Menekan
Kecelakaan Konstruksi
Ribut Lupiyanto ; Sekretaris Umum Asosiai Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia
|
KORAN
JAKARTA, 23 Februari 2018
Kecelakaan
pembangunan konstruksi terus terjadi. Kasus terakhir ambruknya penyangga
konstruksi tiang pancang proyek Tol Becakayu Selasa (20/2). Sebelumnya telah
terjadi 12 kali kecelakaan konstruksi atas (elevated). Kecelakaan menimbulkan
risiko keselamatan pekerja maupun masyarakat. Kementerian Tenaga Kerja
melaporkan, tenaga kerja sektor jasa konstruksi ada 4,5 juta (8 persen) dan
menyumbang 6,45 persen PDB.
Sayangnya,
53 persen pekerja tersebut hanya berpendidikan Sekolah Dasar dan 1,5 persen
tidak sekolah. Pemerintah kini sedang memacu penyelesaian pembangunan
berbagai insfrastruktur khususnya jalan tol. Sebaran yang luas tentu ada
risiko masyarakat sekitar dan pengguna. Apresiasi patut diberikan atas
langkah menghentikan sementara seluruh pembangunan proyek jalan melayang
(elevated).
Investigasi
mendalam, forensik konstruksi, dan audit keselamatan mesti dilakukan pada
berbagai kasus kecelakaan serta seluruh proyek pembangunan. Kecelakaan dalam
konstruksi umumnya saat pembangunan hingga operasionalisasi. Saat pembangunan
terdiri dari kecelakaan kerja maupun dampak sekitarnya. Risiko kecelakaan
kerja paling banyak terjadi pada pekerjaan yang dilakukan ketinggian dan
galian.
Sedangkan
kecelakaan operasionalisasi umumnya setelah selesai pembangunan atau
beroperasi lama. Kejadian setelah pembangunan, dapat diduga karena faktor
pengerjaan kurang sempurna atau tak sesuai dengan standar. Jika terjadi dalam
kurun agak lama, dapat diduga karena pemeliharaan tidak baik atau beban
melebihi ambang batas.
Kondisi
tadi merupakan risiko yang harus diantisipasi melalui penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). K3 menurut Mangkunegara (2002) adalah
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja. Berbagai
regulasi telah mengatur penerapan K3 di Indonesia, antara lain UU No 1 Tahun 1951
tentang Kerja, UU No 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja.
UU
No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Permenaker No 4
Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Instruksi
Menaker No 5 Tahun 1996 tentang Pengawasan dan Pembinaan K3 pada Kegiatan
Konstruksi Bangunan.
Permenaker
No 5 Tahun 1996 tentang SMK3 (Sistem Manajemen K3). Permen PU No 9/PRT/M/2008
Pedoman Sistem tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Hasril (2017) menjelaskan, K3 dalam proyek
konstruksi meliputi safety engineering, construction safety, dan personal
safety. Penyebab dan pencegahan kecelakaan konstruksi antara lain faktor
manusia dan teknis.
Faktor
manusia paling dominan. Penyebabnya antara lain pekerja heterogen, tingkat
skill dan edukasi berbeda, dan/atau pengetahuan tentang keselamatan rendah.
Sedangkan faktor teknis berkaitan dengan kegiatan kerja proyek. Antara lain
penggunaan peralatan dan alat berat, penggalian, pembangunan, serta
pengangkutan. Penyebabnya kondisi teknis dan metode kerja tidak memenuhi
standar keselamatan.
Material
dalam kondisi tertentu bisa membahayakan pekerja. Untuk itu perlu penanganan yang
baik meliputi mobilisasi bahan dan cara penyimpanan material, serta
penempatan peralatan kerja yang teratur.
Strategi
Penerapan
manajemen K3 menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi guna menekan
kecelakaan konstruksi. Implementasinya mesti direncanakan dengan persiapan
baik serta diawasi ketat. K3 harus terlaksana ketat sesuai standar, tidak
hanya formalitas atau pemenuhan administrasi.
Penyebab
faktor manusia dapat dicegah dan diminimalisasi melalui pemilihan tenaga
kerja, pelatihan sebelum mulai kerja, serta pembinaan dan pengawasan selama
kegiatan berlangsung. Kontraktor harus memiliki prosedur kerja aman,
identifikasi potensi bahaya, project safety review, serta pembinaan dan
pelatihan. Pada tahap persiapan kajian K3 diperlukan untuk meyakinkan, proyek
dibangun dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan.
Kajian K3 yang mencakup keandalan dalam rancangan dan pelaksanaan
pembangunannya.
Pembinaan
dan pelatihan K3 wajib diberikan semua pekerja dari level terendah sampai tertinggi.
Pelaksanaannya, saat proyek dimulai dan dilakukan secara berkala.
Selanjutnya, penyebab faktor teknis dapat dicegah dan dminimalisasi melalui
beberapa upaya. Antara lain perencanaan kerja yang baik, pemeliharaan dan
perawatan peralatan, pengawasan dan pengujian peralatan kerja, penggunaan
metoda dan teknik konstruksi yang aman, serta penerapan sistem manajemen
mutu.
Selain
itu terdapat faktor non teknis yang sifatnya kontemporer dan tidak langsung
namun efeknya terasa pada kualitas konstruksi. Faktor tersebut adalah jebakan
lingkaran setan korupsi. Pengadaan jasa konstruksi rentan terkena virus
korupsi yang sistemik. Pelicin finansial mulai dari penganggaran, pengadaan,
hingga pengawasan turut memicu kualitas yang tidak sesuai spesifikasi
harapan. Bahkan efek buruknya adalah terjadi kecelakaan hingga kerusakan dini
bangunan konstruksi.
Fenomena
tadi berpotensi mendorong terjadinya mark up, manipulasi administrasi, hingga
penurunan kualitas material. Langkah komprehensif mesti dilakukan mulai dari
pencegahan hingga penindakan. Budaya semacan itu mesti diputus sejak hulu.
Sinergi penting terjalin intensif antara pemerintah, inspektorat, auditor,
kepolisian, kejaksaan, dan KPK.
Transparansi
dibudayakan dan diwajibkan dalam dunia konstruksi guna mengoptimalkan peran
pengawasan baik dari konsultan, independen, maupun masyarakat luas.
Jaminan
kesejahteraan dan keselamatan tenaga kerja juga diperhatikan. Asuransi
ketenagakerjaan diberikan kepada tenaga kerja yang terlibat. Pengerjaan
konstruksi jangan sampai disubkontrakkan ke perusahaan lain, kecuali sudah
izin pemilik pekerjaan dan mengikuti regulasi. Langkah ke depan dapat
dilakukan melalui peningkatan kapasitas tenaga kerja konstruksi di seluruh
level.
Penegakan
hukum atas kasus kecelakaan konstruksi ditegakkan. Ruang penyelidikan
diberikan kepada kepolisian dan Komite Keselamatan Konstruksi. Efek jera
penting ditumbuhkan agar pelaku jasa konstruksi lebih berhati-hati serta
tidak berani melanggar prosedur dan standar.
Infrastruktur
merupakan salah satu faktor penting perekonomian. Pembangunannya dengan
demikian mesti dijamin kualitas, keselamatan, keadilan, dan keberlanjutannya.
Orientasi kualitas dan kemanfaatan kepada masyarakat luas diprioritaskan di
atas kepentingan kuantitas. Apalagi kepentingan pencitraan politik mesti
dijauhkan karena rentan mengabaikan kualitas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar