Menanti
Dirut Baru Pertamina
Marwan Batubara ;
Direktur
Indonesian Resources Studies (IRESS)
|
KORAN
SINDO, 27
Februari 2017
Dalam beberapa tahun terakhir, direksi Pertamina sangat
aktif mempromosikan rencana pengembangan korporasi sebagai perusahaan energi
kelas dunia yang sebanding atau tumbuh lebih besar disbanding Petronas dalam
6- 8 tahun ke depan.
Rencana tersebut diharapkan antara lain dapat terwujud
jika Pertamina menjadi kustodian cadangan migas nasional, mengoperasikan
lapanganlapangan migas yang kontraknya habis, memperluas operasi ke luar
negeri, dsb. Di sektor hilir, adalah menjadikan Pertamina sebagai badan penyangga
cadangan strategis, mengoordinasikan impor, meningkatkan kapasitas dan
membangun kilang baru dan membangun infrastruktur strategislainnya.
Dalam perjalanannya, rencana ideal dan sangat patut
didukung tersebut, terutama karena akan menjamin semakin meningkatnya
ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi nasional, belakangan ini tampaknya
tersendat. Rencana menjadi kustodian migas nasional tidak lagi ”berani”
dipromosikan oleh manajemen dan belumt erdengar pula dibahas oleh DPR dan
pemerintah dalam pembentukan UU Migas baru.
Rencana peningkatan kapasitas dan pembangunan kilang
minyak baru tampaknya mundur atau terganggu oleh berbagai kepentingan,
terutama karena besarnya dana yang akan digunakan dalam proyek-proyek
tersebut. Berbagai rencana strategis lain pun seakan ikut tersendat. Terlepas
dari rencana pengembangan yang tersendat di atas, dalam dua tahun terakhir,
kinerja Pertamina dapat dinilai cukup bagus, terutama jika dilihat dari
besarnya efisiensi yang dicapai, keuntungan yang diperoleh, inovasi-inovasi
produkyangdihasilkandanberbagai penghargaan yang diraih oleh manajemen
Pertamina dengan berbagai pencapaian tersebut.
Di tengahsituasihargaminyakyang turun dan menyebabkan
kinerja mayoritas perusahaan minyak dunia juga menurun, Pertamina bisa tampil
dengan kinerja yang justru lebih baik. Dalam hal ini apresiasi pantas
diberikan kepada manajemen. Namun apa nyana, raihan berbagai prestasi dan
penghargaan tersebut bukan jaminan bagi manajemen aman dari pelengseran.
Ternyata kaidah umum dunia bisnis atas para inovator dan
peraih prestasi yang selalu mendapat reward, tidak berlaku bagi manajemen
Pertamina. Jangankan mendapat reward atau sekedar dipertahankan pada
posisinya, dirut dan wakil dirut Pertamina yang berprestasi tersebut justru
dilengserkan.
Kementerian BUMN sebagai pengendali dan penentu kebijakan
serta pemegang hak pengangkatan seluruh pejabat BUMN justru melakukan langkah
anomali, dan melengserkan kedua pejabat Pertamina tersebut pada awal Februari
2017. Kementerian BUMN telah mengungkap berbagai alasan pelengseran yang
umumnya tidak logis dan sulit diterima akal dan logika publik.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan sedih atas
pelengseran kedua pejabat tersebut. Tapi, apa pun itu, kita telah menyaksikan
langkah kesewenangwenangan yang ditunjukkan oleh Kementerian BUMN dalam
menjalankan fungsinya terhadap Pertamina berdasarkan motif yang sangat pantas
dicurigai.
Salah satu motif tersebut adalah kepentingan kelompok,
oknum penguasa dan pengusaha tertentu agar dapat mengendalikan dan memperoleh
berbagai kesempatan bisnis Pertamina guna memperoleh rente. Motif di balik
penempatan pejabat dan komisaris Pertamina, sejak sebelum reformasi hingga
sekarang, tampaknya masih sama.
Pertamina adalah lahan yang sangat potensial bagi pihak-pihak
yang memegang kekuasaan untuk memperoleh rente bernilai besar dalam waktu
singkat. Karena itu, manajemen Pertamina harus dipilih sedemikian rupa agar
dapat ”bekerja sama” dengan penguasa, terserah apakah penunjukan manajemen
tersebut berlangsung lebih cepat dari jadwal yang berlaku di dunia bisnis.
Toh, beribu-ribu alasan pergantian dapat diungkap ke publik untuk
menjustifikasi.
Faktanya dalam 19 tahun (sejak 1998) dirut Pertamina telah
berganti 9 kali! Dalam hal ini, salah satu aksioma yang perlu dicamkan publik
adalah: pergantian pemerintahan pasti diiringi oleh pergantian direksi BUMN,
terutama Pertamina yang potensi rentenya sangat besar. Beberapa ungkapan yang
sering diobral penguasa saat menetapkan pejabat baru adalah keinginan untuk
membesarkan Pertamina layaknya Petronas dan memberantas mafia minyak yang
melingkupi Pertamina.
Dalam praktiknya, ungkapan tersebut umumnya tidak
ditindaklanjuti dengan kebijakan dan implementasi di lapangan. Hal-hal di
atas menunjukkan betapa besarnya intervensi oknum-oknum penguasa terhadap
Pertamina guna meraih rente dan sekaligus memperlihatkan tidak independennya
manajemen dalam menjalakan fungsinya.
Hal ini bisa membuat terjadinya penempatan pejabat-pejabat
yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Orientasinya pun bisa lebih mengarah
kepada pemenuhan kepentingan pejabat yang mengangkat dibanding kepentingan
perusahaan. Dengan demikian, bisa saja kebijakankebijakan yang diambil oleh
manajemenbukanlahkebijakankebijakan yang terbaik bagi perusahaan dan bagi
kepentingan pengembangan Pertamina ke depan.
Karena itu pula, lupakanlah ”slogan” yang selalu diusung
itu: keinginan membesarkan Pertamina layaknya Petronas! *** Dalam waktu yang
tidak lama lagi, Kementerian BUMN akan menunjuk pejabat baru yang akan
menduduki posisi dirut Pertamina (dan juga wakil dirut?) Bagi rakyat tidak
penting siapa pun yang diangkat, sepanjang memenuhi kriteria pemilihan
pemimpin yang meliputi kemampuan profesional dibidangnya, amanah, cerdas,
siddiq/benar, terpercaya, kredibel, inovatif dan independen dari berbagai
kepentingan oligarki yang tidak relevan.
Jika berbagai kriteria tersebut memang ditemukan pada
pejabat yang berprestasi dan meraih berbagai penghargaan di Pertamina,
meskipun telah dilengserkan maka pemerintah pun layak memberi kesempatan
dibanding lebih mengakomodasi kepentingan oknum-oknum oligarkis pemburu
rente. Ke depan Pertamina harus tumbuh berkembang sebagai perusahaan energi
jauh lebih besar dibanding sekarang sebagaimana dicanangkan manajemen
Pertamina beberapa tahun lalu.
Untuk itu perlu pengelolaan yang berorientasi jangka
panjang, dan didukung oleh perbaikan sistem dan subjek pelaku. Perbaikan
sistem meliputi perubahan regulasi perundang-undangan, perbaikan tata
kelola/governance, perbaikan visi/misi dan strategi/ kebijakan, dan sistem
pengelolaan dan pengambilan keputusan di sisi eksternal.
Perbaikan subjek pelaku meliputi pemilihan pejabat-pejabat
yang memenuhi seluruh kriteria yang baik yang harus disandang oleh pimpinan
BUMN strategis seperti Pertamina, dan hal ini sangat bergantung pada sikap
pemerintah/presiden. Pemimpin Pertamina seharusnya bersikap independen dan
bebas dari kepentingan sempit oknum penguasa dan oligarki penguasa-pengusaha.
Sebagaimana yang sedang coba dijalankan pemerintah dalam
negosiasi kontrak Freeport yang tampak sangat lugas dan telah mendapat
dukungan luas dari publik, penentuan dirut Pertamina pun seharusnya
menghentikan praktikpraktik masa lalu yang sarat kepentingan berbau KKN.
Kebijakan tak logis pembantu presiden (dan presiden) yang memberhentikan
pejabat inovatif berprestasi yang meraih berbagai penghargaan harus
dihentikan dan justru perlu dikoreksi.
Kita ingin semangat perubahan kebijakan ke arah perbaikan
yang menyeluruh bagi kepentingan negara dan rakyat dijalankan oleh pemerintah
secara konsisten di seluruh sektor, termasuk sektor energi yang sangat vital
dan strategis. Presiden Jokowi perlu menunjukkan bahwa praktik intervensi dan
penempatan pejabat guna memenuhi kepentingan oligarkis sudah tidak lagi
berlaku.
Toh, presiden pernah mengatakan bahwa beliau akan
memberantas mafia minyak dan tidak sudi namanya dicatut oleh para ”peserta
diskusi papa minta saham”. Sekarang saatnya bagi presiden untuk membuktikan,
sehingga Pertamina yang tumbuh besar dan lebih menjamin ketahanan energi dan
pertumbuhan ekonomi nasional dapat terwujud. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar