Menanti Keberanian
Presiden Keluarkan Perppu Presidential Threshold Irfan Amin : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 12 Juli 2022
Sudah belasan
kali uji materi UU Pemilu soal ketentuan ambang batas pencalonan presiden
atau presidential threshold kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial
review yang diajukan organisasi kemasyarakatan hingga individu ini esensinya
sama: menguji syarat 20 persen suara nasional parpol atau gabungan partai
untuk mengusung calon pada pilpres. Meski
berkali-kali gagal, tapi tak menyurutkan sejumlah pihak melakukan uji materi.
Teranyar adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS yang berikhtiyar menurunkan
angka ambang batas pencalonan presiden ini. Mereka begitu yakin dengan
tuntutan yang telah didaftarkan ek MKM pada Rabu (6/7/2022). “Kami hanya
mengajukan ke Mahkamah Konstitusi saja. Dan kami punya kajian yang sangat
komprehensif dan kami membuat perbandingan dengan negara-negara lain sehingga
kami bisa punya potensi menang,” kata Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al
Jufri di Gedung DPP PKS pada Senin (11/7/2022). Salim bahkan
dengan yakin mereka bisa menang, karena semua syarat sudah mereka penuhi.
“Banyak pengamat melihat, ajuan PKS ini sudah memenuhi semua syarat yang
diharapkan MK dan itu sudah pada kami semua,” kata dia. Meski
demikian, tetap ada rasa pesimisme dalam internal PKS bahwa aturan
presidential threshold bisa dihapus atau setidaknya diturunkan saja. PKS pun
menyadari ada cara alternatif menghapus aturan tersebut atau setidaknya
menurunkannya, yaitu dengan cara amandemen UU Pemilu di DPR. Apalagi saat ini
pemerintah bersiap-siap menerbitkan Perppu demi mengakomodir pemilihan umum
di Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua yang baru dimekarkan. Ketua Fraksi
PKS DPR, Jazuli Juwaini kepada reporter Tirto menerangkan, mereka sadar diri
untuk meminta presiden membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) tentang Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang setidaknya bisa
menurunkan ambang batas pencalonan presiden. “Kami sadar
diri, kami ini oposisi, tidak mungkin juga meminta ini itu kepada presiden,”
kata Jazuli. Selain itu, ia
juga tidak bisa sepenuhnya percaya dengan Perppu, karena ketiadaan kontribusi
dari legislatif. Sehingga pilihan Komisi II DPR RI hanya bisa menyetujui atau
tidak tanpa bisa ikut membahas konten di dalamnya. “Kalau Perppu
kami di DPR hanya diberi dua pilihan setuju atau tidak. Kalau begitu nanti
partai koalisi pemerintah kebingungan, mau setuju tapi ada sejumlah poin yang
ingin dibahas. Bila tidak dianggap tidak mau mendukung pemerintah,” kata dia. Alasan
lainnya, kata Jazuli, PKS tidak ingin meminta presiden membuat Perppu adalah
sebagai bentuk sikap bahwa partai di parlemen masih ada yang berjuang untuk
menurunkan angka presidential threshold dari 20 persen menjadi 9 persen
sesuai harapan mereka di MK. “Tahun lalu
sempat ada rencana pembahasan di Komisi II, namun entah kenapa itu semua
lenyap dan hanya tersisa PKS yang masih meminta presidential threshold
diturunkan,” kata dia. Secara
terpisah, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus berharap
presiden bisa mengeluarkan Perppu agar angka ambang batas pencalonan presiden
tidak setinggi saat ini. Namun ia pesimistis pemerintah bisa menyanggupi hal
tersebut. Hal itu melihat sejumlah partai besar yang tidak memiliki hasrat
yang sama dengannya. “Sebetulnya
PAN dari partai kelas menengah ada harapan agar bisa ada Perppu dan
menurunkan ambang batas presiden. Namun kita juga harus melihat saat ini
bagaimana kepentingan presiden itu sendiri," terangnya. Selain
pesimistis dengan kondisi pemerintah saat ini, Guspardi juga beranggapan
bahwa Perppu terkait syarat presidential threshold tidak terlalu penting.
Namun dia lebih mengarahkan agar Perppu Undang-Undang Pemilu diarahkan dalam
pengisian kekosongan hukum di 3 provinsi DOB Papua. “Salah satu
syarat dikeluarkannya Perppu adalah karena kekosongan hukum, dan saat ini
belum ada payung hukum yang menaungi UU Pemilu di 3 provinsi DOB, sehingga
itu yang lebih penting. Selain itu waktunya juga cukup mendesak,"
ungkapnya. Menghitung Plus-Minus Perppu Presidential Threshold Direktur Pusat
Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyebutkan sejumlah keuntungan dan
kerugian bila Presiden Joko Widodo berani mengeluarkan Perppu tentang UU
Pemilu Nomor 7 tahun 2017 yang bisa menurunkan angka presidential threshold. “Ada sejumlah
keuntungan bagi presiden bila dia berani mengeluarkan Perppu. Yang pertama
dia akan nampak mematuhi konstitusi. Dan akan menjadi presiden pertama yang
menerapkan kehendak dari Pasal 6 ayat 2 UUD 1945, sehingga dia bisa
menertibkan aturan pemilu" kata Feri. Selain itu,
kata Feri, Jokowi juga bisa menepis sejumlah tudingan bahwa dirinya adalah
orang di balik segala pencalonan. Sehingga proses pemilu akan fair bagi semua
pihak. “Menghentikan
kecurigaan orang-orang kepada presiden bahwa dia ikut bermain dalam proses
penentuan kandidat capres melalui partai dengan suara besar. Apalagi kalau
diturunkan hingga 0 persen" jelasnya. Feri semakin
optimistis dengan posisi Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia sudah
seharusnya mengeluarkan Perppu tanpa mengganggu atau melanggar pasal yang ada
dalam konstitusi. “Dikeluarkannya
Perppu atas dasar 3 syarat yaitu kalau kekosongan hukum, ada hukum tapi tidak
menyelesaikan masalah dan perlu payung hukum dalam waktu cepat. Dilihat dari
3 aspek itu maka presiden sudah punya cukup alasan untuk mengeluarkan
Perppu," terangnya. Meski terdapat
sejumlah keuntungan dan syarat untuk mengeluarkan Perppu sudah mencukupi,
kata Feri, namun Presiden Jokowi juga harus dihadapkan pada sejumlah dilema. “Sulit untuk
adanya Perppu presidential threshold adalah karena bisa merugikan partai
presiden dan juga partai pendukungnya. Saat ini kita ada 3 partai besar yaitu
PDIP, Golkar dan Gerindra yang semuanya mendukung pemerintah, hal itu yang
memberatkan presiden untuk mengeluarkan Perppu," jelasnya. Terkait ini,
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Sigit Pamungkas menuturkan,
pemerintah tidak menerbitkan Perppu sebagaimana desakan publik. Ia memastikan
pemerintah belum berpikir mengeluarkan Perppu demi mengatasi kekosongan hukum
akibat pengesahan UU IKN maupun DOB Papua. “Sampai dengan
saat ini pemerintah tidak ada pemikiran mengeluarkan Perppu Pemilu,"
tegas Sigit saat dikonfirmasi Tirto, Senin (11/7/2022). ● |
Sumber
: https://tirto.id/menanti-keberanian-presiden-keluarkan-perppu-presidential-threshold-gtXl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar