|
AKHIR-akhir ini, Amerika Serikat menuai protes atas penyadapan
telepon yang dilakukannya terhadap Inggris, Perancis, Jerman, dan beberapa
negara sahabat lain. AS diminta untuk memberikan penjelasan yang rinci tentang
tindakan spionase yang dilakukannya terhadap negara-negara sekutu dan
sahabatnya. Bahkan, Australia pun diprotes karena melakukan penyadapan terhadap
Indonesia.
Maaf… tetapi sesungguhnya, kegiatan spionase adalah kegiatan
yang biasa atau lazim dilakukan negara-negara di seluruh penjuru dunia,
termasuk Indonesia. Jadi perlukah kita marah-marah?
Yang dimaksud dengan kegiatan spionase, atau memata-matai,
itu adalah kegiatan yang melibatkan sebuah pemerintahan, perusahaan, atau
individu untuk memperoleh informasi rahasia, atau yang dianggap rahasia, tanpa
seizin dari pemilik informasi itu.
Informasi rahasia yang diincar adalah yang berhubungan dengan
musuh potensial untuk keperluan militer, atau melibatkan korporasi, atau
perusahaan, untuk kepentingan industri. Kegiatan spionase itu umumnya dilakukan
secara diam-diam, atau tersembunyi, karena kegiatan itu tidak disukai (oleh
pemilik informasi) dan dilakukan secara ilegal serta melawan hukum.
Cara pengumpulan informasi (rahasia) itu bermacam-macam.
Mulai dari mencarinya secara terbuka dengan melakukan lobi, atau mengamati
secara saksama berita atau artikel di media massa, hingga mencarinya secara
tertutup, misalnya dengan melakukan penyusupan, merekrut mata-mata, mengirimkan
pelajar atau mahasiswa untuk bersekolah atau studi di universitas, serta
menyadap saluran komunikasi dan telekomunikasi.
Itu sebabnya, saat membantah laporan beberapa pemberitaan
surat kabar terkemuka dunia yang mengutip dokumen rahasia yang dibocorkan oleh
eks analis dan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Edward Snowden yang
tinggal dalam pengasingan di Rusia, Direktur Intelijen Nasional AS James R
Clapper mengatakan, AS mengumpulkan informasi intelijen dengan cara yang sama
seperti yang dilakukan negara-negara lain.
Namun, jika benar AS menyadap pembicaraan telepon ataupun e-mail dari
kepala pemerintahan dari negara-negara sekutu atau sahabatnya, itu bisa
dikatakan kebablasan. Tindakan seperti itu sukar diterima, apa pun alasannya.
Sejak
lama
Kegiatan spionase sudah ada sejak lama. Cerita soal spionase
sudah ada dalam kisah-kisah sastra Yunani pada abad IX dan abad VI sebelum
Masehi. Kisah Perang Troya, yang diikuti pengiriman patung kuda raksasa berisi
pasukan, yang dikenal dengan nama Kuda Troya, adalah salah satu kisah awal
tentang kegiatan spionase. Kisah senada juga muncul dalam tulisan tentang
strategi militer China dan India kuno, seperti Sun Tzu dan Chanakya.
Pada masa lalu, kegiatan spionase dilakukan sebagai usaha
untuk memenangi perang. Kegiatan spionase dilakukan untuk mengetahui peta
kekuatan dan kelemahan musuh sehingga perang dapat dimenangi. Namun, seiring
perjalanan waktu, kegiatan spionase juga meluas ke bidang-bidang lain, misalnya
untuk memperoleh informasi tentang industri unggulan yang dimiliki
negara-negara yang dianggap sebagai pesaing. Kita belum lupa ketika Uni Soviet
(kini Rusia) mengejutkan dunia, ketika dalam suatu pameran dirgantara negara
itu memajang pesawat tiruan Concorde, pesawat penumpang supersonik buatan
Perancis. Namun, pesawat tersebut meledak dan jatuh ketika bermanuver di
pameran itu.
Akhir-akhir ini, kegiatan spionase pun diarahkan untuk
memerangi segala bentuk terorisme dan mengungkap keberadaan senjata pemusnah
massal. Penyerbuan dan pembunuhan Osama bin Laden pada 2 Mei 2011 di kediaman
rahasianya di Pakistan adalah hasil kegiatan spionase yang panjang (selama
hampir 10 tahun).
Sadap-menyadap pun telah dilakukan sejak lama. Dari situlah
kemudian lahir bahasa sandi untuk menjaga kerahasiaan dari suatu informasi yang
dianggap sangat strategis. Keberhasilan sekutu mengungkap bahasa sandi yang
digunakan pasukan Jerman dalam Perang Dunia II membuat operasi kapal selam
Jerman bisa dilumpuhkan. Bahkan, sekutu pun berhasil memberikan informasi palsu
kepada Jerman mengenai lokasi di mana penyerbuan terakhir akan dilakukan.
Kekhawatiran akan penyadapan itulah yang membuat Kedutaan
Besar Jerman Barat untuk Indonesia di Jakarta (waktu itu) sempat protes ketika
Hotel Mandarin dibangun tahun 1978 di sebelahnya. Keadaan yang hampir sama juga
dialami oleh Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia di Jakarta ketika kompleks
pertokoan Plaza Indonesia dibangun di dekatnya awal 1990-an.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pembicaraan telepon,
termasuk juga telepon genggam, mudah untuk disadap. Demikian juga surat
elektronik atau e-mail. Itu sebabnya, saat akan mendaftarkan e-mail (membuka e-mail
account) diberi tahu bahwa internet itu bersifat terbuka karena itu tidak
disarankan melakukan komunikasi rahasia melalui internet atau e-mail.
Sayangnya orang seperti tidak memedulikan hal itu. Lihatlah
kasus penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini, yang
didasarkan pada pembicaraan melalui telepon genggam, layanan pesan singkat
(SMS), Blackberry Messenger (BBM), atau WhatsApp.
Walaupun sudah banyak orang yang ditangkap oleh KPK, tetap
saja masih banyak orang yang membicarakan hal-hal yang seharusnya ingin mereka
rahasiakan melalui telepon genggam.
Penyadapan yang dilakukan AS terhadap para kepala
pemerintahan negara-negara sekutunya itu memunculkan seloroh, yang menyebutkan,
Perdana Menteri India Manmohan Singh adalah satu-satunya pemimpin pemerintahan
yang kebal, alias tidak dapat disadap oleh AS. Mengingat PM India itu tidak
memiliki telepon genggam dan tidak mempunyai e-mail account.
Kalau tidak ingin disadap, berkomunikasilah secara pandai. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar