Plagiasi
dan Pembusukan Akademik Sigit Riyanto ; Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum
UGM |
KOMPAS,
23 Februari
2021
Plagiasi atau plagiarisme kembali menjadi
pembicaraan hangat. Sebenarnya, akademisi dan media massa, termasuk Kompas,
sudah sering mengangkat isu ini. Paling mutakhir adalah dugaan plagiasi yang
melibatkan para pengelola beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Terkuaknya informasi praktik plagiasi
membuka tabir tentang karut-marut dan kekumuhan pengelolaan dan standar
pendidikan tinggi di Indonesia. Fakta itu mengonfirmasi adanya pelanggaran
norma, etika, dan standar mutu akademik yang parah dan perlu diperbaiki. Pelanggaran
etika Plagiasi merupakan salah satu pelanggaran
etika dan standar akademik atau perilaku akademik yang tidak jujur dan
melanggar integritas akademik. Ketidakjujuran akademik (academic
dishonesty) adalah perbuatan yang tidak jujur dalam rangka pendidikan,
pengajaran, pembelajaran, riset, dan kegiatan akademik lain. Hal ini berlaku
bukan hanya kepada mahasiswa, melainkan juga kepada setiap orang di
lingkungan akademik. Pelaku tindakan semacam itu umumnya akan
berusaha mencari beragam dalih untuk menjustifikasi perbuatannya. Tidak
jarang, pelaku plagiasi berdalih atau bersembunyi pada celah ketidaklengkapan
regulasi yang tersedia. Plagiasi merupakan pelanggaran etik,
metode, dan standar mutu akademik. Pendekatan legal tidak akan selalu
menuntaskan masalah karena perlu pembuktian hukum, proses hukum, dan
penegakan hukum yang berliku dan panjang. Namun, ketiadaan atau ketidaklengkapan
regulasi atau aturan legal tentang plagiasi tidak berarti bahwa tindakan
tersebut dapat dibenarkan dan dibiarkan berlanjut dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi. Melihat maraknya gejala plagiasi dan
kemungkinan dampaknya, sangat penting bagi setiap perguruan tinggi untuk
mencegah dan menetapkan sanksi yang tegas, adil, dan konsisten. Penetapan
sanksi yang tegas, adil, dan konsisten dapat menimbulkan efek jera sehingga
tidak terjadi pengulangan tindakan serupa. Plagiasi perlu mendapat perhatian serius
karena dapat berdampak buruk terhadap pendidikan tinggi. Pembusukan Dampak buruk yang mungkin terjadi, antara
lain, demoralisasi pendidikan tinggi, menurunnya standar proses dan mutu
akademik sehingga perguruan tinggi kita makin tidak kompetitif, terjadi
involusi pada pendidikan dan pengembangan ilmu. Pada ujungnya dunia
pendidikan Indonesia menjadi mundur. Pendidikan merupakan kunci pokok dalam
membentuk masyarakat yang berperadaban dan berdaya saing. Semua negara
berupaya memajukan pendidikan dengan segala daya. Negara maju yang disegani dan mampu
bersaing di tingkat global adalah mereka yang mampu menyediakan pendidikan
bermutu di semua jenjang bagi warganya. Tidak ada negara yang maju yang tidak
didukung sistem pendidikan yang kuat dan bermutu. Keunggulan sistem pendidikan tinggi menjadi
salah satu tolok ukur kemajuan dan keunggulan suatu negara di hadapan negara
lainnya. Sejatinya misi fundamental perguruan tinggi
adalah menyelenggarakan pendidikan akal budi, merawat dan mengembangkan
karakter mulia manusia, mencari dan mengungkapkan kebenaran melalui
penelitian yang dilakukan, serta menyumbangkan hasil pencarian kebenaran itu
bagi kemajuan peradaban dan kemakmuran bangsa. Penyelenggaraan misi pendidikan tinggi itu
dibingkai oleh nilai-nilai etis, kaidah akademik, dan tata kelola yang
menjaga standar mutu dan reputasinya. Nilai-nilai etis dan integritas
akademik menjadi panduan dan harus selalu dirawat serta dipertahankan sivitas
akademika. Pendidikan tinggi bukanlah pendidikan
biasa. Ia menuntut suatu pribadi kesarjanaan dan tradisi kecendekiawanan
dengan adab dan karakter yang mulia. Memperoleh gelar kesarjanaan dari
perguruan tinggi merupakan kehormatan. Secara tradisional, para sarjana mendapat
sebutan sebagai orang ”yang amat terpelajar”. Suatu sebutan yang menyiratkan
standar capaian, karakter, dan komitmen pada nilai-nilai etis dan integritas
akademik. Alasannya sangat sederhana dan mendasar. Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk
berkontribusi pada kemajuan bangsa dan perbaikan peradaban. Namun,
penyelenggaraan pendidikan tinggi yang membiarkan terjadinya pelanggaran
nilai, tradisi, dan kaidah akademik oleh sivitas akademika—dan tidak dicegah
oleh para pemangku kepentingan di dalamnya—cepat atau lambat justru akan
meruntuhkan standar mutu dan reputasi. Pengabaian terhadap jati diri dan misi
dasar tersebut telah merendahkan martabat perguruan tinggi dan mereka yang
berproses di dalamnya. Menjebak perguruan tinggi tak ubahnya lingkungan yang
anarkistis dan kumuh. Tanpa komitmen merawat dan mempertahankan
nilai-nilai etis dan integritas akademik, institusi pendidikan tinggi akan
terperosok pada pembusukan akademik. Martabat
bangsa Kemajuan pendidikan, termasuk standar etik
dan mutu pendidikan tinggi, dapat meningkatkan martabat negara dan bangsa.
Kerusakan pendidikan menjadi jalan bagi kemunduran bangsa dan hancurnya
peradaban. Di hadapan kompetisi global yang kian
ketat, pendidikan tinggi di Indonesia dituntut menjadi tulang punggung
inovasi dan kemajuan produksi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sungguh
memprihatinkan jika ternyata lingkungan pendidikan tinggi masih berjuang
menegakkan standar etik dan jati diri. Masa depan pendidikan, peradaban, dan
martabat bangsa menjadi taruhan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar