Pendidikan
dan Otonomi Guru
Fachrurrazi ; Guru di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Aceh
|
MEDIA
INDONESIA, 12 Juni 2017
OTONOMI ialah sebuah istilah yang berarti
bahwa seseorang mempunyai kewenangan dan kebebasan bertindak dan melakukan
sesuatu. Pemberian otonomi dalam dunia pendidikan memerlukan banyak guru
kreatif karena free will dalam
pekerjaannya. Artinya, guru akan bekerja secara otonom dalam mengembangkan
bahan ajar dan metode ajarnya.
Tak perlulah guru didikte pihak-pihak lain
agar mengikuti prosedur tertentu dalam mengajar. Ia akan mengajar dengan
sangat baik jika ia dapat menerapkan semua ide-idenya di kelas.
Guru seharusnya seorang yang dilatih khusus
sehingga ia paham kebutuhan anak didiknya dan mampu bertindak memenuhi
kebutuhan itu.
Bagaimana kita bisa memberikan otonomi
penuh pada seorang guru?
Hal paling utama harus ditanamkan pada diri
seorang guru ialah pentingnya memberi kepercayaan pada orang lain. Pihak-pihak dalam lingkungan sekolah harus
percaya bahwa seorang guru ialah seorang profesional yang di-training khusus
untuk menghadapi segala tantangan di bidangnya. Hal ini perlu dipahami pihak
otoritas sekolah agar mereka bisa memperluas ruang gerak guru bekerja dan
memberikan kebebasan berimprovisasi dalam mengajar. Para orangtua juga harus
memberikan kepercayaan penuh.
Guru
yang meriset
Guru ialah periset aktif yang setiap hari
berhadapan dengan informasi baru dalam kelasnya. Guru mengajar dan meriset. Hasil
risetnya menambah pengetahuannya dan melengkapi informasi keilmuannya.
Seterusnya ia bekerja dengan berbekal
informasi itu.
Ia akan mulai menjadi fasilitator belajar
semua siswanya sekaligus menjadi periset yang menemukan hal baru dan menarik
seputaran dunia pengajaran. Ia mengobservasi, mewawancarai, dan mencatat
semua hal berkaitan temuan barunya agar bisa menuliskan kembali pengalamannya
untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Ada banyak metode penelitian yang bisa
digunakan guru di ruang kelas.
Beberapa metode aplikatif di kelas ialah
penelitian tindakan kelas, penelitian survei, kasus, dll. Dewasa ini para
ilmuan memanfaatkan segala kegiatan di ruang kelas sebagai bahan penelitian.
Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
metode mengajar, second language learning & acquisition, sosio atau
psikolinguisik atau bahkan discourse analysis perlu diuji coba di ruang kelas
secara terbatas sebelum dinyatakan pantas, tepat, dan cocok diterapkan secara
umum di sekolah.
Di sinilah ruang gerak guru periset
bekerja.
Guru bisa bekerja secara mandiri dengan
kelebihannya yang menguasai lapangan (ruang kelas) atau juga bekerja sama
dengan para ilmuan yang menguasai teori.
Layaknya seorang profesional, guru perlu
melakukan penelitian.
Salah satu yang paling tepat ialah
penelitian di ruang kelasnya sendiri karena segala macam kegiatan atau 'aksi
tindakan kelas' ini merupakan ranah yang sangat dipahami.
Guru sebagai 'pemilik' ruang kelas yang
sudah dijadikan sebagai lapangan sekaligus laboratorium penelitian oleh para
ilmuan harus secara aktif ikut menumpahkan perhatiannya pada
kegiatan-kegiatan kelas dimaksud.
Purwoko (2010) mengatakan para guru harus
mulai mengamati dan meneliti dan akhirnya melaporkannya dalam bentuk
publikasi agar profesionalitas para guru terus berkembang dan fenomena
kegiatan kelas yang sayang untuk diabaikan itu semakin terekspos dan terang
benderang sehingga pengetahuan berkembang pesat.
Siswa
yang otonom
Mengajar bukanlah kegiatan menceritakan
semua hal kepada siswa.
Demikian juga, belajar bukanlah konsekuensi
otomatis ketika semua informasi dituangkan ke dalam otak dan benak siswa. Sebaliknya,
belajar memerlukan keterlibatan mental, kerja, dan partisipasi aktif. Belajar
aktif menuntut siswa mengerjakan banyak sekali tugas. Siswa secara mandiri
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan
apa yang mereka pelajari. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik siswa
perlu mendengarnya, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahas dengan orang
lain. Seterusnya tahapan yang paling penting, bagaimana siswa mengerjakannya,
yakni menggambarkan dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contoh,
mempraktikkan keterampilan dan mengerjakan tugas.
Agar siswa mendapatkan kesempatan
mempraktikkan semua hal di atas, siswa harus mendapatkan otonominya secara
utuh. Siswa juga agen yang otonom. Ibarat otonomi sang guru, siswa juga harus
diberikan kebebasan luas dalam belajar. Janganlah guru membatasi siswa
mengerjakan hanya latihan-latihan yang disiapkan guru. Berilah kebebasan
siswa berlatih dengan materi latihan pilihannya sendiri. Janganlah rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dirancang kaku dengan langkah kerja sangat
prosedural sehingga siswa harus melakukan kegiatan sangat rigid dalam setiap
pelajaran.
Idealnya, guru merancang sebuah rancangan
pembelajaran yang fleksibel dan menyediakan ruang kreativitas siawa untuk
menerapkan ide pribadinya dalam menyelesaikan latihan-latihan pada setiap
pelajaran.
Siswa harus diarahkan saling membantu dan
bekerja dalam kelompok untuk mencapai atau mengalami sebuah proses
pembelajaran.
Guru dalam sebuah kegiatan kelas hanya
bertugas mengarahkan peserta pembelajaran dan peran guru tidak terstruktur
dalam kegiatan apa pun.
Siswa bekerja sama dengan peer atau
berkelompok.
Untuk bahan konsultasi, sudah banyak sekali
buku yang menyajikan kegiatan yang bisa dilakukan di kelas agar siswa semakin
aktif.
Beberapa tema yang dibahas seperti memperkenalkan
belajar aktif, menjadikan siswa aktif sejak awal pembelajaran, membantu
mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif, dan bagaimana
menjadikan belajar tidak terlupakan?
Tema-tema itu dilengkapi strategi-aplikatif
yang bisa dilakukan guru dan siswa di ruang kelas seperti yang disarankan
oleh Silberman (2006) dalam bukunya Active Learning.
Adalah independensi yang membuat setiap
profesi itu mampu mengeluarkan seluruh potensinya. Dengan kebebasan dimaksud,
setiap individu mampu memaksimalkan dan berimprovisasi untuk memberikan
segalanya dalam pekerjaannya. Ia juga akan merasa sangat dihargai karena
dipercaya dan diberikan keleluasaan bertindak.
Selain itu, ada hubungan yang saling
memengaruhi antara otonomi dan kompetensi seseorang. Artinya, jika otonomi
seseorang ditambah, secara signifikan tingkat kompetensinya membaik. Demikian
juga, jika otonominya dikurangi, secara signifikan tingkat kompetensinya
berkurang. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kompetensi
seseorang ialah meningkatkan otonomi di bidang kerjanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar