005. RtoP mengandung pengertian
bahwa setiap negara bertanggung jawab melindungi populasinya dari kejahatan
massal. Masyarakat internasional juga bertanggung jawab membantu dan
membangun kapasitas negara yang bersangkutan. Jika negara gagal melaksanakan
tanggung jawabnya, tanggung jawab beralih kepada masyarakat internasional.
Mekanismenya mengacu pada Bab VI, VII, dan VIII Piagam PBB. Berdasarkan pengertian
tersebut, Sekjen PBB Ban Ki-moon merumuskan RtoP terdiri atas tiga pilar:
tanggung jawab perlindungan pada negara (the protection responsibilities of
the state); bantuan internasional dan pembangunan kapasitas (international
assistance and capacity-building); dan respons yang tepat waktu dan tegas
(timely and decisive response). Pilar ketiga RtoP kemudian
menimbulkan perdebatan dan sering dipahami sebagai intervensi kemanusiaan
karena pilar ketiga membolehkan intervensi kemanusiaan. Setelah diterimanya RtoP
dalam Dokumen Hasil KTT Tahun 2005, topik RtoP ini terus menjadi diskusi.
Doktrin ini beberapa kali dikuatkan dan dilaksanakan oleh DK PBB untuk
merespons krisis kemanusiaan di beberapa negara. Sejak 2009, Sekjen PBB
juga membuat laporan tahunan untuk mempromosikan doktrin RtoP. Untuk
mendukung pengembangan doktrin ini dibentuk tim penasihat khusus untuk Sekjen
PBB terkait pencegahan genosida dan RtoP. Rapat pleno pada Sidang Ke-75
Majelis Umum PBB Tahun 2021 adalah kali keempat RtoP resmi masuk agenda
Majelis Umum. Posisi
Indonesia Indonesia merupakan salah
satu anggota ASEAN yang masih enggan menerima RtoP. Padahal, pada KTT Dunia,
14-16 September 2005, Presiden RI kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono, resmi
menerima dan mendukung RtoP. Dapat dikatakan Indonesia
secara resmi telah menerima tanggung jawab RtoP dan ketiga pilarnya. Meski
demikian, rupanya Indonesia bersikap hati-hati dalam pelaksanaan pilar III
RtoP. Hal tersebut tampak dari posisi abstain Indonesia. Indonesia memandang pilar
I RtoP sebagai yang terpenting, seperti disampaikan Duta Besar RI untuk PBB
dalam Sidang Pleno Ke-97 Majelis Umum PBB, Juli 2009. Posisi yang sama atas
RtoP juga ditekankan Indonesia dalam beberapa forum internasional lain. Intinya, penerimaan
Indonesia atas RtoP fokus pada upaya pencegahan, bantuan internasional, dan
penguatan kapasitas. RtoP tidak boleh untuk menurunkan kedaulatan negara mana
pun dan Indonesia percaya bahwa kedaulatan negara harus tetap dihormati
sesuai Piagam PBB. Keputusan Indonesia
menolak Resolusi MU A/75/L82 pada Sidang Ke-75 MU ini bisa dibilang langkah
mundur atas penerimaan RtoP, atas komitmen perlindungan HAM, dan atas
perlindungan umat manusia dari kekejaman massal. Perlu
mendukung Indonesia perlu mendukung
RtoP di forum internasional dan melaksanakannya di tingkat nasional dengan
alasan filosofis, yuridis, dan faktual. Pertama, secara filosofis,
nilai-nilai yang melandasi kehidupan bangsa Indonesia berkesesuaian dengan
nilai-nilai RtoP. Kehidupan bangsa Indonesia bersendikan ketuhanan,
kemanusiaan, keadilan, persatuan, dan kerakyatan yang tertuang dalam
Pancasila. Kedua, dari sisi hukum,
konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengakui dan
mengamanatkan perlindungan HAM setiap individu. Tanggung jawab negara
melindungi HAM ada dalam Pasal 28I UUD 1945 dan Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun
1999 selaras dengan pilar I RtoP yang meletakkan tanggung jawab utama pada
pemerintah untuk melindungi penduduknya dari kejahatan massal. Tanggung jawab memberi
bantuan internasional dan mendorong negara membangun kapasitas untuk mencegah
dan menghentikan kekejaman massal sebagaimana pilar II dan III RtoP selaras
dengan tanggung jawab negara merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan yang
secara bebas-aktif ”ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” sebagaimana alinea 4
Pembukaan UUD 1945. Ketiga, secara faktual,
Indonesia merupakan negara rentan konflik dan pernah mengalami peristiwa
pelanggaran HAM berat yang masuk lingkup kejahatan RtoP, di antaranya tragedi
pembantaian 1965-1966, kekerasan di Timor Timur, dan konflik Papua. Seharusnya Indonesia dapat
mendukung dan mengimplementasikan RtoP, khususnya pilar I dan II, dengan
membangun kebijakan yang lebih melindungi populasinya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar