Ustaz
Abdul Somad dan Isu Khilafah
Imam Shamsi Ali ; Presiden Nusantara Foundation
|
KORAN
SINDO, 03 Januari 2018
Setelah Ustaz Abdul Somad
dicekal di Hong Kong, ada suara-suara yang kemudian berseliwerang, termasuk
di sosial media bahkan di kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seolah membenarkan
pencekalan itu. Pembenaran itu dibangun di atas asumsi atau tepatnya
kecurigaan jika Ustaz Abdul Somad terkait
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang baru saja dibekukan dan dinyatakan sebagai
organisasi terlarang di Indonesia.
Pembenaran atau kecurigaan
itu dibangun di atas beberapa alasan atau kesimpulan oleh sebagian
berdasarkan beberapa ceramah Ustaz yang ada di media sosial, termasuk
YouTube. Untuk mengetahui lebih jauh tuduhan itu, saya kembali menelusuri
sebagian besar ceramah-ceramah Ustaz Abdul Somad, lalu mencoba menghubungkan
antara satu ceramah atau pendapat dengan ceramah dan pendapat yang lain.
Dari penelusuran itu saya
mendapati dua ceramah yang mungkin menimbulkan kecurigaan itu. Atau tepatnya
satu ceramah yang memang disampaikan di sebuah hajatan HTI di Riau 4 tahun
lalu dan satu lagi jawaban singkat beliau terhadap sebuah pertanyaan tentang
arti khilafah dalam sebuah sesi tanya jawab sekitar setahun yang lalu.
Setelah mendengarkan
berbagai ceramah yang pernah beliau sampaikan di masa lalu, saya
berkesimpulan sebagai berikut:
Pertama, seperti yang
beliau sendiri sering sampaikan, Ustaz Abdul Somad bukanlah anggota, apalagi
pengurus HTi. Kehadiran beliau di acara HTI Riau 4 tahun silam itu sebagai
undangan dalam kapasitasnya sebagai seorang ustadz dan ulama.
Kedua, selain itu,
sebagaimana di masa lalu banyak ulama dan ustaz yang pernah diundang di acara
HTI, kehadiran beliau di acara HTI itu juga tidak melanggar apa-apa. Karena
saat itu (4 tahun lalu) HTI adalah sebuah organisasi massa yang diakui di
negara Indonesia. Artinya beliau diundang oleh sebuah organisasi yang resmi
terdaftar dan legal beroperasi di negara Indonesia.
Ketiga, perihal pendapat
beliau mengenai khilafah, itu harusnya ditempatkan pada posisi
"scholarly discourse" atau perdebatan di kalangan para ulama. Bahwa
isu khilafah adalah isu yang diperdebatkan dan diperselisihkan di kalangan
para ulama. Dan itu diakui oleh semua orang Islam yang tahu ajaran agamanya
dengan baik. Pendapat mengenai khilafah ini ada di kalangan ulama-ulama
nasional dan internasional. Tapi sekali lagi, itu adalah opini keulamaan yang
memperkaya khazanah keilmuan dalam Islam.
Keempat, lalu apakah
dengan pendangan tentang khilafah seperti itu dianggap bertentangan atau
mengancam eksistensi NKRI? Sama sekali tidak. Beliau dalam berbagai ceramah
yang jauh lebih banyak dan jelas menegaskan kecintaan dan loyalitasnya ke
NKRI. Bahwa hiruk pikuk opini para ulama perihal khilafah tidak akan mengusik
eksistensi NKRI yang sudah final, dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai pijakan
kehidupan nasionalnya.
Kelima, komitmen Ustaz
Abdul Somad terhadap NKRI, Pancasila dan UUD, serta sistim politik
pemerintahan yang dianut oleh negeri ini tidak diragukan lagi. Kita tahu
bahwa mereka yang murni dalam ideologi khilafah alamiyah (global caliphate)
ini "mengharamkan" partisipasi politik (pemilu), bahkan
menganggapnya sistim kafir. Tapi Ustadz Abdul Somad justeru menganjurkan umat
ini mengambil bahagian dalam proses demokrasi dan politik. Bahkan beliau
menyerukan agar umat ini menjadi pemimpin bagi bangsa dan negaranya.
Keenam, saya menilai Ustaz
Abdul Somad hanyalah orang jujur, apa adanya, pantang dipengaruhi dan dibentuk
oleh pihak luar. Beliau orang kampung yang mendalami agama, dan insya Allah
berhati bersih serta lapang dada. Dan karenanya dalam menyampaikan pendapat
tidak berbasa basi, apalagi menutup-nutupi adanya opini yang berbeda tentang
sebuah isu, bahkan walau tidak populer. Termasuk di dalamnya perdebatan
sistim kenegaraan dalam Islam.
Ketujuh, lalu bagaimana
dengan isu Syariah? Indonesia itu sangat banyak menjalankan Syariah Islam.
Bahkan boleh jadi lebih syar’i dari banyak negara Muslim lainnya. Ketuhanan Yang
Maha Esa itu adalah akidah tauhid dalam penafsiran Islam. Dan karenanya sila
pertama itu adalah bagian syariah dalam keyakinan. UUD menjamin setiap
pemeluk agama untuk meyakini dan menjalankan agamanya. Itu juga adalah
syariah Islam. Maka umat Islam Indonesia sholat, puasa, zakat, haji, bahkan
dalam urusan mu’amalat di mana-mana tumbuh bank-bank syariah. Lalu kenapa
takut ketika orang Islam bersyariah, termasuk ketika Ustaz Abdul Somad
mengajarkannya?
Kedelapan, oleh karenanya
ketika orang ingin mengambil kesimpulan tentang Ustaz Abdul Somad hendaknya
jangan hanya melalui satu atau dua dari ribuan ceramahnya. Sebagaimana beliau
kerap kali sampaikan secara bercanda: “cukupkan pulsa sebelum dengarkan
ceramahnya agar tidak sepotong-sepotong”.
Kasus Ustaz Abdul Somad
ini mirip ketika sebagian orang mendengar wawancara saya di sebuah media
tentang sebuah isu, apalagi secara parsial. Lalu mengambil kesimpulan tanpa
mengimbangi dengan mendengarkan ceramah atau wawancara saya di tempat yang
lain. Betapa sering saya divonis liberal, karena pendapat saya agar dalam
memahami teks-teks agama diperlukan rasionalitas yang solid. Sebaliknya
seringkali pula saya dituduh ekstrim karena pembelaan saya kepada idealisme
keagamaan yang saya yakini.
Kesalahpahaman itu kerap
terjadi karena mendengarkan ceramah atau wawancara secara sepotong-sepotong.
Apalagi jika memang “mindset” yang mendengarkan itu sudah penuh kecurigaan
dan kebencian. Kesimpulannya pasti akan mengikut kepada warna otak yang telah
terbentuk duluan.
Kesembilan, mengenai silap
kata, menyinggung dengan kata-kata, tentu pertama beliau adalah manusia biasa
dan pasti ada khilaf dan salah. Tapi jangan pula lupa bahwa dalam diri beliau
ada sisi komedi yang sebagaimana komedian lainnya biasa menyinggung untuk tujuan
yang baik. Tapi kalau itu dianggap menyinggung, kurang sensitif, ambil hikmah
dan pelajaran darinya. Intinya adalah “who the hell is perfect”? Emangnya
siapa yang sempurna?
Akhirnya saya memang
khawatir jangan-jangan yang sedang terjadi adalah bahwa sikap jujur dan
istiqamah dalam beragama saat ini dianggap ancaman. Saya bahkan curiga,
jangan-jangan yang diinginkan oleh sebagian pihak dari para ustaz dan ulama
agar menyampaikan Islam berdasarkan kecenderungan hawa nafsu mereka.
Sekali lagi, saya justru
melihat Ustaz Abdul Somad ini menjaga karakter “wasathiyah”, yaitu karakter
imbang yang merangkul semua pihak. Beliau mencoba merangkul kembali
bahagian-bahagian keumatan yang sedang berserakan. Di Muhammadiyah beliau
menyampaikan pendapat NU. Di NU beliau menyampaikan pendapat Muhammadiyah.
Dalam berbagai ceramahnya
beliau hanya membahas masalah agama dan keumatan, serta bagaimana umat ini
“get empowered” (menjadi kuat). Sebab jika umat kuat di Indonesia, dengan
sendirinya bangsa dan negara ini menjadi bangsa dan negara yang kuat, mandiri
dan disegani.
Tapi, kenapa ada yang
kurang senang, bahkan boleh jadi merasa terancam? Ustaz Abdul Somad memangnya
sangar dan menakutkan? Punyakah kekuatan massa yang ditakutkan?
Entahlah. Tapi memang
salah satu penyakit berbahaya dalam dunia kita yang semakin egoistik ini
adalah “al-khauf wal-hazan”. Penyakit “takut dan sedih”. Takut tersaingi,
terkalahkan, terpinggirkan, dan bahkan takut orang lain mendapatkan apa yang
dimilikinya. Dan kalau itu terjadi akan tumbuh rasa sedih yang boleh jadi
berujung kepada sikap destruktif dan frustrasi.
Akhirnya saya mengimbau
semua pihak kiranya ulama-ulama seperti beliau yang rendah hati, santun,
namun jujur dengan keilmuannya dijaga dan dirangkul. Beliau adalah aset umat,
bangsa dan negara. Dengan keilmuan yang luas, dada yang lapang, insya Allah
tidak memiliki intrik-intrik politik, beliau bisa menjadi pilar kebangkitan
umat dan bangsa.
Jika diperlakukan tidak
sebagaimana mestinya maka beliau boleh saja dirangkul oleh pihak-pihak yang
memang memilki kepentingan sempit dan sesaat. Dengan magnet dan daya tarik
yang beliau miliki saat ini boleh jadi justeru disalahgunakan oleh
pihak-pihak tertentu untuk tujuan tertentu pula. Entahlah! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar