Keluarga
Inklusif dalam Nawacita
Elfindri ; Profesor Ekonomi SDM, Universitas Andalas
|
KORAN
SINDO, 12 Juni 2017
Istilah
un-meet need biasa disebutkan dalam
pelayanan Keluarga Berencana (KB). Istilah ini sebenarnya mudah untuk
dimengerti.
Unmeet need
adalah suatu kondisi di mana keluarga (wanita) yang ingin menjarangkan
kelahiran atau menghentikan kehamilan tidak mendapatkan pelayanan KB. Tema
itulah yang disampaikan salah satu doktor ekonomi baru, Dr Irwan Muslim, dari
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Beliau merupakan dosen ilmu ekonomi
Universitas Bung Hatta dan mempertahankan disertasi di hadapan delapan
penguji.
Isu
un-meet need ini menjadi sangat penting mengingat persentase wanita yang
tidak mendapatkan pelayanan KB bahkan meningkatdari sekitar 8,6% pada 2002
menjadi sekitar 11,4% pada 2012. Belum ada data mutakhir berapa angka un-meet
need. Data yang diolah menunjukkan bahwa angka un-meet need ter – tinggi
berada pada kelompok 14- 16% pada usia 40-49 tahun, wanita yang sudah punya
anak 5+ ingin KB tapi tidak mendapatkan pelayanan sebesar 20,6%, dan kelompok
rumah tangga termiskin sebesar 13,5%.
Bahkan
yang menarik lagi adalah kelompok-kelompok yang berisiko tinggi tidak
terlayani, itu masuk kategori KB Inklusif. Disimpulkan dalam 10 tahun
terakhir, belum terlayaninya keperluan ibu ber-KB menjadi sorotan penting
yang membuat angka kelahiran nasional masih tetap semenjak 2002 sampai tahun
2012 sebesar 2,6 per wanita kawin. Padahal dalam Nawacita jelas disebutkan
bahwa Presiden Jokowi-Wapres JK ingin membangun dari pinggiran.
Membangun
yang dapat menjangkau keluarga-keluarga yang belum beruntung. Pemaknaan pinggiran ini tidak saja di pinggir dan perbatasan, tetapi lebih luas dari itu,
yaitu pelayanan untuk kelompok-kelompok keluarga inklusif, baik untuk akses
ekonomi, finansial, pelayanan kesehatan dan KB maupun pekerjaan.
Dengan
demikian dirasa tepat disertasi Doktor Irwan berisikan analisis faktor yang
dapat memperbaiki/menurunkan angka un-meet need atau meningkatkan
keterlayanan wanita yang ingin menghentikan kehamilan dan/atau menunda
kehamilan. Karena yang menjadi fokus kajian adalah menemukan faktor
nonekonomi yang dapat dideteksi karena faktor ekonomi baru penting sepanjang
kontrasepsi tersedia sesuai dengan hukum pasar.
Penanganan
ketersediaan kontrasepsi pada umumnya di sediakan pemerintah sehingga faktor
ekonomi yang di ukur lebih pada biaya alternatif non ekonomi yang digunakan,
di antaranya penggunaan jenis alat kontrasepsi serta bentuk-bentuk komunikasi
yang dapat digunakan agar pelayanan kon trasepsi dapat lebih di tingkatkan
untuk menjangkau wanita dan pria yang ingin membatasi kelahiran ini.
Hal yang Baru
Setidaknya
dua hal yang baru ditemukan dalam disertasi ini.
Pertama,
karena dalam new home economics, dalam sebuah rumah tangga kesepakatan
terbaik ditemukan dari hasil diskusi dan keputusan bersama antara suami
istri, sebenarnya penggunaan alat kontrasepsi ini sebaiknya dilakukan atas
diskusi dan kesepakatan antara suami dan istri.
Saudara
Irwan mencoba mengembangkan lagi, selain diskusi suami-istri, bagaimana istri
juga memperoleh ”ekspose” hubungan komunikasi dengan wanita lain (kalau bisa
yang lebih terdidik) yang ada tinggal menjadi tetangga mereka. Hasil
pengamatan beliau dengan menggunakan data Survei Demografi Kesehatan (SDKI)
2012 menghasilkan temuan yang menarik. Selain diskusi antara suami dan istri
dalam rumah tangga dapat meningkatkan probabilitas mereka mem peroleh
pelayanan KB, interaksi ibu-ibu di desa-desa juga menghasilkan manfaat
positif.
Artinya
semakin baik interaksi ibu-ibu, semakin menumbuhkan modal sosial baru yang
dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan KB. Kenapa? Karena ibu akan
memperoleh externalities jika mereka mendapatkan masukan dari wanita lain di
desa mereka. Diskusi tentang KB dan kontrasepsi tentu tidak mudah karena
sebagian mereka akan merasa malu terbuka menceritakan hal ini kepada suami
masing-masing. Metode mengembangkan kelompok-kelompok ibu-ibu, mirip
Dasawisma tahun 1990-an, secara empiris menghasilkan nilai eksternalitas yang
tinggi.
Kedua,
jika wanita ingin pintar agar merencanakan keluarga, melalui kepesertaan KB,
pertanyaannya siapa yang paling berperan di desa? Pertanyaan ini sangat
penting agar unsurunsur yang ada di perdesaan maupun di perkotaan dapat
dikapitalisasi untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.
Tiga
pelaku utama yang potensial, bidan, petugas KB atau kepala desa? Ketiga peran
ini dapat dipelajari dari data SDKI. Hasil kajian menunjukkan bahwa peranan
petugas KB sama pentingnya dengan peranan bidan. Kehadiran kedua unsur ”agen”
di desa dan kota telah meningkatkan tingkat keterlayanan KB untuk wanita
menjadi meningkat. Namun sebaliknya peranan kepala desa tidak demikian dan
bahkan memperlihatkan hasil yang sebaliknya.
Kepala
desa yang aktif diperlihatkan oleh semakin tingginya ketidak terlayanan di
desa dan perkotaan. Oleh karenanya fungsi kepala desa sebaiknya tidak lagi
mendapatkan beban tambahan untuk persoalan informasi, komunikasi, dan edukasi
dalam program KB.
Implikasi
Dari
hasil kajian un-meet need demikian, upaya untuk meningkatkan keterjangkauan
layanan KB dapat dilakukan melalui pemantapan program KB Inklusif (Elfindri
dan Jalal, 2014). KB inklusif tentunya mem buat makna bahwa meningkatkan
keterjangkauan, layanan kelompok yang sulit merupakan salah satu jawaban dari
persoalan yang ingin dipecahkan oleh Nawacita.
Pertama,
memastikan ketersediaan sistem pelayanan di daerah yang masuk pada kategori
tertinggal, terpencil, dan perbatasan (gaciltas) termasuk pulau-pulau.
Keberadaan bidan bersama kader desa-kota mesti berjalan sistemnya, artinya
perlu dibangun sistem pelayanan di desa-desa tersulit.
Kedua,
pemerintah daerah tidak saja dapat menjalankan program pelayanan untuk
berbagai keperluan, tetapi juga menegaskan bahwa membangun dan menjamin
ketersediaan pelayanan di daerah yang masuk kategori inklusif merupakan
sebuah hal yang mutlak diwujudkan pada masa yang akan datang.
Ketiga,
konsolidasi untuk memetakan per kecamatan seluruh Indonesia, mana
daerahdaerah yang paling sulit untuk dijangkau selama ini, kemudian upaya
secara bergotong-royong menyediakan pelayanan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar