Mantan
Terindah
M Subhan SD ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 16 Maret 2017
Pertemuan Presiden Joko Widodo dan presiden ke-6, Susilo
Bambang Yudhoyono, Kamis (9/3), ibarat dua orang yang sama-sama memendam
rindu. Sama-sama punya hasrat bertemu. ”Seperti sudah sering saya sampaikan
bolak-balik, saya akan mengatur waktu untuk bertemu Pak SBY, dan hari ini,
alhamdulillah beliau pas ada waktu juga,” kata Jokowi, Kamis. SBY menimpali,
”Pertemuan ini sudah digagas dan dirancang cukup lama. Alhamdulillah hari ini
berlangsung.”
Hubungan dua tokoh itu memang agak menegangkan. ”Ada yang
beri tahu ke saya, beliau (Jokowi) ingin bertemu saya. Cu- ma, ada dua-tiga
orang di sekeliling beliau yang menghalangi,” kata SBY, Februari lalu, saat
panas-panasnya situasi setelah na- ma SBY disebut di persidangan penodaan
agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Ada kecurigaan telepon SBY
dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin disadap.
Setelah aksi massa 4 November 2016 dan 2 Desember 2016,
SBY seakan menjadi tertuduh penggerak di balik aksi-aksi tersebut, termasuk
selentingan kabar di balik aksi makar. Juga saat mantan Ketua KPK yang pernah
mendekam di penjara terkait kasus pembunuhan, Antasari Azhar, meminta SBY
buka mulut mengenai kasus yang menimpa dirinya.
Mari kilas balik dua tahun lalu. Saat transisi
pemerintahan, Jokowi bertemu empat mata dengan SBY di Nusa Dua, Bali, Agustus
2014. Suasananya santai, tak ada beban. Namun, Maret 2016, hubungan keduanya
menegang. Ketika bersafari di Jawa, SBY mengkritik pemerintah untuk tidak
ngotot membangun infrastruktur di tengah kondisi ekonomi yang lesu. Presiden
Jokowi memang tengah ngebut membangun infrastruktur.
Jokowi tak bereaksi. Dia cuma meninjau megaproyek Pusat
Pendidikan, Pelatihan, dan Olahraga Nasional Hambalang di Bogor, warisan
zaman SBY. Proyek itu telantar sia-sia setelah anggarannya digarong termasuk
oleh elite Partai Demokrat kala itu. Begitulah pukulan balik Jokowi. Itulah
sesi Jokowi versus SBY yang rupanya terus berlanjut.
Tak heran pertemuan dua tokoh ini amat dinanti-nanti.
Apalagi, dalam dua bulan ini, Presiden Jokowi sudah bertemu Ketua Umum PDI-P
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum
Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum
PAN Zulkifli Hasan. Paling fenomenal adalah pertemuan berulang kali dengan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, lawan tanding di Pilpres 2014.
Dan, pekan lalu Jokowi dan SBY sudah berkomunikasi
sekaligus klarifikasi banyak hal. Boleh jadi juga blakblakan, bahkan
diselingi canda. ”Saya mengatakan secara berseloroh bahwa presiden itu
hidupnya tidak tenang, kiri salah kanan salah, maju kena mundur kena,” kata
SBY tersenyum.
Kalau sudah bertemu, rasanya hati sudah plong. Pertemuan
membuat suasana cair dan relaks. Pertemuan menghapus prasangka, rasa curiga,
rasa kesal, dugaan-dugaan. Jika hubungan keduanya sudah mencair, tentu bisa
mengurangi ketegangan politik yang terus memanas selama ajang Pilkada DKI
Jakarta.
Lalu, ke manakah suara pendukung Agus Harimurti Yudho-
yono, putra sulung SBY yang tak lolos putaran pertama, setelah pertemuan itu?
Biarlah itu teruji di putaran kedua pada 19 April. Catatan pekan ini:
sesekali menikmati teh hangat berduaan di beranda belakang (veranda talk)
Istana Merdeka lebih keren karena bikin politik lebih sejuk. Dan, lamat-lamat
terdengar suara merdu Raisa melantunkan ”Mantan Terindah”. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar