Mengelola
Kekayaan Islam Indonesia
Abdul Mu’ti ; Sekretaris
PP Muhammadiyah, Dosen IAIN Walisongo, Semarang
SUMBER : SINDO, 1
Juni 2012
Islam
Indonesia memiliki sedikitnya lima kekayaan. Pertama, kekayaan demografis.
Lebih dari 180 pemeluk Islam, Indonesia adalah negeri muslim terbesar di dunia.
Kedua, kekayaan teologis.
Muslim
Indonesia menganut mazhab fikih dan teologi besar dunia. Selain penganut Mazhab
Sunni, tidak sedikit pengikut Syiah yang sudah eksis sejak awal perkembangan
Islam. Ketiga,kekayaan kebudayaan. Islam Indonesia memiliki arsitektur masjid,
kesenian, kesusastraan dan busana khas Nusantara yang merupakan perpaduan
kreatif antara nilai-nilai Islam,budaya lokal,dan agamaagama lain di Indonesia.
Termasuk kekayaan kebudayaan adalah tradisi keagamaan yang toleran,ramah,dan terbuka. Keempat, kekayaan sejarah. Di bumi Indonesia pernah berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak,Samudera Pasai, Mataram Islam, Goa, Banjar, dan sebagainya.Selain meninggalkan jejak-jejak kejayaan,sejarah kerajaan Islam juga mewariskan heroisme dan patriotisme melawan imperialisme.
Kelima, kekayaan intelektual. Banyak karya besar yang ditulis ulama Nusantara dalam bahasa daerah, Melayu, dan Arab. Beberapa ulama Nusantara juga berpengaruh di negara-negara muslim karena karyanya dan kealimannya. Salah satu ulama tersebut adalah Syaikh Nawawi al-Bantani yang pernah menjadi imam Masjidil haram Mekkah.
Masalah Rasa Percaya Diri
Sayangnya, Indonesia belum mampu mengelola kekayaan Islam yang luar biasa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, umat Islam mengidap penyakit inferiority complex. -Meminjam istilah Tariq Ramadhan (2004), muslim Indonesia menderita “double inferiorities”: keminderan ganda. Pertama, dalam bidang keagamaan, muslim Indonesia merasa rendah diri dibandingkan dengan negara-negara Arab.
Perasaan menjadi orang “ajam” dan kelemahan bahasa Arab membuat muslim Indonesia menaruh hormat secara berlebihan terhadap Arab.Kedua,muslim Indonesia juga silau melihat kemajuan Barat dan membungkuk di hadapan kehendak Barat. Perkembangan dunia pascakolonial membuat Indonesia tertinggal dibandingkan negara- negara lain. Berkah minyak yang mendatangkan kemakmuran ekonomi Arab Saudi membangkitkan rasa percaya diri yang hebat.
Sejak akhir 1970-an Arab Saudi me-lakukan ekspansi ideologi ke negara-negara muslim, tidak terkecuali ke Indonesia. Perasaan inferior membuat Indonesia kagum kepada Arab dan sibuk melakukan Arabisasi di banyak bidang. Pengaruh Arabisasi terlihat dalam perubahan arsitektur masjid, kesenian,dan busana. Tidak hanya itu, karakter keagamaan yangtoleran, santun, dan terbuka pun berubah menjadi garang.
Tidak hanya terhadap Arab Saudi,ada gejala di mana muslim Indonesia juga tampak rendah diri di hadapan Malaysia. Pada masa awal kemerdekaan, Malaysia sebagai “saudara muda” berguru ke Indonesia. Berbekal ketekunan dan kerja keras, kini Malaysia jauh meninggalkan Indonesia. Banyak aspek keislaman di Indonesia saat ini justru berkiblat ke negeri jiran itu.
Karena itu, agar Islam Indonesia mampu mengelola kekayaannya, diperlukan dua langkah. Pertama, membangkitkan rasa percaya diri.Cara pertama tentu saja melalui peningkatan kemakmuran ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi, Indonesia mampu berdiri tegak di antara negara-negara Islam. Kemakmuran memungkinkan Indonesia memberikan beasiswa kepada pelajar dari negara-negara muslim untuk menuntut ilmu di Indonesia.
Perlu alokasi dana bagi perguruan tinggi yang menerima mahasiswa asing. Selama ini putra-putri Indonesia berbondong-bondong belajar ke negara-negara Arab yang penuh konflik seperti Sudan, Irak,dan Syiria. Kedua, membangun kesadaran umat Islam tentang kekayaannya dan mengaktualisasikan dalam kehidupan kebangsaan. Islam yang ramah dan toleran adalah kekayaan yang merepresentasikan ajaran Islam.
Ironisnya,sebagian umat Islam justru menilai Islam yang ramah dan toleran sebagai sikap lembek dan bagian dari propaganda Barat untuk melumpuhkan Islam secara perlahan-lahan. Karena itu, usaha untuk belajar dari negara lain haruslahselektif. Mengirimkan putra putri ke luar negeri tanpa arahan yang bijak akan sangat berisiko bagi karakter dan identitas bangsa.
Pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri tidak boleh dibiarkan terjun bebas di hutan belantara yang sama sekali asing. Jika dibiarkan begitu saja, sekembalinya ke Tanah Air mereka akan menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat dan bangsanya. Belajar ke negara lain harus dimaksudkan untuk mempelajari hal-hal yang positif.
Keberpihakan Pemerintah
Untuk itu, diperlukan pemihakan oleh pemerintah. Diperlukan kebijakan nasional untuk melestarikan dan mengembangkan kekayaan Islam Indonesia. Konservasi warisan kekayaan Islam tidak seharusnya dilakukan secara alamiah dan kehendak politik pemerintah daerah. Tidak hanya bangunan bersejarah yang runtuh, umat Islam juga mulai kehilangan kekayaan intelektual karena banyaknya karya ulama Nusantara yang musnah.
Perlu ada regulasi pembangunan masjid dan tempat ibadah, tidak hanya menyangkut konstruksi,tetapi juga arsitektur.Aturan tentang cagar budaya berlaku pada “bangunan tua”dan bangunan baru sehingga karakteristik arsitektur Islam Nusantara tetap lestari.Termasuk dalam langkah ini adalah penyusunan kembali buku-buku sejarah yang memuat khasanah Islam Indonesia, tidak melulu romantika dan problematika sejarah Islam masa lalu.
Pemerintah juga harus berpihak kepada budaya Islam Indonesia yang toleran dan terbuka.Membiarkan gerakan radikal memenuhi ruang publik dan merajalelanya kekerasan karena alasan “keselamatan sesaat” akan membunuh karakter Islam Indonesia. Mengelola kekayaan Islam berarti melindungi yang kecil dan lemah, bukan hanya memihak yang bersuara lantang, yangkaya massa, atau yang rajin memuji-muji.
Beragama adalah masalah hak asasi, hak hidup, dan kebebasan. Ada gejala di mana generasi muda mulai tercerabut dan kehilangan kebanggaan terhadap kekayaan Islam Indonesia. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan. Kekayaan akan binasa jika salah kelola dan tidak ada generasi yang meneruskannya. ●
Termasuk kekayaan kebudayaan adalah tradisi keagamaan yang toleran,ramah,dan terbuka. Keempat, kekayaan sejarah. Di bumi Indonesia pernah berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak,Samudera Pasai, Mataram Islam, Goa, Banjar, dan sebagainya.Selain meninggalkan jejak-jejak kejayaan,sejarah kerajaan Islam juga mewariskan heroisme dan patriotisme melawan imperialisme.
Kelima, kekayaan intelektual. Banyak karya besar yang ditulis ulama Nusantara dalam bahasa daerah, Melayu, dan Arab. Beberapa ulama Nusantara juga berpengaruh di negara-negara muslim karena karyanya dan kealimannya. Salah satu ulama tersebut adalah Syaikh Nawawi al-Bantani yang pernah menjadi imam Masjidil haram Mekkah.
Masalah Rasa Percaya Diri
Sayangnya, Indonesia belum mampu mengelola kekayaan Islam yang luar biasa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, umat Islam mengidap penyakit inferiority complex. -Meminjam istilah Tariq Ramadhan (2004), muslim Indonesia menderita “double inferiorities”: keminderan ganda. Pertama, dalam bidang keagamaan, muslim Indonesia merasa rendah diri dibandingkan dengan negara-negara Arab.
Perasaan menjadi orang “ajam” dan kelemahan bahasa Arab membuat muslim Indonesia menaruh hormat secara berlebihan terhadap Arab.Kedua,muslim Indonesia juga silau melihat kemajuan Barat dan membungkuk di hadapan kehendak Barat. Perkembangan dunia pascakolonial membuat Indonesia tertinggal dibandingkan negara- negara lain. Berkah minyak yang mendatangkan kemakmuran ekonomi Arab Saudi membangkitkan rasa percaya diri yang hebat.
Sejak akhir 1970-an Arab Saudi me-lakukan ekspansi ideologi ke negara-negara muslim, tidak terkecuali ke Indonesia. Perasaan inferior membuat Indonesia kagum kepada Arab dan sibuk melakukan Arabisasi di banyak bidang. Pengaruh Arabisasi terlihat dalam perubahan arsitektur masjid, kesenian,dan busana. Tidak hanya itu, karakter keagamaan yangtoleran, santun, dan terbuka pun berubah menjadi garang.
Tidak hanya terhadap Arab Saudi,ada gejala di mana muslim Indonesia juga tampak rendah diri di hadapan Malaysia. Pada masa awal kemerdekaan, Malaysia sebagai “saudara muda” berguru ke Indonesia. Berbekal ketekunan dan kerja keras, kini Malaysia jauh meninggalkan Indonesia. Banyak aspek keislaman di Indonesia saat ini justru berkiblat ke negeri jiran itu.
Karena itu, agar Islam Indonesia mampu mengelola kekayaannya, diperlukan dua langkah. Pertama, membangkitkan rasa percaya diri.Cara pertama tentu saja melalui peningkatan kemakmuran ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi, Indonesia mampu berdiri tegak di antara negara-negara Islam. Kemakmuran memungkinkan Indonesia memberikan beasiswa kepada pelajar dari negara-negara muslim untuk menuntut ilmu di Indonesia.
Perlu alokasi dana bagi perguruan tinggi yang menerima mahasiswa asing. Selama ini putra-putri Indonesia berbondong-bondong belajar ke negara-negara Arab yang penuh konflik seperti Sudan, Irak,dan Syiria. Kedua, membangun kesadaran umat Islam tentang kekayaannya dan mengaktualisasikan dalam kehidupan kebangsaan. Islam yang ramah dan toleran adalah kekayaan yang merepresentasikan ajaran Islam.
Ironisnya,sebagian umat Islam justru menilai Islam yang ramah dan toleran sebagai sikap lembek dan bagian dari propaganda Barat untuk melumpuhkan Islam secara perlahan-lahan. Karena itu, usaha untuk belajar dari negara lain haruslahselektif. Mengirimkan putra putri ke luar negeri tanpa arahan yang bijak akan sangat berisiko bagi karakter dan identitas bangsa.
Pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri tidak boleh dibiarkan terjun bebas di hutan belantara yang sama sekali asing. Jika dibiarkan begitu saja, sekembalinya ke Tanah Air mereka akan menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat dan bangsanya. Belajar ke negara lain harus dimaksudkan untuk mempelajari hal-hal yang positif.
Keberpihakan Pemerintah
Untuk itu, diperlukan pemihakan oleh pemerintah. Diperlukan kebijakan nasional untuk melestarikan dan mengembangkan kekayaan Islam Indonesia. Konservasi warisan kekayaan Islam tidak seharusnya dilakukan secara alamiah dan kehendak politik pemerintah daerah. Tidak hanya bangunan bersejarah yang runtuh, umat Islam juga mulai kehilangan kekayaan intelektual karena banyaknya karya ulama Nusantara yang musnah.
Perlu ada regulasi pembangunan masjid dan tempat ibadah, tidak hanya menyangkut konstruksi,tetapi juga arsitektur.Aturan tentang cagar budaya berlaku pada “bangunan tua”dan bangunan baru sehingga karakteristik arsitektur Islam Nusantara tetap lestari.Termasuk dalam langkah ini adalah penyusunan kembali buku-buku sejarah yang memuat khasanah Islam Indonesia, tidak melulu romantika dan problematika sejarah Islam masa lalu.
Pemerintah juga harus berpihak kepada budaya Islam Indonesia yang toleran dan terbuka.Membiarkan gerakan radikal memenuhi ruang publik dan merajalelanya kekerasan karena alasan “keselamatan sesaat” akan membunuh karakter Islam Indonesia. Mengelola kekayaan Islam berarti melindungi yang kecil dan lemah, bukan hanya memihak yang bersuara lantang, yangkaya massa, atau yang rajin memuji-muji.
Beragama adalah masalah hak asasi, hak hidup, dan kebebasan. Ada gejala di mana generasi muda mulai tercerabut dan kehilangan kebanggaan terhadap kekayaan Islam Indonesia. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan. Kekayaan akan binasa jika salah kelola dan tidak ada generasi yang meneruskannya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar