Rezim
Jurnal Menara Gading I Wayan Artika ; Dosen Undiksha Singaraja Bali,
Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali |
KOMPAS,
20 Februari
2021
Tujuan publikasi adalah agar hasil
penelitian dibaca orang sebanyak-banyaknya dan memberikan kontribusi pada
ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Jurnal menjadi sebuah tempat untuk
mempublikasikan hasil riset agar temuan berupa “data baru” dan “formulasi
argumen baru” dari penelitian dapat dibaca, dijadikan rujukan, dan mungkin
dibantah. Mutu jurnal akademik ditentukan oleh
beberapa hal. Substansi ditinjau dalam proses peer-review, yaitu telaah yang
dilakukan oleh sejawat atau relawan akademisi satu bidang keilmuan yang
memahami artikel yang akan diterbitkan. Tugas peer-reviewer memberikan
penilaian dan evaluasi terhadap naskah, dan menentukan apakah layak atau
tidak dipublikasikan pada jurnal akademik bersangkutan. Layak atau tidak (memang) bergantung pada
siapa “pembaca ahli” naskah. “Kekuatan” naskah artikel berbeda satu sama
lain. Ada naskah yang memiliki kekuatan pada datanya, pada metodologinya,
pada eksplorasi teoretisnya, atau pada ketajaman analisisnya. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan
administrasi akademik dan munculnya “rezim scopus”, kini jurnal terindeks
scopus dan lain-lain, menjadi primadona di kalangan akademisi. Dulu, sebelum lahirnya rezim-rezim jurnal
hanya sedikit akademisi yang mempublikasi artikel penelitian mereka di
jurnal. Publikasi di jurnal memang lebih longgar ketimbang di media umum.
Jurnal sengaja disiapkan untuk mewadahi karya penelitian. Kini kondisi sudah
berbalik. Para akademisi dipaksa untuk melakukan publikasi dan telah
ditentukan di jurnal-jurnal apa saja. Reputasi internasional atau nasional
peneliti ditopang oleh publikasi di jurnal yang mana. Rezim jurnal menara gading telah mengubah
satu paradigma dasar dunia ilmu bahwa tugas atau tanggung jawab moral ilmuwan
adalah menyebarkan temuan-temuan untuk dipersembahkan kepada kemanusiaan.
Jadi, tidak harus dipaksa untuk publikasi, apalagi ditentukan dimana
publikasi itu mesti dilakukan. Alfred Russel Wallace misalnya, menuliskan
temuan-temuan awal lewat surat-suratnya yang dikirim dari Malaya kepada
Darwin di Inggris, dengan satu harapan, mungkin temuan-temuannya bermanfaat
bagi penyelidikan yang sedang dilakukan sahabatnya. Ketika Darwin selesai mengumpulkan specimen
dan fosil-fosil di Galapagos, melakukan serangkaian analisis data untuk
menguji sederet hipotesis, maka manuskrip The Origin of Species pun tamat.
Tanggung jawab moral mengharuskan Darwin untuk mencari penerbit sehingga
temuan-temuan terbaru dalam penciptaan dan evolusi, menyebar luas di masyarakat
dan mendapat berbagai sanggahan. Penerbitan apapun selalu dijaga oleh editor
atau tim yang kredibel untuk menyaring. Mereka adalah para ahli terhormat di
bidang ilmu masing-masing dan berpengalaman luas. Di tangannya garansi
kualitas satu artikel dipertaruhkan. Kualitas jurnal ditentukan oleh kualitas
artikel (substansi, data terbaru, akurasi metodologi, analisis) yang melewati
saringan tim pengkaji atau pembahas. Kualitas artikel ditentukan oleh kerja
tim pembahas. Beranalogi dengan dunia seni, pembahas atau reviewer adalah
para kritikus atau kurator yang menjamin mutu karya. Rezim jurnal global telah membentuk
semangat kerja keilmuan para peneliti dengan memposisikan publikasi artikel
penelitian di jurnal menara gading sebagai tujuan akhir. Artikel jurnal hanya
sebagian kecil dari kerja panjang proses penelitian, dari studi pendahuluan,
kajian pustaka, penyusunan proposal, uji proposal, pengumpulan data,
analisis, dan menulis laporan. Tujuan publikasi artikel di jurnal menara
gading menyebabkan para peneliti menghabiskan jauh lebih banyak energi untuk
publikasi. Kenikmatan atau ekstase dan petualangan
sunyi dalam belantara untuk mengungkap kebenaran, sebagaimana hening dunia
Gregor Mendel ketika menyelenggarakan serangkaian panjang penyelidikan di kebun
anggur biara untuk merumuskan teori keturunan; tidak lagi penting bagi
kalangan peneliti. Belum apa-apa, yang ada di benak peneliti
adalah publikasi. Publikasi kini menjadi tujuan utama riset. Penemuan
kebenaran baru, berkah-berkah yang dipersembahkan bagi kemuliaan harkat dan
martabat manusia, pengembangan suatu teori, semakin terdesak oleh niat
terindeks. Identitas-identitas baru yang disediakan dalam sistem mesin indeks
atau mesin pencatat itu lebih penting ketimbang sebuah penelitian yang
memberi sumbangan nyata kepada sekelompok masyarakat. Di tengah kuasa rezim jurnal menara gading,
para peneliti seyogyanya tetap pada kesuntukan menjalani proses riset, untuk
mengalami rasa puas dalam petualangan akademik menyingkap kebenaran yang
dipersembahkan kepada masyarakat dan ilmu pengetahuan. Rezim jurnal menara gading tidak harus
mendikte para ilmuwan bekerja. Dan, sepatutnya, si peneliti juga tidak harus
“tergiur” dengan status-status rezim jurnal. Para peneliti tetap senantiasa
bersandar di atas etika ilmu dalam riset-riset untuk menemukan kebenaran. Saat ini, rezim jurnal telah memasuki
wilayah kerja peneliti sebegitu jauh. Namun para peneliti kurang menyadari
bahwa rezim jurnal campur tangan pada kerja ilmiah yang sesungguhnya
independen karena memiliki kebebasan mimbar akademik. Para peneliti harus bersikap adil dalam
mempublikasi hasil-hasil penelitian. Jangan hanya untuk mendukung reputasi
jurnal menara gading. Artikel-artikel yang berkualitas juga harus
dipublikasikan di jurnal mana saja. Sikap adil ini akan meningkatkan kualitas
jurnal secara merata. Kuasa rezim jurnal menara gading sudah harus disikapi
pula oleh para peneliti dengan cara mempublikasi artikel secara adil. Kualitas artikel tidak ditentukan oleh
jurnal. Artikel yang berkualitas tetap bersinar ketika dimuat di jurnal
manapun. Tanggung jawab moral keilmuan bukan untuk meraih puncak-puncak
reputasi yang disediakan oleh rezim jurnal tetapi demi peningkatan manfaat
penelitian bagi manusia dan pengembangan ilmu itu sendiri. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar