Kamis, 22 Februari 2018

Jangan Ragukan lagi Netralitas TNI-AD sudah Final

Jangan Ragukan lagi Netralitas TNI-AD sudah Final
Mulyono  ;    Kepala Staf Angkatan Darat
                                           MEDIA INDONESIA, 21 Februari 2018



                                                           
SEJARAH panjang politik telah memengaruhi cara hidup suatu bangsa bahkan mengubah peradaban dunia. Politik merasuk ke berbagai dimensi kehidupan sehingga mampu mengubah tata nilai yang berlaku di masyarakat dan sistem ketatanegaraan. Demikian halnya dengan Indonesia, sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis maka dapat dipastikan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem sosial masyarakat maupun ketatanegaraannya.

Hal itu bisa kita lihat dari menguatnya individualisme, liberalisme, hedonisme, materialisme, dan tidak tercapainya musyawarah untuk mufakat karena saling sandera antarkepentingan serta perilaku-perilaku yang dianggap modern lainnya, tetapi justru semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.

Dapat kita pahami bahwa alam demokrasi hanya dapat berjalan dalam tatanan kehidupan di bawah supremasi sipil sehingga pascareformasi seluruh komponen bangsa termasuk TNI (ABRI) turut mendorong kekuatan sipil dan mendukung penghapusan Fraksi ABRI/Polri di DPR/MPR.

Kita tentunya masih ingat, ketika itu euforia supremasi sipil sangat luar biasa sehingga muncul istilah dikotomi sipil-militer sebagai simbol supremasi sipil terhadap militer. Apabila kita berpikir secara jernih, sesungguhnya yang paling utama bukan memisahkan militer dalam aktivitas sipil ataupun kendali kuat sipil terhadap militer, melainkan bagaimana membangun sinergi antarkelembagaan dalam membagi peran secara optimal sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Jika kita berkaca ke masa lalu, paradigma tentang dikotomi sipil-militer merupakan kemunduran sejarah. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia sesungguhnya dicapai karena adanya kebulatan tekad bersama untuk membangun soliditas dan sinergi komponen dalam satu tujuan, yaitu mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Oleh karena itu, alangkah bijak apabila tiap komponen bangsa sama-sama bergandeng tangan dan bergotong-royong membangun bangsa tanpa ada dikotomi sipil-militer.

Memasuki 2018 ini, atau juga yang merupakan tahun politik, akan dilaksanakan pilkada serentak di 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Momentum itu merupakan kondisi strategis yang kembali menguji persatuan dan kesatuan bangsa RI karena ada yang menganggap bahwa pilkada serentak tahun ini akan berpengaruh terhadap Pileg dan Pilpres 2019.

Berkenaan dengan hal itu, Presiden RI Ir Joko Widodo menyampaikan bahwa momen pemilu ini merupakan kegiatan yang berulang sehingga seluruh komponen bangsa harus menyikapi dengan arif dan bijaksana. Demikian juga dengan TNI, yang berkomitmen senantiasa menjaga netralitas TNI dan ikut berkontribusi mengawal pesta rakyat untuk melakukan sinergi dengan kepolisian, sebagai tindak lanjut amanat UU untuk melaksanakan tugas operasi militer selain perang (OMSP), yaitu perbantuan kepada kepolisian.

Demikian halnya dengan keikutsertaan beberapa purnawirawan TNI dalam pilkada, itu sering menjadi pemicu reaksi masyarakat dan berbagai pihak yang memiliki kekhawatiran akan terganggunya netralitas TNI. Walaupun sebagian besar masyarakat juga memahami dan memaklumi bahwa keterlibatan mereka dalam pilkada selama ini, termasuk Pilkada 2018, terjadi berupa para purnawirawan yang telah mengakhiri masa dinas, baik secara paripurna ataupun melalui pensiun dini.

Bagi TNI sendiri, selama telah memenuhi ketentuan yang berlaku, pengunduran diri dengan tujuan mengikuti politik merupakan hak individual dan diizinkan. Jadi, setelah pengajuannya dipenuhi, yang bersangkutan secara otomatis akan menyandang status sebagai purnawirawan dan memiliki hak yang sama dengan masyarakat sipil lainnya.

Terkait dengan hak itu, pada prinsipnya dapat diadopsi Pasal 25 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipil) yang menjelaskan setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama, tanpa pembatasan maupun pembedaan keikutsertaan dalam pemerintahan, yang dilaksanakan melalui pemilihan secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya. Itu termasuk dalam hak untuk memilih dan dipilih melalui proses pemilu berkala yang murni, hak pilih universal dan sama dengan pemungutan suara secara rahasia.
Ketentuan itu juga pada dasarnya selaras dengan amanat UUD 1945 terkait dengan hak dan kewajiban warga negara. Serta diperjelas dalam UU No 34/2004 tentang TNI bahwa TNI hanya mengikuti politik negara dan dilarang berpolitik praktis. Serta UU RI No 7/ 2017 tentang pemilihan umum yang tidak adanya larangan bagi para purnawirawan.

Secara hierarkis, TNI-AD sudah tidak ada hubungannya dengan para purnawirawan tersebut. Jadi, ketakutan atau kekhawatiran akan kembalinya TNI-AD dalam politik praktis merupakan sesuatu hal yang mustahil dilakukan karena loyalitas TNI tegak lurus ke atas dalam menjalankan fungsinya sebagai alat pertahanan negara sesuai dengan amanat konstitusi.

TNI lebih fokus kepada pelaksanaan tugas pokok dengan cara membangun profesionalisme prajurit dan satuannya. Sejak dikeluarkannya UU No 34/2004 tentang TNI, yang di dalamnya mengamanatkan batasan profesionalisme TNI, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. Serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Dengan demikian, upaya membangun postur prajurit TNI-AD yang profesional dilakukan. Antara lain dengan menanamkan pemahaman dan kesadaran untuk tidak berpolitik praktis bagi prajurit di semua level. Dengan demikian sesungguhnya netralitas prajurit TNI sudah final. Namun, sebagai wujud kewaspadaan TNI terhadap kemungkinan adanya oknum prajurit TNI-AD yang bertindak tidak netral, sekaligus sebagai jaminan kepada masyarakat bahwa TNI-AD serius mengawal proses demokrasi di Indonesia, TNI-AD akan membentuk Tim Pengawal Netralitas TNI, yang bertugas melaksanakan pengawasan dan menerima laporan pengaduan masyarakat dengan pelaksanaan netralitas anggota TNI-AD selama pesta demokrasi ini.

Komitmen TNI-AD ialah memberikan pengabdian yang terbaik, tulus, dan ikhlas kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan demikian, TNI-AD akan senantiasa berada di tengah-tengah rakyat dan menjalankan amanat konstitusi dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai patriot bangsa, TNI-AD akan senantiasa memedomani pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk memelihara TNI agar tidak dikuasai kepentingan parpol. Karena prajurit TNI bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya dan prajurit TNI masuk tentara, karena keinsafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar