Islam
Nusantara
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 05 Januari 2018
Peringatan malam Tahun
Baru di Indonesia mungkin paling unik karena tidak ditemukan di negara lain.
Apa itu? Di berbagai masjid diadakan zikir dan ceramah keagamaan Islam.
Pada hal peralihan tahun
baru Masehi itu merupakan tradisi Barat yang Kristiani, masih menjadi
bagian dari perayaan Natal atau milad Yesus. Tentu oleh umat Islam diyakini
milad Nabi Isa, meskipun menyangkut tanggal menjadi perdebatan di kalangan
sejarawan dan hal ini jugadisadariolehkalangangereja.
Tetapi bagi mereka yang
penting adalah pemaknaan iman, bukan lagi perdebatan kalender. Lalu, apa
alasan umat Islam ikut merayakanTahun Baru, namun diisi dengan zikir dan
ceramah agama, padahal tahun baru Masehi merupakan tradisi Kristiani? Ada
sekelompok ulama yang menganggap bidah menyelenggarakan peringatan tahun baru
itu.
Jangankan pergantian tahun
Masehi, milad atau maulud Nabi Muhammad saja tidak disetujui sebagian ulama
itu, dengan alasan Rasulullah tidak pernah memperingati hari kelahirannya.
Makanya, mereka ini juga menganggap bidah terhadap pe rayaan tahun kelahiran
atau ulang tahun, ditambah lagi dengan meniup lilin.
Biasanya mereka menyebut
sebuah hadis, “Siapa yang meniru-niru peri laku satu kaum (kafir) maka akan
masuk pada golongan mereka.” Tetapi, ada juga yang me lihatnya dari sisi
budaya dan pendidikan. Pada malam Tahun Baru, daripada diisi hura-hura yang
tidak bermutu, bahkan cenderung mendekatkan pada tin dak an maksiat, bukankah
lebih baik diisi zikir dan peng ajian di masjid? Adapun pergantian tahun itu
adalah produk sejarah.
Produk budaya. Semasa Nabi
Isa ataupun Yesus hidup juga tak dikenal nyanyian gereja dan perayaan Tahun
Baru seperti seka rang ini. Itu semua adalah ijtihad budaya, bukan soal
keimanan. Jadi, selama dari sisi akidah dan iman tidak mengganggu, perayaan
tahun baru Masehi tidak apa-apa. Bahkan yang namanya tahun baru Hijriah
ketika masa hidup Rasulullah Muhammad juga belum dikenal.
Nabi Muhammad sendiri
dikenal hari kelahirannya dengan dikaitkan dengan kedatangan tentara gajah di
bawah Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Kakbah. Kreasi atau bidah budaya
keagamaan itu adalah khas kekayaan Islam Nusantara.
Tentu saja di berbagai
dunia Islam lain juga terjadi bidah budaya. Tetapi mungkin Indonesia pa ling
kaya ragamnya, meng ingat masyarakat Nusantara ini sangat ma je muk, plural,
dan sangat kental diwarnai oleh tradisi Hindu-Budha sebelum Islam datang.
Misalnya saja, di daerah
pesisir utara Jawa Tengah umat Islam sudah terbiasa menyembelih kerbau
sebagai hewan kurban, bukannya sapi. Dipilih kerbau agar tidak melukai
perasaan umat Hindu yang memuliakan sapi. Ini suatu sikap toleran yang sangat
bijak, tanpa menghilangkan esensi dan fungsi kurban.
Misalnya lagi, pemaknaan
baru terhadap tumpengan yang semula sebagai sesajen. Diubah maknanya sebagai
rasa syukur kepada Allah, makan an nya lalu dimakan ramai-ramai dan bangunan
gunungan tum peng serta makanan di kaki gunung an diberi makna baru.
Orang yang beriman, yang
tertuju ke pada Allah, hendaknya senan tiasa bersyukur dan senang ber bagi
kepada orang-orang di sekitar. Maka nya, di kaki gunungan tum peng itu
terdapat berbagai ragam makanan untuk di nik mati ramai-ramai.
Perilaku orang beriman itu
senantiasa melimpah, tidak mengancam orang-orang di sekitarnya, me lainkan
membawa rahmat dan damai. Dakwah seperti itulah yang dulu disampaikan Wali
Sanga sehingga dalam sejarah Islam, masuknya Islam ke Nusantara ini berlangsung
damai, bukan dengan penak luk an senjata.
Jadi, ajaran dasar Islam
itu sama. Isi rukun Islam dan rukun Iman itu sama. Tetapi penafsir an dan
kontekstualisasi dalam ranah sosial dan budaya bisa berbeda-beda. Sejarah
juga mencatat perkembangan sains dalam Islam pernah berkembang pesat ketika
Islam berbaur dan tertantang oleh budaya baru di luar tanah kelahirannya,
Mekkah dan Madinah.
Ilmu fikih, filsafat, dan
tasawuf pun begitu juga halnya. Dalam hal budaya dan sains, inovasi dan
kreasi atau bidah itu justru suatu kebutuhan. Tentang ekspresi keislaman
Nusantara ini bisa dikembangkan lagi secara panjang lebar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar