Bonus
Demografi Bukan Sekadar Mitos
Dedek Prayudi ; Peneliti Kebijakan Kependudukan dan
Ketenagakerjaan
|
KORAN
SINDO, 05 Januari 2018
Pasca-2015, ada tiga laju
besar dinamika kependudukan untuk dicatat dalam agenda nasional pembangunan
berkelanjutan. Pemuda memiliki peranan sangat sentral dalam mewujudkan keberhasilan
pembangunan ini.
Pertama, jumlah penduduk akan
terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan yang terus menurun. Proyeksi
Penduduk tahun 2010-2035 (BPS, 2014) menunjukkan bahwa dari 2010 hingga 2035
jumlah penduduk Indonesia terus bertambah dari 237 juta jiwa menjadi 305 juta
jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang menurun dari 1,49% pada 2010
menjadi 0,6% pada 2035. Kedua, Indonesia memasuki era bonus demografi atau
surplus penduduk usia kerja yang pada hari ini mencapai hampir 70% dari
seluruh penduduk. Ketiga, terjadi pergeseran pola mobi litas penduduk dari
perpindahan permanen dan jarak jauh menjadi non-permanen dan berjarak dekat
atau kerap disebut komuter.
Tulisan ini akan membahas
poin kedua, yaitu bonus demografi di Indo nesia. Kenapa dan di mana letak
pentingnya pemberdayaan pemuda? Kenapa disparitas regional harus diperhitungkan
dalam perencanaan pembangunan?
Bonus
Demografi
Semenjak 2015, Indonesia
mengalami demographic divi - dend atau sering disebut bonus de mografi yang
akan mencapai puncaknya pada 2035. Bonus demografi adalah sebuah tran - sisi
demografi di mana terjadi ledakan penduduk usia kerja (dua penduduk usia
kerja ban - ding satu penduduk non-usia kerja/rasio ketergantungan 50 atau
lebih kecil). Tidak setiap daerah sudah mengalami bonus demografi dan
daerah-daerah yang mengalaminya pun berada di fase yang berbeda dan me -
miliki karakteristik serta ke - butuhan yang berbeda-beda. Maluku, Nusa
Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara adalah provinsi-provinsi yang berada di
fase pra-bonus demografi.
Karakter umum dari pro -
vinsi-provinsi ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah, angka
kelahiran yang masih tinggi, dan per tum - buhan penduduk yang juga ma - sih
tinggi tinggi. Sebaliknya DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan
JawaTimuradalahpro vinsi-pro - vinsi yang sudah me ma suki fase pasca=bonus
demo grafi. Provinsi- provinsi ini memiliki karakter umum pro porsi penduduk
usia kerjayangterusmenurun, angka kelahir an rendah, dan IPM yang cen de rung
lebih tinggi dari pro - vinsi lain di Indonesia. Bonus demografi adalah jen -
dela peluang dan pintu malap - etaka sekaligus.
Saat ini jumlah pemuda di
Indonesia kurang le - bih 60 jutaan atau sekitar 1 di an - tara 4 orang
Indonesia adalah pemuda berusia antara 16 sam - pai 30 tahun. Jika Indonesia
ber - hasil mempersiapkan para pe - mu da ini menjadi manusia pro - duktif,
ekonomi kita akan me ro - ket pada puncak bonus de mo - grafi nanti. Jika
Indo nesia gagal, mereka akan men jadi motor atas kriminalitas yang tidak ter
ken - dali, bahkan berpotensi me nim - bulkan social unrest dan radikal -
isme.
Para il mu wan mencatat
bahwa seper tiga dari keberhasilan ekonomi negara-negara Asia Timur se perti
China dan Korea Selatan disebabkan keberhasilan me re ka memetik bonus demo
grafi. Proporsi pemuda yang besar ini tidak akan pernah ter ulang ka rena
tren proporsi pemuda yang saat ini terus me nurun, dise bab kan turunnya
angka kelahir an dan meningkatnya jum lah penduduk lanjut usia.
Respons
Kebijakan Bukan Business as Usual
Dalam merespons fenomena
bo nus demografi diperlukan pa ket pembangunan terinte - gra si sebagai
solusi menyiapkan SDM Indonesia dalam me - nyambut puncak bonus demo - grafi
yang ber orientasi pada dua hal. Hal per tama adalah pem - bangunan
pendidikan dan pe la - tihan yang disesuaikan dengan kebutuhan
ketenagakerjaan atau mismatch supply tenaga kerja dan demand ke butuhan
industri yang ber fo kus pada tingkat kabupa ten/ kota.
Inter national Labor
Organisation (ILO) pada 2015 merilis bahwa lebih dari separuh pen du - duk
Indonesia tidak bekerja se - suai dengan latar belakang pen - di
dikan/pelatihannya, baik itu se ca ra tingkat maupun sub jek
pendidikan/pelatihan. Pa da hal pro duktivitas tenaga ker ja sa - ngat
bergantung pada keco cokan an ta ra keahlian pekerja dan tugas pekerjaan yang
diberi kan. Pemerintah pusat dan daerah harus mampu bersinergi untuk ber
peran sebagai media tor dan fasilitator antara industri/ UKM dan penyeleng
gara pendidikan/ pela tih an, baik itu swas ta maupun milik pemerintah,
terutama di ting kat ka bupa ten/ kota.
Ini dilaku kan da lam
rangka menyiapkan SDM produktif dan industri yang absorbtif. Hal kedua untuk
dijadikan orientasi pembangunan adalah peningkatan partisipasi ang - kat an
kerja perempuan dengan pengarusutamaan gender. Setengah dari penduduk In -
donesia adalah perempuan yang jumlahnya akan mencapai 152 juta jiwa lebih
pada 2035 nanti.
Hanya separuh dari se -
luruh perempuan Indonesia hari ini berpartisipasi pada ang - kat an kerja
nasional. Untuk meningkatkan pro - duk tivitas perempuan berbasis hak
dibutuhkan perundang-un - dangan dan kebijakan terin te - grasi yang
mengakomodasi kebu tuhan perempuan dan ibu atau women and mother friendly
pada sistem ketenagakerjaan yang diintegrasikan pada peraturan perpajakan,
kesehatan, dan pendidikan seperti dise dia - kannya childcare bersubsidi, in
- sentif pajak bagi perempuan/ ibu, pelatihan dan pendidikan ekonomi
perempuan yang di se - suaikan dengan potensi eko - nomi daerah, penyediaan
sa rana dan prasarana menyusui pada lingkungan kerja dan kuo ta mi - nimum
pekerja perempuan pada setiap lembaga pemerintah.
Kesimpulannya, Indonesia tidak
memiliki pilihan selain mengakomodasi tiga megatren kependudukan tersebut ke
dalam agenda pembangunan nasional dan daerah dimana salah satunya adalah
bonus demografi. Pemberdayaan dan partisipasi pemuda dan perempuan serta
pengakomodasian disparitas regional adalah kunci untuk memastikan Indonesia
dapat memak simalkan potensi kependudukan dalam pembangunan ekonomi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar