Pencegahan dan Penindakan oleh KPK
Moh Mahfud MD ; Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum
Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara; Ketua MK 2008-2013
|
KOMPAS,
20 Januari 2016
Pandangan bahwa
pencegahan merupakan tugas utama yang harus dijadikan fokus pelaksanaan tugas
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah keliru dan agak menyesatkan. Sebab, jika
pencegahan diartikan sebagai upaya preventif agar korupsi tidak sampai
terjadi, KPK tidak akan dapat melakukan tugas itu secara proporsional dan efektif.
Adalah benar bahwa
pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan dalam pemberantasan
korupsi, tetapi kelirukalau hanya karena itu lalu meminta KPK untuk
memfokuskan diri pada langkah-langkah pencegahan.
Memang, pemberantasan
korupsi dinilai lebih berhasil jika jumlah orang yang dipenjarakan karena
korupsi menurun. Sebaliknya upaya pemberantasan korupsi akan dinilai gagal
jika semakin banyak orang yang dipenjarakan karena korupsi. Maka, menjadi
benar pula politik hukum yang menekankan bahwa pencegahan korupsi harus lebih
diutamakan atau—sekurang-kurangnya—dilakukan secara seimbang dengan
penindakan. Undang-Undang No 30/2002 tentang KPK, misalnya, meniscayakan
pencegahan dan penindakan sebagai langkah simultan dalam pemberantasan
korupsi.
Namun, harus diingat,
meskipun politik hukum kita menyatakan seperti itu bukan berarti bahwa tugas
utama atau fokus kegiatan KPK adalah melakukan pencegahan korupsi. Secara
hukum akan sangat sulit bagi KPK untuk melakukan pencegahan. Pencegahan
korupsi atas anggaran negara, misalnya, hanya bisa dilakukan pejabat pengguna
anggaran di setiap instansi, padahal KPK bukanlah lembaga pengguna anggaran,
kecuali untuk anggaran di KPK sendiri.
Misalnya, KPK tidak
punya otoritas dalam penggunaan anggaran, seperti merencanakan
pembelanjaanatau menentukan realisasinya di Kementerian Kehutanan,
Kementerian Kesehatan, dan instansi-instansi pengguna anggaran lainnya.
Otoritas penggunaan anggaran di instansi-instansi tersebut ada pada menteri
atau pejabat-pejabat di instansi yang bersangkutan. KPK tidak bisa mencegah
korupsi dalam penggunaan anggaran karena dia bukan instansi pengguna
anggaran.
Tugas institusi lain
Di dalam hukum
administrasi negara, pencegahan korupsi sebenarnya sudah diatur dalam konsep
pengawasan melekat, yakni pengendalian oleh pimpinan instansi pengguna
anggaran secara berjenjang sejak dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan. KPK tidak bisa melakukan itu karena KPK bukan pejabat pengguna
anggaran di instansi-instansi itu. Yang bisa mencegah adalah pimpinan
pengguna anggaran di instansi masing-masing.
Itulah sebabnya secara
ekstrem bisa dikatakan bahwa mendorong KPK untuk hanya fokus pada pencegahan
korupsi adalah keliru dan agak mustahil. Sebab, kalau ditanya bagaimana
caranya KPK mencegah penyalahgunaan anggaran sedangkan ia tidak punya
otoritas dalam penggunaan anggaran, tidak ada yang bisa menjawab dengan
memberi landasan yuridis.
Tentu ada yang akan
mengatakan bahwa pencegahan itu bisa dilakukan melalui bimbingan penggunaan
anggaran sesuai peraturan dan prosedur-prosedur tertentu. Kalau itu yang
dimaksud sebagai pencegahan korupsi, itu pun bukanlah fokus tugas KPK,
melainkan menjadi tugas lembaga lain, seperti Kementerian Keuangan,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Lembaga Administrasi Negara,
inspektorat jenderal, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Mungkin juga ada yang
mengatakan bahwa pencegahan tidak harus selalu dalam bentuk pengawasan
melekat di instansi pengguna anggaran, tetapi harus dilakukan melalui
pendidikan anti korupsi dan kuliah hukum korupsi di perguruan tinggi. Kalau
itu yang dimaksud dengan pencegahan, itu pun bukanlah fokus tugas KPK,
melainkan menjadi tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Ristekdikti, dan berbagai perguruan tinggi.
Bisa juga ada yang
mengatakan bahwa pencegahan korupsi harus dilakukan dengan pendidikan agama
dan penguatan moral di tengah-tengah masyarakat agar orang menjadi beriman
dan tak berani melakukan korupsi. Kalau itu yang dimaksud dengan pencegahan,
itu pun bukanlah tugas utama KPK, melainkan menjadi tugas Kementerian Agama,
ormas keagamaan, masjid, gereja, kelenteng, ustaz, pastor, dan sebagainya.
Kalau yang dimaksud
pencegahan adalah memberikan bimbingan teknis dan ceramah-ceramah tentang
bahaya korupsi ke berbagai instansi seperti yang dilakukan oleh KPK selama
ini, itu pun sebenarnya bukan tugas pokok KPK. Bimbingan teknis dan
penyuluhan-penyuluhan anti- korupsi tidak perlu dilakukan oleh KPK. Ia bisa
dilakukan sendiri oleh instansi-instansi di luar KPK. Selama ini pun berbagai
lembaga perguruan tinggi, LSM, dan ormas-ormassudah melakukan itu tanpa
merecoki KPK. Para narasumber bimbingan teknis dan penyuluhan-penyuluhan
seperti itu tidak kalah hebatnya daripada orang-orang yang dikirim oleh KPK.
Muatan UU KPK
Dengan menyatakan itu
saya tidak bermaksud mengatakan KPK tidak perlu ikut melakukan pencegahan
korupsi dalam arti melakukan tindakan sebelum korupsi terjadi. Saya hanya
ingin mengingatkan, KPK tidak boleh diposisikan atau memosisikan dirinya
untuk fokus hanya pada pencegahan. Pencegahan bisa dilakukan oleh KPK, tetapi
bukan sebagai tugas utama, melainkan sekadar ikut memfasilitasi pencegahan
secara lintas institusi negara. Itu sudah cukup dilakukan oleh KPK
melaluipembentukan deputi pencegahan yang sekarang sudah ada di sana.
Kita paham dan setuju
bahwa pencegahan itu sangat penting, tetapi secara operasional menjadi tidak
benar jika dikatakan bahwa tugas utama atau kegiatan KPK adalah pencegahan.
Jika dibaca keseluruhan isi UU No 30/2002, fokus tugas KPK justru pada penindakan.
Cakupan tugas-tugas
KPK menurut Pasal 6, 7, sampai Pasal 13 UU No 30/2002, misalnya, memang
dirinci ke dalam pencegahan dan penindakan disertai dengan uraian tentang
bentuk-bentuk pencegahan dan penindakan. Akan tetapi, pengaturan tentang
bentuk-bentuk pencegahan di dalam pasal-pasal tersebut berhenti di situ dan
hanya bersifat teknis-administratif dan koordinatif serta sinergitas KPK
dengan instansi-instansi lain.
Berbeda dengan
pengaturan pencegahan, pengaturan tentang penindakan yang harus dilakukan
oleh KPK yang dielaborasi sangat detail dengan kewenangan-kewenangan khusus
dan tidak terbagi. Tindakan penindakan oleh KPK diatur dengan sangat rinci,
baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formal atau acaranya.
Hukum materiil yang
sudah sangat jelas batas-batasnya dilengkapi juga dengan hukum acara mulai
dari tahap penyelidikan, penyadapan, operasi tangkap tangan, penyidikan,
penersangkaan, penahanan, penyitaan, pendakwaan, penuntutan, dan eksekusi
yang dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan khusus, seperti penyadapan dan
larangan pembuatan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) agar KPK super
hati-hati sebelum menersangkakan orang.
Alhasil, pencegahan
korupsi sebagai tugas umum negara adalah sangat penting, tetapi tugas
pencegahan adalah tugas semua instansi, terutama sebagai langkah bersama yang
sinergis. Adapun tugas KPK mencakup tugas pencegahan dan penindakan, tetapi
fokus utamanya adalah penindakan. Adalah keliru kalau ada yang mendorong KPK
atau KPK memosisikan dirinya untuk memfokuskan diri pada pencegahan, kecuali
diartikan dengan tegas bahwa penindakan itulah bagian terpenting dari
pencegahan oleh KPK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar