"Tajawub"
Ekonomi Syariah Jokowi-Maruf Iggi H. Achsien ; Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah
(MES) |
DETIKNEWS,
22 Februari
2021
Tajawub dalam terjemah sederhana berarti
saling menjawab, menanggapi, atau juga responsif. Tulisan ini dimaksudkan
sebagai respons sekaligus untuk menjawab tulisan Noval Adib berjudul Jalan
Gersang Ekonomi Syariah Jokowi yang dimuat di detikcom, 19 Februari lalu. Presiden Jokowi dan jajarannya dianggap
tiba-tiba meluncurkan beberapa kebijakan dan langkah yang intinya ingin
memaksimalkan potensi umat Islam di bidang ekonomi dalam bingkai ekonomi
syariah. Kebijakan yang disebut-sebut di antaranya adalah peleburan (merger)
beberapa bank syariah milik pemerintah dan pembentukan Badan Wakaf Indonesia
(BWI). Kemudian langkah yang dipertanyakan di antaranya adalah kafilah kepengurusan
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang dianggap terlalu gado-gado sehingga
arahnya dianggap tidak jelas. Adib mendasarkan pendapatnya dengan
mengutip Umer Chapra (2003?) yang menjelaskan fase perkembangan ilmu ekonomi
modern. Chapra menempatkan ekonomi Islam pada fase ke-5 yang diyakini sebagai
fase final dan terbaik, dengan prasyarat perlunya nilai-nilai yang diyakini
bersama tanpa perlu diperdebatkan. Maqashid
Syariah dalam Ekonomi Islam Membaca kembali Chapra mengingatkan kita
pada salah satu bacaan wajib dalam kuliah Ilmu Ekonomi, yaitu Perkembangan
Pemikiran Ekonomi yang ditulis begawan Sumitro Djojohadikusumo. Fase
perkembangan ekonomi mengarah pada pembahasan mengenai sistem ekonomi sebagai
persoalan mendasar dan fundamental dalam ilmu ekonomi. Secara umum, sistem
ekonomi dapat dipandang sebagai mekanisme yang digunakan dalam melakukan
aktivitas ekonomi dari mulai produksi, distribusi, konsumsi, institusi dan
instrumen yang digunakan, pengakuan atas kepemilikan, serta nilai material
atau moral yang mendasarinya. Meskipun sistem ekonomi merupakan hal yang
fundamental, catatan yang penting diperhatikan adalah kinerja perekonomian
tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya. Jika sistem ekonomi merupakan
landasan idealnya, ia perlu diinstitusionalisasikan dan diinstrumentasikan
untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. M. Sadli (1970) menyatakan tidak
menyalahkan sistem yang ada sebab yang membuat sistem ekonomi atau tidak
adalah faktor-faktor lain pula, seperti kualitas aparatnya, dedikasi serta
mentalitas para pejabat dan pelaksana, stabilitas dan pimpinan politik,
gangguan dan bantuan dari luar, dan sebagainya. Soedjatmoko (1995) juga
menekankan betul tentang pentingnya faktor manusia dan agama dalam dalam
kaitan dengan pembangunan ekonomi. Sehingga, sistem ekonomi sesungguhnya tidak
akan lepas dari pertimbangan rasional, tatanan nilai, moral, atau agama.
Banyak orang sering melupakan bahwa Adam Smith tidak hanya menulis The Wealth
of Nation, tetapi juga The Theory of Moral Sentiments (1759) yang ditengarai
juga merujuk pada buku Muqaddimah atau The Introduction (1377) yang ditulis
Ibn Khaldun. Adam Smith telah menganjurkan keseimbangan antara self interest
(untuk profit dan akumulasi kekayaan) dengan panggilan hati nuraninya untuk
kebaikan dan perbuatan mulia. Lester Thurow dalam The Future of
Capitalism (1996) mengatakan bahwa semakin berkembang ekonomi dan teknologi,
semakin berkembang pula komponen normatif masyarakatnya. Terjadilah yang
disebut sebagai spiritualization of economic life. Dalam Ekonomi Islam, maqashid syariah
menjadi hal yang mendasar. Maqashid (alias maksud atau tujuan) adalah untuk
mencapai maslaha (manfaat) dalam melindungi 5 prinsip dalam kehidupan
manusia: agama (din), hidup (nafs), akal (aql), keturunan (nasb), dan harta
(maal). Dengan demikian, aktivitas ekonomi yang kita lakukan selalu beriring
antara profit dan prophet --selalu mengingat antara keuntungan dengan
nilai-nilai yang diajarkan Nabi SAW untuk memperoleh keridaan Tuhan. Ekonomi
Syariah Jokowi-Maruf sebagai Tajawub Sebagaimana Soekarno Hatta yang dianggap
sebagai dwitunggal, demikian juga seharusnya Jowoki-Maruf Amin. Kebijakan
Jokowi berarti kebijakan Maruf Amin. Program Jokowi artinya program Maruf
Amin, termasuk dalam hal ekonomi syariah. Wacana penguatan ekonomi syariah di
Indonesia bukan hanya promosi yang berlangsung belakangan ini saja, tetapi
memang sudah disampaikan sejak periode kampanye Jokowi Maruf Amin. Kebijakan
dan program pengembangan ekonomi syariah seharusnya dipandang sebagai
realisasi janji kampanye tersebut. Kebijakan dan program ekonomi syariah
Jokowi Maruf dapat dipandang sebagai tajawub atau jawaban alias respons atas
kondisi dan perkembangan masyarakat Indonesia. Indonesia adalah negara dengan
penduduk muslim terbesar di kolong langit ini. Masyarakat muslim kita
merupakan bagian kelas menengah dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan
dinamis. Dengan latar belakang ini, merupakan sebuah keniscayaan bahwa
Indonesia akan menjadi pemimpin dunia dalam pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah. Indonesia sudah selayaknya menjadi market leader dan bukan sekadar
sebagai target market. Ekonomi Syariah Indonesia berpotensi
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah juga diarahkan sebagai pilar untuk memperkuat ketahanan ekonomi
nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau maslahat umum.
Ekonomi syariah sebagai sebuah sistem harus bisa menjawab sisi nilai moral
dan rasional sekaligus serta bisa dirasakan manfaat dan keindahannya oleh
semua lapisan masyarakat dan bukan hanya umat Islam. Sehingga, ekonomi
syariah bukan hal yang eksklusif, tapi inklusif dan bersifat universal sesuai
dengan prinsip rahmatan lil 'alamin. Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah
Indonesia juga memiliki momentum yang baik. Berbagai perkembangan dan
indikator menunjukkan hal tersebut. Indonesia menempati peringkat pertama
untuk Global Muslim Travel Index 2019 dan Global Islamic Finance Report
2019/2020. Peringkat Indonesia juga meningkat signifikan di Islamic Finance
Development Indicator menjadi posisi 4 dari sebelumnya posisi 10. Sementara
di The State of Global Islamic Economy Index naik menjadi peringkat 5 dari
sebelumnya peringkat 10. Perkembangan dan momentum ini dituliskan
Wakil Presiden Maruf Amin sebagai "Babak Baru Ekonomi dan Keuangan
Syariah Indonesia" (Kompas, 17/2). Upaya pengembangan ekonomi dan
keuangan syariah Jokowi Maruf Amin difokuskan di empat bidang: industri
produk halal, industri keuangan syariah, dana sosial syariah, dan perluasan
kegiatan usaha syariah. Tajawub
atas Jalan Gersang Noval Adib Beberapa poin dari tulisan Noval Adib
memang perlu ditanggapi. Noval lebih menilai sebagai jalan gersang. Dengan
mengutip Sadr, bahwa diperlukan masyarakat yang menerima dan mengamalkan
nilai Islam sepenuhnya (kafah) supaya lembaga keuangan Islam dapat beroperasi
dengan baik. Sehingga seolah menjadi terkonfirmasi dengan hanya menyebutkan
pangsa pasar bank syariah yang hanya 9% meskipun Indonesia memiliki populasi
muslim terbesar di dunia. Angka pangsa pasar yang disebut Noval
sebenarnya adalah pangsa pasar sektor keuangan syariah sebesar 8,98%
berdasarkan data OJK pada Maret 2020. Pangsa perbankan syariah sendiri
sebenarnya baru mencapai 5,99%. Noval tidak menyebutkan data market share
pasar modal syariah yang lebih tinggi, yaitu 16,33%. Noval juga seharusnya
memperhitungkan dan mengapresiasi pertumbuhan aset keuangan syariah yang
melonjak hampir empat kali lipat dalam delapan tahun terakhir. Secara
rata-rata, pertumbuhan keuangan syariah juga lebih tinggi dari pertumbuhan keuangan
konvensional. Selain itu, Noval juga tidak menyebutkan
pengakuan dunia internasional dari peringkat-peringat yang diperoleh
Indonesia yang telah disebutkan di atas. Kemudian, Noval menyebutkan bahwa
pembentukan BWI adalah prakarsa asli pemerintahan Jokowi. Lebih lanjut, Noval
juga menyebutkan bahwa menurut sunnah yang dipahami selama ini ibadah wakaf
adalah penyerahan harta tidak bergerak baik berupa tanah atau bangunan untuk
kepentingan umat. Adapun kalau berupa uang ada istilah fikihnya sendiri yaitu
zakat, infak, atau sedekah. Semua hal yang disampaikan mengenai BWI
dalam tulisan Noval memang perlu dikoreksi. Faktanya, dasar pembentukan BWI
adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya, BWI
lahir berdasarkan Keputusan Presiden No.75 tahun 2007 pada pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jadi, bukan prakarsa asli pemerintahan
Jokowi-Maruf. Jika yang dimaksud Noval adalah merespon atas prakarsa Gerakan
Nasional Wakaf Uang (GNWU), maka sudah selayaknya untuk mengedepankan tajawub
sebagai pendayagunaan langkah berpikir positif dengan mendasarkan kepada data
dan informasi yang tepat dan akurat. GNWU merupakan inisiatif BWI serta pemangku
kepentingan wakaf dengan tujuan memperkuat literasi, partisipasi, dan
kemanfaatan wakaf uang. Tetapi beberapa saat setelah GNWU diluncurkan,
berbagai macam informasi yang tidak benar, bahkan cenderung jahat dan
menyesatkan. Mulai dari sisi penggunaan dana wakaf sampai dengan perdebatan
fikihnya. Ejekan atau bullying itu terjadi karena berangkat dari sinisme
kepada pemerintah dan ditambah informasi yang tidak benar dan menyesatkan
tersebut. Terakhir, dalam penutup tulisannya, Noval
mempertanyakan MES yang banyak dimotori oleh orang-orang yang awam atau
bahkan asing akan ekonomi syariah. Pada bagian awal tulisannya, Noval bahkan
sudah menilai bahwa kepengurusan MES terlalu gado-gado. Lalu memperrtanyakan:
sebenarnya ke arah mana MES atau ekonomi syariah akan dikembangkan? MES adalah organisasi kemasyarakatan yang
bersifat nirlaba, independen, dan inklusif. Sejak didirikan pada tahun 2000 M
atau 1422 H, MES merupakan organisasi yang inklusif. Keanggotaan MES bersifat
terbuka bagi semua kalangan masyarakat tanpa memandang suku, agama, ras, dan
golongan. MES merupakan wadah yang terbuka dalam menghimpun seluruh sumber
daya yang ada dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan untuk
mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Mereka yang tergerak
hatinya mempunyai kepedulian dan semangat juang, dalam pengembangan ekonomi
syariah dapat berkontribusi lewat MES. Dengan demikian, MES sekali lagi ingin
menegaskan bahwa ekonomi syariah bersifat universal dengan prinsip rahmatan
lil 'alamin. Struktur kepengurusan yang diisi para profesional dengan
berbagai latar belakang yang beragam justru diyakini akan menjadikan gerak
MES lebih adaptif, luwes, dan kuat. Selain itu, para pendiri MES seperti Iwan
Pontjowinoto, Aries Muftie, Adiwarman Karim, dan Sugiharto sampai saat ini
tetap berada di kepengurusan untuk selalu mengawal arah organisasi sesuai
dengan maksud dan tujuan pendiriannya. Dalam kepengurusan sebelumnya pun, terdapat
beberapa tokoh non muslim. Sehingga sebenarnya, dari periode sebelumnya pun
sudah gado-gado sebagai cerminan sifat inklusif organisasi. Sebagai
informasi, kepengurusan MES saat ini sudah ada di 29 provinsi, 93
kabupaten/kota, dan 9 perwakilan luar negeri dengan jumlah pengurus lebih
dari 6.000 orang. MES menjadi wadah terbuka bagi yang sudah aktif, mendadak
aktif, yang ahli, yang dianggap awam atau bahkan yang disebut asing
sekalipun. MES justru mempunyai potensi sebagai tempat
rekonsiliasi nasional dengan visi keumatan dan kebangsaan. Dengan demikian,
kafilah dakwah MES menjadi semakin besar dan literasi ekonomi syariah akan
menjadi semakin luas dan semakin dalam. Yang dianggap awam dan asing
diharapkan menjadi lebih mengerti dan merasakan maslaha ekonomi syariah.
Bahkan, sosialisasi dan literasi ekonomi syariah akan dianggap lebih berhasil
jika sudah menjangkau Anya Geraldine, misalnya. Arah pengembangan MES juga sudah jelas. MES
telah menetapkan Roadmap Ekonomi Syariah Indonesia 2021-2030 sebagai
Garis-Garis Besar Kebijakan Organisasi (GBKO) periode kepengurusan
selanjutnya untuk menjadi panduan baik di internal MES maupun dengan pihak
eksternal yang berhubungan dengan aktivitas dan pelaksanaan GBKO tersebut.
Secara garis besar, GBKO ini memuat visi "Ekonomi dan Keuangan Syariah
yang Berkontribusi Signifikan dalam Ekosistem Perekonomian Nasional" dengan
3 fokus utama target pencapaian dalam peningkatan kesejahteraan, peningkatan
usaha syariah, dan peningkatan daya saing global. Sebagai tindak lanjut, ada empat program
unggulan yang disiapkan oleh Ketua Umum MES terpilih, Erick Thohir, untuk
mengembangkan dan memajukan MES dan ekonomi syariah di Indonesia. Pertama,
mengembangkan pasar industri halal di dalam dan di luar negeri. Kedua,
mengembangkan industri keuangan syariah. Ketiga, investasi yang bersahabat
yang melibatkan pengusaha daerah. Keempat, pengembangan ekonomi syariah dari
pedesaan secara berkelanjutan. Penutup Potensi besar Indonesia sebagai market
leader dan pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia adalah jalan subur.
Bukankah tanah Indonesia pun dibilang tanah surga? Tongkat kayu dan batu jadi
tanaman. Untuk mewujudkannya, ada kaidah maa laa yudraku kulluhu laa yutraku
kulluhu --yang tidak bisa mendapatkan seluruhnya, jangan tinggalkan
seluruhnya. Jika belum bisa kafah, tidak boleh pula meninggalkan sebagian hal
yang bisa dilakukan. Sekecil apapun yang bisa kita kerjakan
untuk menyuburkan dan mengembangkan ekonomi syariah, tidak boleh diabaikan
dan ditinggalkan. Dimulai dengan tajawub, memberi respons positif,
menghindari informasi yang tidak akurat, sampai ikut berkontribusi konkret pada
gerakan ekonomi syariah. Gerakan MES dan ekonomi syariah adalah
untuk ikhtiar mewujudkan surga di muka bumi. Sejatinya, surga itu diciptakan
bukan untuk diributkan. Surga itu disediakan dan bukan untuk diperebutkan.
Surga untuk dirasakan, dan terlalu luas untuk sekadar diperebutkan.
Wallahu'alam. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar