Rabu, 13 Juli 2022

 

Mengapa Pemerintah Kalang Kabut Menangani Wabah PMK

Retno Sulistyowati :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 2 Juli 2022

 

 

                                                           

ZAINAL Abidin mengirim sekitar enam ratus sapi dari Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur, langsung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Padahal sebelumnya dia selalu mengapalkan sapi-sapi itu dari Tenau ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, untuk kemudian dibawa dengan truk ke Ibu Kota. Zainal mengambil jalan tak biasa itu lantaran khawatir sapinya tertular virus penyakit kuku dan mulut (PMK) yang sedang mewabah di Jawa Timur.

 

Selain menghindari wabah PMK, Zainal kapok karena kebijakan lalu lintas hewan di Jawa Timur kian semrawut sejak pagebluk ini merajalela. “Dinas peternakan bilang A, Badan Karantina ngomong B. Enggak ketemu,” kata peternak dan pedagang sapi ini kepada Tempo, Kamis, 30 Juni lalu.

 

Zainal, pengusaha asal Surabaya yang memiliki peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur, juga mengeluhkan aturan isolasi hewan. Sebelum berangkat pekan lalu, semua sapinya menjalani karantina 14 hari di Kupang. Dia sebenarnya beruntung karena sebelum mendarat di Tanjung Priok sebagian sapinya sudah ditawar dan akan dibawa langsung ke Sumatera.

 

Tapi, Zainal menambahkan, otoritas mewajibkan sapi-sapi ini kembali masuk karantina di Jakarta, lagi-lagi selama dua pekan. Dia pun pusing tujuh keliling lantaran sapi itu seharusnya terjual sebelum Idul Adha yang jatuh pada akhir pekan ini. “Apa bisa terkejar untuk kurban?” ujarnya, mengeluh.

 

Persoalan karantina hewan juga dibahas dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat dan pejabat eselon I Kementerian Pertanian pada Senin, 27 Juni lalu. Ketua Komisi IV Sudin, yang saat itu memimpin rapat, mempertanyakan mekanisme karantina sapi, seperti dari Nusa Tenggara Timur yang akan masuk ke Jawa. “Badan Karantina bilang di daerah asal. Berarti NTT mau kirim barang dikarantina dulu, sampai Surabaya langsung keluar?” Dengan agak ragu Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono hanya menjawab, “Iya, benar.”

 

Selain mempermasalahkan karantina, Sudin mempersoalkan bertambahnya jumlah sapi dan kerbau yang terjangkit virus PMK, dari 13.965 menjadi 221 ribu (per 22 Juni 2022), dalam waktu sebulan. Wabah PMK pun meluas ke 19 provinsi dan menyebabkan 1.256 ternak mati. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai cara Kementerian Pertanian dalam menangani wabah PMK cenderung lambat. “Badan Karantina sangat lemah dalam mencegah penyebaran penyakit,” ucapnya.

 

Sudin kemudian menyinggung pembentukan Satuan Tugas Penanganan PMK yang akan dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Satgas ini mengambil alih komando penanganan PMK dari Kementerian Pertanian. “Kalau tidak (diambil alih BNPB), tidak akan berjalan. Tidak sesuai dengan harapan Presiden,” katanya.

 

Sejak awal Presiden Joko Widodo mewanti-wanti Kementerian Pertanian agar serius dan berhati-hati dalam menangani wabah PMK. Dalam sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta, pada 9 Mei lalu, Jokowi meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melakukan lockdown atau penguncian wilayah wabah. Jokowi juga meminta pembentukan satuan tugas. "Sehingga jelas, siapa yang bertanggung jawab.”

 

Jokowi sekali lagi menyinggung wabah PMK dalam acara “Temu Raya Alumni Program Kartu Prakerja” di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 17 Juni lalu. Saat itu dia memerintahkan percepatan vaksinasi ternak. Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, tiga hari kemudian, Jokowi meminta wabah PMK ditangani seperti pandemi Covid-19. “Sudah ada contoh dan cara-caranya. Segera dilaksanakan,” tuturnya.

 

Tiga hari berikutnya, Jokowi memanggil sejumlah menteri ke Istana Bogor untuk membentuk Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku yang dipimpin Kepala BNPB. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut struktur satgas ini sebagai mirror Satgas Penanganan Covid-19. Pada Jumat, 24 Juni lalu, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mengeluarkan surat keputusan berisi susunan keanggotaan dan struktur organisasi Satgas PMK.

 

Bersamaan dengan terbitnya surat itu, Kepala BNPB Suharyanto mulai bergerak. Dia mengumpulkan semua gubernur, bupati, wali kota, kepala dinas pertanian, kepala pelaksana badan penanggulangan bencana daerah tingkat provinsi dan kabupaten, serta para pejabat eselon I kementerian/lembaga anggota Satgas PMK.

 

Peralihan komando penanganan wabah PMK tak lepas dari kinerja Kementerian Pertanian. Seorang pejabat bercerita, Jokowi kecewa terhadap kinerja Kementerian Pertanian dalam menangani masalah PMK setelah jumlah kasusnya meningkat dan penyebaran wabah meluas.

Menanggapi hal ini, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan keinginan Presiden memperkuat penanganan PMK sangat wajar. “Dalam Satgas PMK, kami tetap bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi, diperkuat tim dari BNPB, polisi, dan lembaga lain,” ujarnya pada Sabtu, 2 Juli lalu.

 

•••

 

SEBANYAK 10 ribu dosis vaksin Aftopor tiba di Indonesia pada Ahad, 12 Juni lalu. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan pengiriman vaksin tahap pertama ini adalah bantuan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO). Empat hari kemudian, kata dia, ada 800 ribu dosis tambahan. Vaksin ini disediakan oleh PT Boehringer Ingelheim Indonesia, perwakilan Boehringer Ingelheim Animal Health, Prancis.

 

Menurut Kuntoro, target pertama vaksinasi adalah ternak dengan nilai ekonomi tinggi, seperti sapi atau kerbau perah dan sapi bibit. “Saat ini vaksin yang telah didistribusikan sebanyak 651.700 dosis,” ucapnya.

 

Namun jumlah vaksin ini masih jauh dari yang dibutuhkan. Selain itu, menurut seorang pakar veteriner yang mengetahui hal ini, vaksin yang tiba pada Kamis, 16 Juni lalu, sebenarnya mencapai 3 juta dosis, tapi tak bisa ditebus semuanya. Sebab, dia melanjutkan, dana yang ada tidak cukup untuk memboyong semuanya. Untuk kebutuhan itu pun Kementerian Pertanian mendapat dana talangan dari perusahaan vaksin hewan lokal. 

 

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pertanian DPR, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan 2,2 juta dosis vaksin belum bisa ditebus karena revisi dan penetapan anggaran belum rampung. Jika tersedia pun jumlahnya masih jauh dari kebutuhan. Kebutuhan vaksin untuk dua kali vaksinasi primer dan satu kali booster mencapai 43,66 juta dosis atau senilai Rp 1,65 triliun.

 

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyo mengatakan anggaran vaksin yang telah disetujui dalam rapat koordinasi terbatas bersama Kementerian Koordinator Perekonomian adalah Rp 4,66 triliun. Dana tersebut akan diambil dari anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN). Tapi angka tersebut masih bisa berubah karena mesti ditinjau oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. "Review itu untuk mendetailkan kegiatan mana yang dianggap kurang atau lebih. Pada prinsipnya, anggaran sudah disetujui," kata Kasdi.

 

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata memastikan anggaran vaksinasi sedang dalam pencairan. “Selain anggaran PEN, pemerintah menjajaki kemungkinan menggunakan anggaran lain,” ujarnya kepada Tempo. Isa mengatakan vaksin yang sudah datang dan dibayar bisa segera digunakan. Dengan demikian, dia menambahkan, bisa diketahui efektivitas tata kelola vaksinasi, termasuk kecukupan petugasnya.

 

Sekretaris Satgas Penanganan PMK Elen Setiadi mengatakan penggunaan dana PEN tidak menjadi persoalan. Sebab, kata dia, pemerintah melihat dana ini dipakai dalam upaya pemulihan ekonomi akibat wabah PMK. "Wabah PMK apabila tidak ditangani dapat menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang sangat besar," ucapnya.

 

Kementerian Pertanian mengusulkan lima jenis pendanaan dalam program vaksinasi PMK. Pembagiannya adalah pengadaan vaksin dan sarana pendukung Rp 2,83 triliun, kegiatan vaksinasi Rp 866,27 miliar, pendataan ternak Rp 570,09 miliar, bantuan penggantian ternak Rp 225 miliar, serta penanganan dan pencegahan penyebaran PMK Rp 159,52 miliar.

 

Salah satu yang bakal berubah adalah dana penggantian 15 ribu ternak yang tertular PMK. Dana penggantian ternak akan berkurang dari Rp 15 juta menjadi Rp 10 juta per ekor sehingga totalnya Rp 150 miliar.

 

Sedangkan vaksin yang sudah tersedia akan disebar ke 359 lokasi. Kepala BNPB Suharyanto mengatakan distribusi vaksin telah berjalan sejak Kamis, 23 Juni lalu, lebih cepat dua hari dari jadwal awal. Vaksinasi akan berlangsung di 316 kabupaten/kota di 19 provinsi. “Kita selamatkan hewan ternak yang masih sehat agar tidak tertular," tuturnya.

 

Vaksinasi melibatkan 18.427 petugas yang terdiri atas dokter hewan, penyuluh veteriner, dan mahasiswa kedokteran hewan. Targetnya, vaksinasi selesai sebelum Idul Adha.

 

•••

 

RENCANA pemerintah pusat sepintas tampak manis. Namun, di lapangan, para petugas mengeluhkan minimnya vaksin yang mereka peroleh. Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, vaksin yang tersedia hanya cukup untuk 1-2 persen dari total populasi sapi sebanyak 258.563 ekor.

 

Sebagai solusi, fungsional medik veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, Indra Firmansyah, memprioritaskan daerah tertentu. Misalnya Kecamatan Tambakrejo, “Yang menjadi sentra pengembangan pedet (sapi anakan).”

 

Keluhan senada diungkapkan Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di sana, sapi yang terjangkit PMK sebanyak 2.800 dan 20 sapi mati. Populasi sapi mencapai 117.889 ekor di 141 desa, tapi vaksin cuma tersedia untuk 7.000 ekor. "Awalnya kami hanya dapat 600 dosis. Setelah kami protes, vaksin ditambah menjadi 7.000," kata medik veteriner ahli madya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, Rahendra.

 

Rahendra mengatakan lembaganya harus berupaya ekstra untuk mendapatkan vaksin. Pada saat yang sama, petugas berupaya mengedukasi peternak mengenai kebersihan kandang, vitamin dan obat, juga cara penyemprotan disinfektan ke kandang ataupun peternak. "Kami membuka pos penanganan wabah PMK di perbatasan antarkabupaten.”

 

Di tengah kerepotan ini, kondisi peternak kian memprihatinkan. Termasuk peternakan sapi perah di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Di Kecamatan Ngantang, kasus PMK menyebar di 13 desa. Dari 17.800 sapi perah, sebanyak 8.624 terinfeksi. “Sebanyak 273 ekor mati,” ucap Sugiono, Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Sumber Makmur, Ngantang.

 

Dampaknya, produksi susu segar merosot dari 104 ton menjadi 46 ton per hari. Omzet KUD Sumber Makmur pun anjlok dari Rp 18,6 miliar menjadi Rp 10,2 miliar. Setiap hari, kata Sugiono, sebanyak 5.300 liter susu masuk kategori residu karena tercemar antibiotik dan obat-obatan. KUD terpaksa membeli susu residu tersebut seharga Rp 6.000 per liter supaya peternak tidak merugi. Walhasil, setiap bulan KUD merugi Rp 954 juta. “Susu residu dibuang, tak layak dikonsumsi,” ujarnya.

 

Sedangkan Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) harus membeli obat, vitamin, dan pakan khusus. Ketua Pelaksana Harian AIPS Sonny Effendhi menjelaskan, sapi yang sakit dan tidak bisa makan rumput harus diberi pakan spesial berupa campuran bubur, telur, dan madu. Karena pakan spesial itu, biaya naik dari biasanya Rp 3.200 menjadi Rp 10 ribu per kilogram. Dalam sehari, sapi membutuhkan 40 kilogram pakan. “Biaya produksi berlipat ganda, produksi susu menyusut,” tuturnya.

 

Di tengah repotnya menghadapi wabah PMK, kata Sonny, perusahaan anggota AIPS harus saweran. Dana yang terkumpul sebesar Rp 750 juta diberikan ke sentra peternakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Agar produksi susu kembali normal, sebanyak 12-13 liter, dibutuhkan waktu dan biaya untuk membeli pakan yang baik. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166337/mengapa-pemerintah-kalang-kabut-menangani-wabah-pmk

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar