ISIS,
Aksi di Marawi, dan Ancaman bagi Indonesia
Stanislaus Riyanta ; Pengamat Intelijen dan Terorisme;
Alumnus Pascasarjana
Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia
|
DETIKNEWS, 07 Juni 2017
Aksi terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata.
Rangkaian aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini seperti di Manchester
Inggris, Mesir, Marawi Filipina dan di Jakarta, merupakan sebuah aksi teror
yang serius hingga menimbulkan korban jiwa manusia. ISIS menjadi kelompok
radikal yang paling disorot dalam aksi-aksi teror yang terjadi di dunia saat
ini. Hal ini tidak lepas dari pengakuan mereka sendiri yang menyatakan
terlibat.
Aksi ISIS di Marawi menjadi kekhawatiran karena bisa
mengancam stabilitas di Asia Tenggara. Kelompok Milisi yang menduduki Marawi
membuktikan bahwa milisi tersebut mempunyai kekuatan yang harus
diperhitungkan. Terlebih lagi terungkap bahwa ada milisi asing dari berbagai
negara yang ikut bergabung. Meskipun jumlahnya tidak sangat besar, namun
kelompok milisi ini merepotkan pemerintah Filipina.
Siapapun pelakunya dan apapun afiliasinya, milisi yang
melakukan aksi di Marawi adalah kelompok teroris. Kelompok tersebut sudah
melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang lain untuk menciptakan
ketakutan bagi pihak lain.
Teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan
kekejaman oleh seseorang atau golongan. Teroris adalah orang yang menggunakan
kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik;
penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendefinisikan
terorisme sebagai "kekerasan yang direncanakan, bermotivasi politik,
ditujukan terhadap target-target yang tidak bersenjata oleh kelompok-kelompok
sempalan atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk mempengaruhi
khalayak (Hudson dan Mejeska, 1992:12).
Aksi terorisme dipilih menjadi suatu model oleh orang,
kelompok atau organisasi tertentu untuk memaksakan tujuannya. Kelompok (teroris)
itu memiliki pilihan-pilihan atau nilai kolektif dan menjatuhkan pilihan pada
terorisme sebagai pilihan aksi utama yang mengabaikan serangkaian alternatif
lainnya (Crenshaw, 2003).
Analis lain seperti Post (1986) menyatakan bahwa mereka
(teroris) melakukan aksi teroris bukan pada pilihan taktis atau strategis,
tapi karena secara kepribadian membutuhkan musuh dari luar untuk disalahkan.
Hal ini merupakan mekanisme dominan karakteristik destruktif.
Pilihan atas aksi teror dibanding oleh aksi atau cara lain
untuk mewujudkan cita-cita orang, kelompok atau negara, dengan demikian bisa
disimpulkan, disebabkan oleh beberapa hal, yaitu teror adalah cara paling
efektif untuk menunjukkan eksistensi kelompok minoritas atau marginal,
kemudian teror cermin dan implikasi atas kepribadian pemimpin kelompok yang
tidak sehat dan menjadi kultur kelompok secara umum.
Selain itu, teror merupakan implikasi atas pemahaman suatu
doktrin atau ajaran kekerasan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai
cita-cita, terutama dianut oleh kelompok-kelompok garis keras/radikal dengan
latar belakang sentimen teologis atau politis yang membuat perbedaan ekstrim
dengan kelompok lain.
Ancaman bagi Indonesia?
Cara yang dilakukan ISIS untuk mewujudkan keinginan
membangun khilafah di dunia adalah dengan melakukan teror. Tentu saja cara
yang dilakukan oleh kelompok radikal ini mendapat perlawanan dari banyak
pihak.
Pasukan multinasional yang dipimpin oleh Amerika melakukan
gempuran terhadap ISIS di Irak dan Suriah. ISIS melakukan perlawanan, tidak
hanya di Irak dan Suriah tapi penetrasi langsung di negara-negara yang
melawan ISIS lainnya seperti Inggris dan Prancis.
Perlawanan ISIS dilakukan dengan aksi-aksi teror sporadis
tapi mematikan. Indonesia akhir-akhir ini juga menjadi daerah sasaran aksi
teror dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Aksi bom Thamrin dan
Kampung Melayu adalah aksi teror yang diakui oleh ISIS.
Aksi lain yang dilakukan oleh pelaku tunggal (lone wolf)
ditengarai juga karena pengaruh dari ISIS seperti yang terjadi pada
penyerangan polisi di Tangerang, Gereja Katolik Medan, dan Samarinda. Aksi
lain seperti yang terjadi pada teror kepada polisi di Jawa Timur dan bom
Cicendo dilakukan oleh kelompok radikal (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.
ISIS dikategorikan sebagai salah satu ancaman bagi
Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa terdapat simpatisan ISIS di Suriah yang
berasal dari Indonesia, termasuk Bahrun Naim, yang selama ini diduga menjadi
aktor intelektual aksi teror di Thamrin dan Kampung Melayu.
Selain itu di Indonesia terdapat beberapa kelompok radikal
yang menjadi pendukung ISIS. Faktor pendukung ancaman ISIS bagi Indonesia
adalah adanya narapidana dan mantan narapidana kasus terorisme yang
berpotensi melakukan aksi teror kembali sebagai bentuk dukungan kepada ISIS.
Informasi dari sumber BNPT menyatakan bahwa saat ini
terdapat 250 napi terorisme yang tersebar di 77 lapas dan 1 rutan. Mantan
napi terorisme 600 orang, namun yang diketahui keberadaannya baru 184 orang,
416 mantan napi terorisme tidak diketahui keberadaannya.
Dalam kasus paling hangat di Marawi, terdeteksi ada
beberapa WNI yang bergabung dengan milisi pendukung ISIS yang bertempur
melawan pasukan pemerintah Filipina.
Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa ancaman aksi
teror oleh kelompok radikal terutama yang berafiliasi dengan ISIS adalah hal
nyata. Kesiapsiagaan pemerintah untuk mendeteksi dan mencegah ancaman ISIS di
Indonesia, terutama pasca aksi teror kelompok ISIS di Marawi, harus disiapkan
dan dikuatkan secara maksimal.
Deteksi dan Cegah Dini
Intelijen menjadi garda terdepan dalam melakukan deteksi
ancaman terorisme. Kelompok radikal bergerak dengan senyap untuk menyiapkan
aksi teror atau perlawanan bersenjata secara terbuka. Proses infiltrasi
kelompok radikal ke suatu daerah, melakukan penggalangan, dan persiapan untuk
melakukan aksi, bisa dideteksi oleh intelijen.
Fungsi intelijen adalah melakukan deteksi dini dan
pencegahan dini. Tentu saja cara-cara tersebut dilakukan secara tertutup dan
tidak diketahui secara umum. Keterbatasan kewenangan intelijen bisa membuat
intelijen sebagai pendeteksi dini tapi tidak bisa melakukan pencegahan dini.
Tumpulnya intelijen karena kewenangannya yang terbatas ini
menjadi celah yang menarik bagi kelompok radikal untuk melakukan aksinya.
Radikalisasi yang menjadi penyebab aksi teror harus
dicegah dan dilawan. Pencegahan radikalisasi (kontra radikalisasi) yaitu
dengan melawan paham radikal supaya tidak masuk dan berkembang pada suatu
orang atau kelompok.
Kontra radikalisasi sebaiknya dilakukan mulai tahap dini
dari keluarga seperti mengajarkan toleransi, menerima perbedaan sebagai suatu
kenyataan dan kekayaan bangsa. Kontra radikalisasi bisa juga dilakukan oleh
pemuka agama yang mengajarkan nilai-nilai agama yang luhur, suci, dan saling mengasihi
antar umat manusia.
Jika nilai-nilai tersebut tertanam kepada setiap orang
sejak dini maka akan menjadi benteng terhadap paham radikal.
Terkait dengan aksi ISIS di Marawi, Indonesia harus
waspada. Terdapat celah-celah kerawanan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan
oleh kelompok ISIS untuk melakukan hal yang sama di Indonesia. Daya tarik
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dan adanya
kelompok-kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS sangat kuat.
Celah kerawanan dari sisi geografis juga cukup besar.
Dengan negara kepulauan dan banyaknya titik perbatasan dengan negara lain,
menjadi celah masuknya kelompok radikal ke Indonesia. Bahkan tanpa dimasuki
dari luar, di dalam Indonesia sendiri sudah banyak yang radikal dan melakukan
aksi teror di bawah kendali ISIS.
Tentu saja hal ini memudahkan masuknya orang dari luar
untuk bergabung dengan kelompok radikal yang sudah eksis di Indonesia.
Pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan menutup
celah-celah kerawanan yang ada di Indonesia agar tidak menjadi jalan bagi
kelompok radikal untuk masuk dan eksis serta menjalankan aksinya. Celah
kerawanan yang harus dicegah adalah secara fisik yaitu sistem pengamanan yang
lebih kuat seperti di jalur laut dan darat serta pintu-pintu kedatangan orang
dari luar negeri.
Intelijen pasti sudah punya data terhadap orang yang
bergabung atau menjadi simpatisan ISIS. Jika mereka datang melalui pintu
kedatangan resmi, bisa diamankan dan dicegah untuk melakukan aksi lebih jauh.
Namun, jika mereka melalui pintu tidak resmi maka
intelijen harus bekerja sama dengan masyarakat dan komponen lain untuk
meningkatkan radar sosialnya atas keberadaan orang-orang baru, atau orang
yang lama meninggalkan daerahnya.
Pencegahan aksi teror juga bisa dilakukan melalui bantuan
teknologi. Arus percakapan orang yang diindikasikan berpotensi melakukan aksi
teror bisa dipantau dan diselidiki. Selain itu transaksi keuangan sebagai
modal untuk melakukan aksi juga bisa dicermati. Kombinasi bantuan teknologi
dan kinerja intelijen diharapkan menjadi sistem deteksi yang efektif sehingga
bisa menjadi dasar untuk melakukan pencegahan.
Indonesia Masih Kuat?
Aksi kelompok radikal seperti di Marawi masih sangat sulit
untuk dilakukan di Indonesia, kecuali jika ada dukungan luas dari masyarakat
dan ada akses senjata untuk melakukan perlawanan kepada aparat keamanan.
Indonesia sangat beruntung memiliki Polri, BIN, TNI dan
BNPT. Kemampuan aparat Indonesia cukup kuat untuk menutup celah penggalangan
kelompok radikal meluas di masyarakat. Selain itu pengawasan senjata di
Indonesia cukup baik dilakukan oleh aparat keamanan sehingga penggunaan
senjata ilegal dapat dikendalikan dengan baik.
Namun, ancaman ISIS bagi Indonesia tidak bisa diremehkan.
Simpatisan ISIS yang merupakan perseorangan dan kelompok berkali-kali
menunjukkan eksistensinya. Jika mereka melebarkan sayap, melakukan
propaganda, perekrutan, dan pelatihan untuk melakukan aksi teror, maka jika
ada momentum yang tepat aksi teror terjadi di Indonesia.
Aparat keamanan, pertahanan dan intelijen diyakini mampu
untuk mendeteksi dan mencegah radikalisasi dan terorisme. Aksi-aksi teror
secara sporadis sangat memungkinkan terjadi lagi di Indonesia, mengingat
titik rawan untuk celah masuk dan eksistensi sel-sel kelompok radikal masih
ada. Selama masyarakat tidak tergalang secara masif oleh kelompok radikal,
dan kinerja aparat cukup baik maka aksi ISIS seperti di Marawi dapat dicegah.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar