Kabinet
dan Ekspektasi Publik
Ahmad Erani Yustika ; Guru
Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
|
KORAN
SINDO, 28 Oktober 2014
Presiden telah mengumumkan kabinet pada Minggu sore dan esoknya
langsung dilantik. Pengumuman kabinet itu sendiri mirip drama, karena sempat
tertunda beberapa kali.
Sebagian penundaan itu karena beberapa kandidat menteri yang
diajukan mendapatkan catatan dari KPK/ PPATK (dengan istilah diberi warna
merah atau kuning). Di luar itu, tarik-menarik kepentingan terlihat kuat
sehingga beberapa figur yang sebelumnya dianggap pasti ”jadi”, ternyata
tergeser dan diganti oleh orang lain yang sebelumnya tak terdengar masuk bursa.
Bahkan, konon, sampai menit-menit menjelang pengumuman, bongkar
pasang nama masih dilakukan. Sekarang kabinet telah terbentuk dan diangankan
mereka langsung bekerja sesuai tugas masing-masing. Satu hal yang laik
diapresiasi dari proses pembentukan kabinet adalah keinginan Presiden agar
figur yang dipilih betul-betul bersih dari korupsi sehingga tak akan
membebani kabinet ketika bekerja. Selebihnya, kita bisa menilai dari
kecakapannya.
Platform Spektakuler
Pada masa kampanye, Presiden menawarkan platform pembangunan
yang monumental, yang dikenal dengan Trisakti. Pada bidang ekonomi konsep
Trisakti itu tak lain adalah hasrat menjadikan ekonomi berdikari, yang
ditandai oleh kedaulatan dan kemandirian ekonomi. Saya merasa platform ini
luhur dan spektakuler mengingat tidak mudah menggapai tujuan tersebut karena
situasi ekonomi saat ini yang jauh dari kedaulatan dan kemandirian.
Pada aras kebijakan, tak terbilang banyaknya kebijakan ekonomi
masa silam yang dibuat bukan oleh semangat kepentingan nasional, tapi
diselipi titipan dari kepentingan luar negeri. Aneka dokumen yang sebagian
bisa diunduh lewat internet menunjukkan pembenaran atas dugaan tersebut.
Sementara itu, secara empiris, kemandirian ekonomi juga makin
jauh, antara lain ditampakkan oleh impor pangan dan energi yang membesar,
penguasaan asing terhadap SDA dan sektor strategis lain, serta sektor
keuangan dan lalu lintas modal yang terintegrasi dengan pasar internasional
sehingga menjadi sumber instabilitas ekonomi.
Situasi itu menyebabkan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh
pemerintah sangat berat. Sekurangnya terdapat empat pekerjaan utama yang
harus sigap dijawab dalam mewu-judkan ekonomi berdikari.
Pertama, memastikan sumber daya ekonomi domestik dikelola oleh
bangsa sendiri dan diinduksi nilai tambah sehingga menjadi sumber
kesejahteraan rakyat. Tidak sepatutnya SDA dan sektor-sektor strategis
diberikan secara cuma-cuma kepada bangsa lain sehingga menggerus kesempatan
ekonomi warga negara sendiri.
Kedua, optimalisasi anggaran negara, baik dari sisi penerimaan
maupun belanja, sebagai pengungkit kegiatan ekonomi. Reformasi pajak menjadi
keniscayaan untuk menutup kebocoran penerimaan, sekaligus memastikan keadilan
ekonomi tercipta. Dari sisi belanja, alokasi mengikuti prioritas pembangunan
dan tidak digerogoti oleh belanja birokrasi yang dalam 10 tahun terakhir ini
makin menggerus proporsi anggaran negara.
Ketiga, melakukan kajian ulang atas kebijakan ekonomi yang
merugikan kepentingan nasional, khususnya terkait kebijakan liberalisasi yang
dijalankan secara masif pascareformasi ekonomi. Banjir impor dan defisit
neraca perdagangan merupakan dampak atas pilihan kebijakan keterbukaan
ekonomi yang tak terukur tersebut. Pasar Indonesia sangat terbuka sehingga
amat mudah barang/jasa dari negara lain yang masuk, sementara tanggul
pertahanan ekonomi domestik amat rapuh.
Keempat, memastikan sektor keuangan berdiri kokoh untuk melayani
sektor domestik, khususnya sektor riil, dan tidak dijejali dengan aliran dana
asing yang sifatnya spekulatif sehingga menjadi pemicu krisis. Sektor
perbankan selama ini makin menjauh dari sektor riil dan usaha kecil. Mereka
lebih sibuk menyantuni kebutuhan usaha besar dan sektor non-tradebale . Pasar
modal dan asuransi dikuasai asing, porsi pelaku ekonomi domestik masih kecil.
Lalu lintas modal sangat bebas, sehingga tak ada penyaring yang bagus. Ini
semua harus ditata kembali dengan visi kedaulatan dan kemandirian ekonomi.
Kabinet Ekonomi
Bagaimana dengan komposisi kabinet ekonomi yang telah diumumkan?
Apakah bisa menjawab tantangan itu? Menteri Koordinator Perekonomian
sekurangnya harus memiliki tiga sumber otoritas ini: kepemimpinan,
kredibilitas, dan kecakapan. Kepemimpinan yang kuat sangat diharapkan karena
harus mengoordinasikan kementerian teknis ekonomi, sehingga setiap kebijakan
yang telah disepakati mesti dieksekusi secara cepat.
Adapun kredibilitas lebih banyak menyangkut pengalaman dan
benturan kepentingan yang mungkin terjadi. Pada aspek ini, Sofyan Djalil
memiliki bobot yang bagus sehingga fungsi- fungsi tersebut diharapkan bisa
berjalan. Bagaimana dengan kecakapan? Tampaknya dari wawasan korporasi cukup
mumpuni, namun untuk isu-isu terkait makroekonomi, fiskal, dan moneter/ keuangan
butuh belajar lebih intensif.
Langkah paling efektif adalah membentuk tim ekonomi yang kuat di
bawahnya (deputi) sehingga isuisu di atas dapat ditangani dengan semestinya.
Menteri Keuangan adalah figur yang cakap dan tahu masalah, namun bukanlah
orang yang tepat dipercaya menduduki jabatan tersebut. Cakap karena tahu
aspek fiskal secara baik, namun paradigma ekonominya berbeda dengan platform
ekonomi yang diusung oleh Presiden.
Hasrat Presiden untuk memberdayakan dan membongkar anggaran
negara akan terhadang oleh pola pikir Menkeu yang selama ini nyaris tak
pernah menyuarakan gagasan baru dalam penyusunan dan pengelolaan APBN.
Untungnya, Bappenas dikepalai oleh figur yang punya pemikiran bukan ”arus
utama”, yang juga kebetulan bukan ekonom.
Saya menganggap ini pilihan yang tepat apabila dikaitkan dengan
paradigma pembangunan Presiden. Andrinof A Chaniago sudah lama melakukan
advokasi kebijakan pembangunan (ekonomi) yang mengarahkan pada penguatan
ekonomi domestik, tak mengeksploitasi sumber daya alam, perimbangan Jawa dan
Luar Jawa, dan pembangunan maritim melalui Visi Indonesia 2033.
Bagaimana dengan Kementerian BUMN, Pertanian, Industri,
Perdagangan, dan Koperasi/ UMKM? Lima kementerian ini amat vital karena
langsung bersentuhan dengan urat nadi ekonomi rakyat. Sayangnya, lima menteri
pada pos tersebut tidak pernah bersentuhan dengan isu penguasaannegara
dalamkegiatan ekonomi sesuai konstitusi, kedaulatan pangan, membangun pohon
industri berbasis bahan baku lokal (sektor basis), menata perdagangan untuk
kepentingan pelaku ekonomi nasional, dan mengarusutamakan koperasi/UMKM
sebagai model pembangunan ekonomi.
Posisi menteri perdagangan dan industri oleh sebagian ahli malah
dianggap tertukar, mestinya Rachmat Gobel ditempatkan sebagai menteri
perindustrian. Jadi, lima menteri ini mesti segera menguasai isu besar tugas
kementeriannya selaras dengan platform yangdiambil presiden. Dengan catatan
tersebut, wajar bila ekspektasi publik terlihat muram terhadap konfigurasi
kabinet ekonomi ini, namun itu semua harus dijadikan sebagai energi pendorong
untuk membalik keraguan tersebut. Selamat
bekerja! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar