Upaya
Memberantas Mafia Migas
Joko Riyanto ; Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret (UNS) Surakarta
|
KORAN
TEMPO, 20 November 2014
Pemerintah
berupaya memutus mata rantai mafia pada sektor minyak dan gas bumi yang
menguasai perdagangan dan industri migas. Upaya tersebut dilakukan dengan
membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri.
Negeri
ini nyaris tidak memiliki kuasa atas kandungan minyak di buminya sendiri.
Dalam buku Mafia Migas Vs Pertamina buah pena Ismantoro Dwi Yuwono (2004:
153), disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan asing menguasai migas dari hulu
sampai hilir. Mereka antara lain Caltex, Chevron, Unocal, BP, Exxon, dan
Shell. Perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki oleh negara-negara yang sejak
dulu menguasai migas di Indonesia, seperti Belanda, Inggris, dan Amerika.
Bahkan, untuk mengirim produk minyak mentah yang masih perlu diolah lagi,
banyak perusahaan asing yang berkantor di Singapura juga mendapat jatah
pekerjaan.
Dalam
buku Selamatkan Indonesia! karya
Amien Rais (2008), dipaparkan bahwa Kwik Kian Gie, seorang ekonom tangguh,
tidak bisa memahami keanehan tata niaga minyak Indonesia. Menurut Kwik,
angka-angka yang berhubungan dengan minyak dalam APBN cukup membingungkan.
Pemasukan minyak setelah dikurangi pos “subsidi” dalam APBN, menurut Kwik,
tidak pernah minus. Ketika harga BBM bersubsidi belum dinaikkan, angka
tersebut juga tidak pernah minus. Namun dikatakan pemerintah nombok. Kwik
mengajukan pertanyaan teknis: apakah semua angka yang berhubungan dengan
minyak ada dalam pembukuan PT Pertamina? Ataukah Pertamina hanya boleh
mengetahui sebagian saja, sedangkan sisanya tercecer di Departemen Keuangan,
BP Migas, Petral Singapura, dan berbagai instansi lainnya?
Ketidakpercayaan
kita dalam mengelola kekayaan migas secara mandiri akan menciptakan peluang
bagi ekonomi rente dan korupsi besar-besaran. Keengganan kita membangun
kilang-kilang minyak sendiri menyebabkan minyak mentah kita harus dijual ke
Singapura untuk diolah di sana. Muncullah perusahaan-perusahan trader minyak
mentah dan produk minyak bumi yang berebut tender. Tak jarang, supaya menang
tender, perusahaan asing itu menyuap pejabat kita.
Selama
ini, Kementerian ESDM seolah membiarkan tata kelola dalam bidang energi
menjadi amburadul dan tidak jelas. Ketidakjelasan itu terlihat dari banyaknya
perbedaan angka penerimaan negara pada sektor energi. Kementerian ESDM
sengaja tidak memperjelas dan menyatukan data publik agar kebocoran anggaran
dapat dinikmati pihak-pihak tertentu. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
kajiannya menemukan potensi pendapatan yang hilang hingga Rp 24 triliun lebih
pada sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Bahkan, ada potensi
pendapatan yang hilang sebesar Rp 2 triliun lebih per tahun hanya dari
setoran satu perusahaan tambang.
Praktek mafia migas terjadi sejak proses pembuatan UU sampai produksi
dan ekspor-impor migas. Karena itu, Tim Reformasi Tata Kelola Migas perlu
bekerja sama dengan KPK, kepolisian, kejaksaan, BPK, dan PPATK untuk
membongkar tuntas semua praktek kotor dalam sektor migas nasional, baik yang
terkait dengan izin konsesi, penghitungan cost
recovery, permainan dalam penunjukan trader yang menjual migas jatah
negara, serta permainan dalam rangka persetujuan atas pembayaran cost recovery, dengan pusat masalah di
Kementerian ESDM dan pemerintah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar