Ekologi
Virus Nipah Tri Satya Putri Naipospos ; Ketua 2 Pengurus Besar Perhimpunan
Dokter Hewan Indonesia |
KOMPAS,
24 Februari
2021
Kemunculan virus Nipah pertama kali terjadi
sekitar 23 tahun lalu. Kejadiannya berlangsung di lingkungan peternakan babi
di Kampung Sungai Nipah, Negara Bagian Perak, Malaysia. Di awal wabah,
sejumlah anggota keluarga peternak babi di kampung itu meninggal tanpa
diketahui sebabnya. Penyakit menyebar di tiga negara bagian, yakni Perak,
Negeri Sembilan, dan Selangor, September 1998-Mei 1999. Dari 265 kasus yang mengarah pada gejala
radang otak akut, 105 meninggal dengan tingkat kematian 40 persen. Penyidikan
menunjukkan 92 persen dari orang yang menderita sakit memiliki riwayat kontak
atau terpapar dengan babi. Tingkat kesakitan pada babi akibat virus Nipah
tinggi, tetapi tingkat kematian rendah. Untuk memadamkan wabah, Pemerintah Malaysia
memusnahkan lebih dari satu juta ekor babi dengan mengerahkan petugas
militer. Kerugian besar bagi negara ini karena mengakibatkan hancurnya
perdagangan dan industri babi lokal. Sejak kejadian ini, virus Nipah dianggap
sebagai zoonosis baru muncul (emerging zoonosis) yang mungkin saja di masa
depan bisa menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Reservoir
kelelawar Wabah Nipah di Malaysia adalah contoh di
mana terjadi pelimpahan keluar (spillover) virus secara tak langsung dari
kelelawar ke orang, yang melibatkan inang perantara, yaitu babi. Bukti
terjadi pelimpahan keluar virus didukung bukti epidemiologis dan molekuler. Kelelawar juga dianggap sebagai penyebar
virus Nipah di Bangladesh dan India yang muncul setelah wabah di Malaysia
pada 2001, tetapi babi tak punya peran seperti di Malaysia. Wabah Nipah
dilaporkan terjadi hampir setiap tahun di Bangladesh (2001-2013) dan secara
periodik di India (2001, 2007, 2018, dan 2019). Wabah paling mengkhawatirkan
terjadi di Kerala, India, pada 2018-2019, yakni ada 23 penderita, 21
meninggal, dengan tingkat kematian 91 persen. Sebagian besar korban adalah anak-anak yang
terindikasi makan buah kurma yang telah digigit kelelawar. Namun, dalam wabah
di kedua negara ini, terutama di India, ditemukan juga penularan dari orang
ke orang, dengan beberapa pekerja kesehatan yang menangani anak-anak ikut
jatuh sakit. Konsumsi nira kurma mentah yang
terkontaminasi virus dari kelelawar buah dianggap sebagai sumber utama
infeksi virus Nipah pada manusia di Bangladesh. Virus ditemukan pada air
liur, urine, dan kotoran kelelawar, tetapi kelelawar tetap tak terpengaruh
oleh infeksi. Kejadian wabah bersamaan dengan musim
pengumpulan nira kurma yang dijadikan minuman yang disukai anak-anak di
perdesaan. Antibodi terhadap virus Nipah umumnya terdeteksi pada kelelawar
buah di daerah-daerah di mana terjadi wabah. Indonesia memiliki banyak spesies kelelawar
buah. Namun, sampai saat ini, hanya beberapa dari spesies ini yang telah
diambil sampelnya untuk pemeriksaan virus Nipah. Deteksi antibodi dan molekuler
virus Nipah pada kelelawar buah di sejumlah daerah di Indonesia memberikan
sinyal bahwa kelelawar buah bisa bertindak sebagai inang potensial. Untuk terjadinya pelimpahan keluar
virus-virus terkait kelelawar diperlukan kombinasi berbagai faktor, meliputi
peluang ekologi untuk melakukan kontak, kesesuaian reseptor antara virus dan
inang, serta respons kekebalan. Namun, terlepas dari hambatan potensial dan
fakta bahwa ada banyak kejadian pelimpahan keluar virus yang tak terdeteksi,
yang pasti pelimpahan keluar patogen zoonotik dari kelelawar terus terjadi
sampai kini. Pada saat virus Nipah muncul 1998, ada
informasi terbatas tentang distribusi kelelawar di Semenanjung Malaysia.
Peneliti Malaysia menyatakan ada kaitan antara deforestasi dan wabah virus
Nipah. Mereka menganalisis berbagai data soal kebakaran hutan, kualitas
udara, curah hujan, kekeringan, dan pola panen sawit sebelum dan saat wabah
terjadi. Dibandingkan evolusi strain virus baru,
perubahan ekologi yang berpengaruh terhadap hilangnya habitat hutan kelelawar
lebih merupakan faktor kunci dari kemunculan virus Nipah. Populasi kelelawar
yang berada di bawah tekanan ekologis akan mendorong perubahan pola mencari
makan, perilaku migrasi, dan kedekatan kelelawar dengan populasi manusia. Perubahan ekologi yang memicu wabah Nipah
menghubungkan satwa liar (kelelawar), ternak (babi), dan manusia. Segitiga
kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan (One Health) menjadikan wabah Nipah
sebagai contoh dari apa yang telah kita istilahkan sebagai epidemi
antroposen. Suatu keadaan yang bermula ketika aktivitas manusia mulai
memiliki pengaruh ke ekosistem bumi. Prediksi
pandemi Patogen zoonosis seperti virus Nipah yang
mematikan, yang telah melintasi hambatan spesies dan dapat menular dari orang
ke orang meski terbatas, dianggap mengkhawatirkan dunia karena dapat
berkembang menjadi lebih mudah menular dan akhirnya menyebabkan wabah atau
pandemi besar. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memfokuskan sumber daya bagi upaya mencegah peluang patogen seperti virus
Nipah yang mampu melimpah keluar dari satwa liar dan ternak untuk menginfeksi
dan lebih beradaptasi ke manusia. Studi di Bangladesh menunjukkan strain
virus Nipah terus berevolusi. Studi lebih lanjut soal keberagaman genetik dan
karakteristik molekuler dari strain virus Nipah pada kelelawar dan manusia,
penting dalam upaya mengetahui kemampuannya dalam menyebabkan infeksi,
menilai potensi epidemik pada manusia, dan membantu seleksi kandidat vaksin. Virus yang ditularkan kelelawar ditemukan
di seluruh dunia, tetapi upaya surveilans dan pengambilan sampel berlangsung
tambal sulam. Kemungkinan banyak inang virus Nipah yang kompeten belum
teridentifikasi. Perlu dirancang suatu penelitian yang lebih
sistematis tentang ciri-ciri spesies kelelawar yang diketahui membawa virus
Nipah. Sekaligus meneliti pola makan, makanan yang disukai, perilaku migrasi,
rentang geografis, dan reproduksi kelelawar. Termasuk meneliti kondisi
lingkungan di mana kemungkinan pelimpahan keluar virus terjadi. Surveilans populasi kelelawar berisiko
tinggi dapat memberikan peringatan dini bagi otoritas kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat untuk mengambil tindakan preventif sebelum wabah
terjadi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar