Rabu, 24 Januari 2018

Dukungan Harga untuk Petani

Dukungan Harga untuk Petani
M Husein  ;  Sawit Senior Advisor pada Center for Agriculture and People Support
                                                      KOMPAS, 23 Januari 2018



                                                           
Setiap tahun Bulog melakukan pengadaan gabah/beras dalam negeri, dimulai sejak awal 1970-an. Periode 2014-2016, rata-rata pengadaan mencapai 2,4 juta ton setara beras per tahun. Tahun lalu 2,1 juta ton. Bulog membeli gabah/ beras berpedoman pada harga administrasi, yaitu harga pembelian pemerintah atau HPP.

Pengadaan gabah/beras bertujuan melindungi petani padi dari kejatuhan harga, terutama pada waktu panen raya yang berlangsung Februari-Mei setiap tahun. Pada periode tersebut, panen padi berkisar 50-55 persen dari total produksi padi tahunan. Saat panen raya: iklim juga kurang bersahabat, curah hujan tinggi, infrastruktur pascapanen buruk, terutama penggilingan padi yang umumnya tidak dilengkapi  mesin pengering mekanis.

Pengusaha penggilingan padi enggan menyerap gabah yang terlalu banyak, apalagi kalau kualitas gabah rendah. Dalam situasi demikian, harga gabah biasanya anjlok, yaitu rendah, sebagian berada jauh di bawah ongkos produksi. Oleh karena itu, pengadaan Bulog dengan berpedoman pada HPP ”yang tepat” sangat membantu petani mengurangi risiko berusaha tani, menstimulasi peningkatan produksi dan pengurangan kemiskinan di perdesaan, pada saat yang sama ketersediaan beras dalam negeri lebih terjamin. 

Pengadaan gabah/beras publik Bulog terkait erat dengan stok publik. Manfaat stok publik di antaranya untuk intervensi pasar agar harga beras domestik stabil, yang berpengaruh positif ke pengendalian inflasi pangan.  Stok publik juga terkait dengan usaha membuka akses pangan untuk masyarakat miskin, seperti halnya program beras sejahtera (rastra).

Banyak negara di dunia menggunakan stok publik pangan yang dikaitkan dengan pengadaan dalam negeri dan dukungan harga untuk produsen dengan anggaran dari APBN. Ambil saja dua negara besar (jumlah penduduknya dan banyak orang miskin) yang mirip dengan Indonesia, yaitu China dan India. China menguasai stok publik untuk gandum, beras, dan jagung, yang dibeli dari petani pada tingkat harga dasar. Pengadaan beras atau gandum mencapai 12 juta ton atau 40 juta ton per tahun. Stok itu dimanfaatkan untuk keperluan stabilisasi harga dan program anti-kemiskinan. Semua itu dikelola China National Cereals Oil and Foodstuffs Import and Export Corporation sebagai lembaga BUMN.

India juga melakukan perlindungan harga petani, disebut minimum support price. Food Corporation of India (FCI) sebagai BUMN melakukan pengadaan dua komoditas, yaitu gandum dan beras untuk stok publik. Khusus beras, pengadaan 26 juta ton setiap tahun. Seterusnya stok publik dipakai untuk tujuan stabilisasi harga, serta program anti-kemiskinan, seperti food for work, toko catu.

Program bansos BPNT

Penyaluran publik beras Bulog dalam program rastra dihapus pada 2018, diganti dengan program BPNT (bantuan pangan non-tunai) yang merupakan program bantuan sosial. Program ini tentu tak terkait dengan stok publik, terpisah dengan pengadaan gabah/beras dalam negeri Bulog serta tak berhubungan dengan perlindungan terhadap petani padi. Pada saat pengadaan dalam negeri berkurang atau dihapus seiring dengan berkurangnya penyaluran publik, maka perlindungan terhadap petani juga berkurang atau bubar.

Program rastra adalah salah satu penyaluran publik penting dalam rangka ketahanan pangan dan dukungan kepada petani. Pada 2018, penyaluran rastra tinggal sepertiga menjadi 960.000 ton karena telah diambil alih program BPNT. Penyaluran rastra pada 2017 mencapai 2,6 juta ton, rata-rata penyaluran rastra periode 2014-2016 sebesar 3 juta ton.  Tahun ini, penyaluran publik beras Bulog sebagian di antaranya bagi CBP (cadangan beras pemerintah) yang mencapai 300.000 ton. 

Bulog telah mengantisipasi perubahan kebijakan itu dengan merancang stok awal tahun hanya 700.000-800.000 ton beras. Ini termasuk kecil dibandingkan dengan stok awal selama satu dekade terakhir yang berkisar 1,3 juta-1,5 juta ton. Dalam kaitan itu pula, Bulog diperkirakan akan mengurangi pengadaan beras dalam negeri, menjadi hanya 1 juta ton (2-3 persen dari tingkat produksi beras tahunan), merosot tajam dari sebelumnya 6-9 persen. Pengurangan itu akan berpengaruh pada stok publik serta pengurangan penyaluran publik lainnya.

Dampak dari penurunan pengadaan Bulog terhadap petani tentu luas. Pertama, daya serap pengadaan publik Bulog akan berkurang secara signifikan pada 2018, tinggal sepertiga dari yang dilakukan selama ini. Pada saat yang sama, penggilingan padi juga akan mengurangi penyerapan gabah petani karena merosotnya insentif untuk menggiling gabah, menyetok beras, dan mendistribusikannya, karena perbedaan harga antarmusim, antarwilayah, atau antarpulau kurang menarik lagi. Di samping itu, mereka kerap dihantui oleh sepak terjang tim Satgas Pangan, tim Sergap, serta kebijakan HET yang sangat kaku dan tidak ramah pada pasar. 

Kedua, harga gabah di musim panen raya  Februari-April diperkirakan akan jatuh pada wilayah yang lebih luas dan pada waktu yang lebih lama. Subsidi pupuk dan benih (meski tepat sasaran, jumlah, dan waktu) tak akan mampu menggantikan peran dukungan harga output karena yang terakhir jauh lebih bermanfaat buat petani, bukan sebaliknya.

Ketiga, pemerintah perlu memperbesar volume dan kualitas CBP hingga 1,5 juta ton, sebagai usaha penguatan stok publik dan penyerapan gabah untuk melindungi pendapatan petani. Tanpa itu, pemerintah harus siap-siap menghadapi protes dan ketidakpuasan petani di tahun politik 2018 dan 2019. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar