SBY
Bernyanyi
L Wilardjo ; Guru Besar
Fisika UK Satya Wacana
Sumber : KOMPAS,
23 Juni 2012
Dalam judul artikel ini, yang saya maksudkan
dengan inisial ”SBY” ialah Jenderal TNI (Purn) Dr H Susilo Bambang Yudhoyono,
presiden kita saat ini.
Bagi rakyat Indonesia, SBY sudah merupakan
semacam paraban kesayangan (affectionate
nickname), sama seperti JFK (John Fitzgerald Kennedy) dan LBY (Lyndon
Baines Johnson) bagi orang Amerika. SBY memang suka menyanyi, tetapi
”Bernyanyi” dalam judul di atas mengacu khusus ke bernyanyinya SBY bersama
banyak orang dalam rangkaian acara hash-house-harriers
di Borobudur baru-baru ini.
Acara bernyanyi bersama itu ditayangkan di
televisi. Sebelum mereka mulai bernyanyi, penyiar mengatakan bahwa lagu yang
akan dinyanyikan itu diciptakan SBY secara spontan, hanya dalam beberapa menit.
Namun, begitu mereka mulai bernyanyi dan sebelum nyanyian itu selesai, saya
mengenali nyanyian itu sebagai lagu yang kami nyanyikan sewaktu kami masih
kanak-kanak.
Lirik lagu itu di sana-sini diubah oleh SBY.
Dulu kami menyanyikannya begini: //Gembira
2x siapa tak mau gembira–a–a/Gembira 3x itu merdeka/Siapa 3x mau
bersusah?/Susah itu hanyalah/Bagi kaum terjajah/Merdeka/Gembiralah!//
Anak-anak muda masa kini barangkali tidak
tahu lagu ”jadul” itu. Namun, Prof Bambang Hidayat (astronom, ITB/AIPI) bukan
hanya masih ingat lagu dan syairnya. Ia ingat pernah menyanyikan lagu itu di
acara kepanduan (kepramukaan) di Salatiga, tahun 1947. ”Kakak” yang memimpin
kegiatan kepanduan itu Pak Abusono.
Jiplakan?
Apakah lagu yang dinyanyikan bersama oleh SBY
dan kerumunannya itu jiplakan? Ah, ada-ada saja; masak, Presiden menjiplak?!
Namun, kita tahu bahwa Menteri Pertahanan
Jerman yang ”anak emas”-nya Kanzlerin Angela Merkel ternyata disertasinya
jiplakan. Disertasi Presiden Hongaria juga terbukti jiplakan dari karya ilmuwan
Perancis. Ibu Negara Romania, istri diktator Caescescu yang kemudian ditembak
mati oleh pengadilan rakyat, bahkan mengupah selusin penulis siluman (ghost writers). Tugas mereka ialah
membikinkan makalah-makalah untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah dengan nama sang Ibu Negara sebagai penulisnya.
Kalau SBY sendiri mendaku (mengklaim) lagu
itu sebagai ciptaannya atau menyatakan (secara lisan atau tertulis) bahwa
pernyataan penyiar/reporter di Borobudur itu benar, ya, itu jiplakan. Bukan
hanya plagiasi, tetapi juga modifikasi. Ini menurut Dr Henry Sulistyo Budi,
pakar TRIPP (trade-related intellectual
property rights protection) dan doktor dalam hukum hak kekayaan intelektual
(HKI). Jumat, 1 Juni 2012, Henry Sulistyo Budi berseminar tentang plagiarisme
ditinjau dari segi hukum dan etika di UK Satya Wacana Salatiga.
Einstein dan Schumann
Dalam seminar itu saya bertanya (secara
retoris), apakah memakai karya orang lain yang sudah jadi pengetahuan umum tanpa
menyebutkan sumbernya plagiarisme? Misalnya, memakai E>mc2 tanpa mengacu ke
artikel ”Zur Elektrodynamik Bewegter
Koerper” (Tentang Elektrodinamika-nya Benda-benda yang Bergerak) yang
diterbitkan Einstein di Annalen der
Physik volume 17 tahun 1905? Kata Henry Sulistyo Budi, kalau yang seperti
itu, sih, bukan penjiplakan.
”Die
beiden Grenadiere” ialah satu di antara sekian banyak Lieder ciptaan Robert
Schumann. Das Lied ialah lagu Jerman klasik yang indah. ”Die beiden Grenadiere” berkisah secara jenaka, tetapi sekaligus
juga ”trenyuh” (poignant) tentang dua
prajurit Perancis. Satu di antaranya bahkan pahlawan yang disemati bintang
tanda jasa. Kembali ke Perancis, setelah dilepas dari penjara di Rusia, mereka
letih-payah, baik fisik maupun mental, sebab Perancis sudah kalah perang.
Seorang dari mereka tahu bahwa ia akan segera
mati. Namun, dari lubuk hatinya timbul semangat patriotisme. Untuk melukiskan
patriotisme dalam kepasrahan itu, Schumann mengambil penggalan lagu kebangsaan
Perancis, ”La Marseillaise”.
Penggalan itu mirip dengan lagu cinta tanah air, ”Dari Barat sampai ke Timur”.
Pada hemat saya, Schumann bukan penjiplak sebab ”semua orang” sudah tahu,
sedikit nukilan itu berasal dari ciptaan Claude Joseph Rouget de Lisle. Halnya
sama dengan kita semua, yang tahu ”Indonesia Raya” ciptaan Wage Rudolf
Soepratman.
Jadi, bagaimana dengan acara
bernyanyi bersama di hash-house-harriers
Borobudur itu? Apakah SBY menjiplak? Jawabannya secara bersyarat sudah saya
berikan. Saya sendiri menduga bahwa tak ada niat SBY untuk mendaku lagu itu
sebagai ciptaannya. SBY berasumsi bahwa orang sudah tahu bahwa lagu itu lagu
perjuangan jadul. Ucapan penyiarnya saja yang menyesatkan.
Tentu akan menjadi lebih baik seandainya SBY
meluruskan pengumuman penyiar yang keliru itu. Namun, mungkin SBY tak menangkap
dengan jelas suara penyiar itu sebab suasananya, kan, ramai. Atau kekeliruan
kecil itu dianggap SBY tidak penting. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar