Jumat, 09 Juni 2017

ISIS, Aksi di Marawi, dan Ancaman bagi Indonesia

ISIS, Aksi di Marawi, dan Ancaman bagi Indonesia
Stanislaus Riyanta ;  Pengamat Intelijen dan Terorisme;
Alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia
                                                     DETIKNEWS, 07 Juni 2017



                                                           
Aksi terorisme tidak bisa dipandang sebelah mata. Rangkaian aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini seperti di Manchester Inggris, Mesir, Marawi Filipina dan di Jakarta, merupakan sebuah aksi teror yang serius hingga menimbulkan korban jiwa manusia. ISIS menjadi kelompok radikal yang paling disorot dalam aksi-aksi teror yang terjadi di dunia saat ini. Hal ini tidak lepas dari pengakuan mereka sendiri yang menyatakan terlibat.

Aksi ISIS di Marawi menjadi kekhawatiran karena bisa mengancam stabilitas di Asia Tenggara. Kelompok Milisi yang menduduki Marawi membuktikan bahwa milisi tersebut mempunyai kekuatan yang harus diperhitungkan. Terlebih lagi terungkap bahwa ada milisi asing dari berbagai negara yang ikut bergabung. Meskipun jumlahnya tidak sangat besar, namun kelompok milisi ini merepotkan pemerintah Filipina.

Siapapun pelakunya dan apapun afiliasinya, milisi yang melakukan aksi di Marawi adalah kelompok teroris. Kelompok tersebut sudah melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang lain untuk menciptakan ketakutan bagi pihak lain.

Teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik; penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendefinisikan terorisme sebagai "kekerasan yang direncanakan, bermotivasi politik, ditujukan terhadap target-target yang tidak bersenjata oleh kelompok-kelompok sempalan atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk mempengaruhi khalayak (Hudson dan Mejeska, 1992:12).

Aksi terorisme dipilih menjadi suatu model oleh orang, kelompok atau organisasi tertentu untuk memaksakan tujuannya. Kelompok (teroris) itu memiliki pilihan-pilihan atau nilai kolektif dan menjatuhkan pilihan pada terorisme sebagai pilihan aksi utama yang mengabaikan serangkaian alternatif lainnya (Crenshaw, 2003).

Analis lain seperti Post (1986) menyatakan bahwa mereka (teroris) melakukan aksi teroris bukan pada pilihan taktis atau strategis, tapi karena secara kepribadian membutuhkan musuh dari luar untuk disalahkan. Hal ini merupakan mekanisme dominan karakteristik destruktif.

Pilihan atas aksi teror dibanding oleh aksi atau cara lain untuk mewujudkan cita-cita orang, kelompok atau negara, dengan demikian bisa disimpulkan, disebabkan oleh beberapa hal, yaitu teror adalah cara paling efektif untuk menunjukkan eksistensi kelompok minoritas atau marginal, kemudian teror cermin dan implikasi atas kepribadian pemimpin kelompok yang tidak sehat dan menjadi kultur kelompok secara umum.

Selain itu, teror merupakan implikasi atas pemahaman suatu doktrin atau ajaran kekerasan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita, terutama dianut oleh kelompok-kelompok garis keras/radikal dengan latar belakang sentimen teologis atau politis yang membuat perbedaan ekstrim dengan kelompok lain.

Ancaman bagi Indonesia?

Cara yang dilakukan ISIS untuk mewujudkan keinginan membangun khilafah di dunia adalah dengan melakukan teror. Tentu saja cara yang dilakukan oleh kelompok radikal ini mendapat perlawanan dari banyak pihak.

Pasukan multinasional yang dipimpin oleh Amerika melakukan gempuran terhadap ISIS di Irak dan Suriah. ISIS melakukan perlawanan, tidak hanya di Irak dan Suriah tapi penetrasi langsung di negara-negara yang melawan ISIS lainnya seperti Inggris dan Prancis.

Perlawanan ISIS dilakukan dengan aksi-aksi teror sporadis tapi mematikan. Indonesia akhir-akhir ini juga menjadi daerah sasaran aksi teror dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Aksi bom Thamrin dan Kampung Melayu adalah aksi teror yang diakui oleh ISIS.

Aksi lain yang dilakukan oleh pelaku tunggal (lone wolf) ditengarai juga karena pengaruh dari ISIS seperti yang terjadi pada penyerangan polisi di Tangerang, Gereja Katolik Medan, dan Samarinda. Aksi lain seperti yang terjadi pada teror kepada polisi di Jawa Timur dan bom Cicendo dilakukan oleh kelompok radikal (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.

ISIS dikategorikan sebagai salah satu ancaman bagi Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa terdapat simpatisan ISIS di Suriah yang berasal dari Indonesia, termasuk Bahrun Naim, yang selama ini diduga menjadi aktor intelektual aksi teror di Thamrin dan Kampung Melayu.

Selain itu di Indonesia terdapat beberapa kelompok radikal yang menjadi pendukung ISIS. Faktor pendukung ancaman ISIS bagi Indonesia adalah adanya narapidana dan mantan narapidana kasus terorisme yang berpotensi melakukan aksi teror kembali sebagai bentuk dukungan kepada ISIS.

Informasi dari sumber BNPT menyatakan bahwa saat ini terdapat 250 napi terorisme yang tersebar di 77 lapas dan 1 rutan. Mantan napi terorisme 600 orang, namun yang diketahui keberadaannya baru 184 orang, 416 mantan napi terorisme tidak diketahui keberadaannya.

Dalam kasus paling hangat di Marawi, terdeteksi ada beberapa WNI yang bergabung dengan milisi pendukung ISIS yang bertempur melawan pasukan pemerintah Filipina.

Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa ancaman aksi teror oleh kelompok radikal terutama yang berafiliasi dengan ISIS adalah hal nyata. Kesiapsiagaan pemerintah untuk mendeteksi dan mencegah ancaman ISIS di Indonesia, terutama pasca aksi teror kelompok ISIS di Marawi, harus disiapkan dan dikuatkan secara maksimal.

Deteksi dan Cegah Dini

Intelijen menjadi garda terdepan dalam melakukan deteksi ancaman terorisme. Kelompok radikal bergerak dengan senyap untuk menyiapkan aksi teror atau perlawanan bersenjata secara terbuka. Proses infiltrasi kelompok radikal ke suatu daerah, melakukan penggalangan, dan persiapan untuk melakukan aksi, bisa dideteksi oleh intelijen.

Fungsi intelijen adalah melakukan deteksi dini dan pencegahan dini. Tentu saja cara-cara tersebut dilakukan secara tertutup dan tidak diketahui secara umum. Keterbatasan kewenangan intelijen bisa membuat intelijen sebagai pendeteksi dini tapi tidak bisa melakukan pencegahan dini.

Tumpulnya intelijen karena kewenangannya yang terbatas ini menjadi celah yang menarik bagi kelompok radikal untuk melakukan aksinya.

Radikalisasi yang menjadi penyebab aksi teror harus dicegah dan dilawan. Pencegahan radikalisasi (kontra radikalisasi) yaitu dengan melawan paham radikal supaya tidak masuk dan berkembang pada suatu orang atau kelompok.

Kontra radikalisasi sebaiknya dilakukan mulai tahap dini dari keluarga seperti mengajarkan toleransi, menerima perbedaan sebagai suatu kenyataan dan kekayaan bangsa. Kontra radikalisasi bisa juga dilakukan oleh pemuka agama yang mengajarkan nilai-nilai agama yang luhur, suci, dan saling mengasihi antar umat manusia.

Jika nilai-nilai tersebut tertanam kepada setiap orang sejak dini maka akan menjadi benteng terhadap paham radikal.

Terkait dengan aksi ISIS di Marawi, Indonesia harus waspada. Terdapat celah-celah kerawanan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok ISIS untuk melakukan hal yang sama di Indonesia. Daya tarik Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dan adanya kelompok-kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS sangat kuat.

Celah kerawanan dari sisi geografis juga cukup besar. Dengan negara kepulauan dan banyaknya titik perbatasan dengan negara lain, menjadi celah masuknya kelompok radikal ke Indonesia. Bahkan tanpa dimasuki dari luar, di dalam Indonesia sendiri sudah banyak yang radikal dan melakukan aksi teror di bawah kendali ISIS.

Tentu saja hal ini memudahkan masuknya orang dari luar untuk bergabung dengan kelompok radikal yang sudah eksis di Indonesia.

Pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan menutup celah-celah kerawanan yang ada di Indonesia agar tidak menjadi jalan bagi kelompok radikal untuk masuk dan eksis serta menjalankan aksinya. Celah kerawanan yang harus dicegah adalah secara fisik yaitu sistem pengamanan yang lebih kuat seperti di jalur laut dan darat serta pintu-pintu kedatangan orang dari luar negeri.

Intelijen pasti sudah punya data terhadap orang yang bergabung atau menjadi simpatisan ISIS. Jika mereka datang melalui pintu kedatangan resmi, bisa diamankan dan dicegah untuk melakukan aksi lebih jauh.

Namun, jika mereka melalui pintu tidak resmi maka intelijen harus bekerja sama dengan masyarakat dan komponen lain untuk meningkatkan radar sosialnya atas keberadaan orang-orang baru, atau orang yang lama meninggalkan daerahnya.

Pencegahan aksi teror juga bisa dilakukan melalui bantuan teknologi. Arus percakapan orang yang diindikasikan berpotensi melakukan aksi teror bisa dipantau dan diselidiki. Selain itu transaksi keuangan sebagai modal untuk melakukan aksi juga bisa dicermati. Kombinasi bantuan teknologi dan kinerja intelijen diharapkan menjadi sistem deteksi yang efektif sehingga bisa menjadi dasar untuk melakukan pencegahan.

Indonesia Masih Kuat?

Aksi kelompok radikal seperti di Marawi masih sangat sulit untuk dilakukan di Indonesia, kecuali jika ada dukungan luas dari masyarakat dan ada akses senjata untuk melakukan perlawanan kepada aparat keamanan.

Indonesia sangat beruntung memiliki Polri, BIN, TNI dan BNPT. Kemampuan aparat Indonesia cukup kuat untuk menutup celah penggalangan kelompok radikal meluas di masyarakat. Selain itu pengawasan senjata di Indonesia cukup baik dilakukan oleh aparat keamanan sehingga penggunaan senjata ilegal dapat dikendalikan dengan baik.

Namun, ancaman ISIS bagi Indonesia tidak bisa diremehkan. Simpatisan ISIS yang merupakan perseorangan dan kelompok berkali-kali menunjukkan eksistensinya. Jika mereka melebarkan sayap, melakukan propaganda, perekrutan, dan pelatihan untuk melakukan aksi teror, maka jika ada momentum yang tepat aksi teror terjadi di Indonesia.

Aparat keamanan, pertahanan dan intelijen diyakini mampu untuk mendeteksi dan mencegah radikalisasi dan terorisme. Aksi-aksi teror secara sporadis sangat memungkinkan terjadi lagi di Indonesia, mengingat titik rawan untuk celah masuk dan eksistensi sel-sel kelompok radikal masih ada. Selama masyarakat tidak tergalang secara masif oleh kelompok radikal, dan kinerja aparat cukup baik maka aksi ISIS seperti di Marawi dapat dicegah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar