Hati-hati
Berinvestasi
Hamli Syaifullah ;
Penulis tengah menempuh studi S-2
Program Pascasarjana STIE Ahmad Dahlan, Jakarta
|
KORAN
JAKARTA, 21 Agustus 2014
Artikel HS ini telah dimuat di SINAR HARAPAN 20 Agustus 2014
Investasi bodong makin marak akhir-akhir ini, mulai dari arisan
berbentuk daging sapi hingga penggalangan dana masyarakat dengan pemberian
tingkat bunga yang cukup tinggi. Ini jelas menggiurkan hati sebagian
masyarakat untuk berinvestasi.
Tentu warga dengan logika ekonomi sehat tidak akan berinvestasi
di lembaga yang tidak jelas asal usul dan kelengkapan hukumnya. Dapat
dipastikan investasi tidak masuk akal dan tak memiliki kelengkapan hukum
merupakan penipuan berkedok penanaman modal.
Ada beberapa ciri khusus investasi bodong yang telah ditetapkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di antaranya imbal hasil yang ditawarkan besar,
membawa-bawa nama toko, dan tidak terdaftar di OJK. Jika ada pihak
mengatasnamakan suatu lembaga investasi dengan ciri-ciri tersebut, sangat
mungkin itu investasi abal-abal.
Banyak orang yang terjerat investasi bodong ataupun investasi
berpola ponzi. Contoh beberapa hari yang lalu masyarakat dikejutkan dengan
kasus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) yang menawarkan imbal
hasil 1,5 persen per bulan atau 18 persen setahun. Dana yang terkumpul
mencapai 3,2 triliun rupiah dari 8.000 lebih investor.
Besaran imbal hasil yang dijanjikan membuat koperasi tak mampu
membayar sejak Maret lalu. Bunga tinggi membuat masyarakat berbodong-bondong
menitipkan uang di KCKGP. Padahal, total aset perusahaan kurang dari 2
triliun rupiah, sementara kewajiban yang harus ditunaikan sebesar 3,2 triliun
rupiah.
Setelah KCKGP gagal bayar, barulah investor beramai-ramai
menuntut perusahaan. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa ramainya
investor menanamkan dananya di KCKGP karena hendak memperoleh kesejahteraan
instan. Mereka tidak memikirkan kemampuan perusahaan mengembalikan dana.
Contoh lain konsep investasi dibalut sistem saling membantu
antarpeserta, social financial
networking atau masyarakat membantu masyarakat (MMM). Dalam konsep ini,
setiap peserta menciptakan peluang saling membantu. Misalnya, hari ini A
membantu. Besok dia dibantu B. Kemudian A dan B akan dibantu C, dan
seterusnya.
Menurut konsep ini, setiap bantuan yang diberikan anggota
komunitas pada hari ini akan diganti anggota lain dengan memperoleh reward 30 persen dari uang yang sudah
dibantukan. Ini sebagai penghargaan keikhlasan dalam membantu. Memang konsep
tersebut sangat menarik, terutama bagi seseorang yang malas bekerja keras.
Dia tinggal menanamkan uangnya sebagai bantuan. Setelah itu di akan menerima
bantuan dari pihak lain.
Ponzi Ekonomi
Dua contoh investasi tersebut merupakan konsep Ponzi Ekonomi,
sebuah konsep bisnis yang tidak memperhatikan kehati-hatian. Ponzi ekonomi
diambil dari istilah yang pernah dipopulerkan Hyman Minsky (1919–1996),
seorang ekonom progresif AS. Minsky menggunakan terminologi ponzi untuk
menjelaskan tipikal perilaku agen ekonomi yang cara pengelolaan keuangannya
tidak prudent.
Akibatnya, untuk membayar cicilan utangnya pun tak mampu karena
bisnis tersebut dijalankan dengan cara patgulipat, dan sama sekali tidak riil
(A Prasetyantoko: Ponzi Ekonomi, 2010,
7). Peserta yang menginvestasikan di bulan ataupun tahun pertama mungkin
masih dapat menerima imbal hasil karena perusahaan masih likuid.
Untuk tahun selanjutnya, biasanya perushaan mulai macet membayar
imbal hasil dan sangat mungkin juga utang pokoknya. Dari sini, dana yang
ditanam banyak tidak kembali. Sedangkan bagi investor selanjutnya, dapat
dipastikan akan mengalami kerugian karena bisnis yang dijalankan mulai
mandek. Perusahaan sudah tak mampu membayar kewajiban kepada investor. Ini
juga lantaran imbal hasil yang diberikan tak seimbang dengan keuntungan
perusahaan.
Peristiwa seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai fraud. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) mendefinisikan fraud sebagai tindakan tidak sah yang
ditandai dengan ketidakjujuran untuk menggelapkan atau melanggar kepercayaan.
Fraud dilakukan perorangan dan
organisasi untuk memperoleh uang, properti, ataupun jasa dengan cara
menghindari pembayaran demi keuntungan bisnis (Subagio Tjahjono dkk: Business Crims and Ethics, 2013, 21).
Dari penjelasan ini, investasi bodong merupakan kegiatan bisnis
yang menggunakan skema ponzi ekonomi dengan tindakan fraud demi meraih
keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Untuk menghadapi kegiatan ponzi ekonomi berkedok investasi,
gunakan logika sehat agar seseorang mampu menilai, bisnis yang ditawarkan
benar-benar nyata atau bodong. Bandingkan imbal hasil dengan lembaga lain
yang lebih kredibel, seperti perbankan, asuransi, pegadaian, ataupun lembaga
resmi lainnya.
Umpamanya, ketika ada seseorang yang menawarkan investasi dengan
imbal hasil hingga 30 persen seperti yang dilakukan MMM, bandingkan imbal
hasil tersebut dengan deposito perbankan yang hanya berkisar 9–12 persen per
tahun. Artinya, sekaliber perbankan dengan likuiditas sangat tinggi pun tidak
berani memberi imbal hasil hingga 30 persen dalam jangka waktu beberapa hari.
Ini jelas tidak rasional dan pasti abal-abal.
Jangan segan menanyakan ke OJK mengenai perizinan investasi yang
ditawarkan, baik tertulis maupun online ke Layanan Konsumen OJK (500655).
Masyarakat juga dapat mencari informasi ke Satuan Tugas Waspada Investasi
yang berwenang menangani dan menganalisis laporan dugaan tindakan melawan
hukum di bidang pengelolaan investasi.
Langkah-langkah tersebut dapat memperkecil potensi tertipu.
Itulah salah satu bentuk menjalankan prinsip kehati-hatian dalam
mengembangkanan dana. Jangan tergiur keuntungan luar biasa hanya dalam waktu
sesaat. Bekerjalah sekeras mungkin untuk memperoleh keuntungan. Semua harus
usaha, tidak ada yang instan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar