Menakar Implementasi
MyPertamina
Rio Christiawan : Associate
Professor Bidang Hukum, Dosen Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya
SINDONEWS, 15
Juli
2022
PEMERINTAH
saat ini sedang melakukan uji coba pembatasan penggunaan bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi melalui program MyPertamina. Upaya pembatasan BBM yang
dilakukan berupa penggunaan aplikasi bernama MyPertamina pada smartphone
milik konsumen. Aplikasi ini untuk memantau apakah pembelian dan pengisian
bahan bakar bersubsidi seperti Pertalite sudah dilakukan oleh pihak yang
tepat. Pembatasan BBM
bersubsidi yang rencananya nanti akan diberlakukan secara resmi tersebut
mengacu pada besaran kapasitas mesin (cc) hingga jenis kendaraan. Tujuan
pemerintah membuat kebijakan ini untuk mengawasi agar penyaluran bahan bakar
bersubsidi tepat sasaran. Persoalannya
adalah apakah penggunaan aplikasi MyPertamina dapat secara efektif mendukung
program pemerintah tersebut? Dalam
perspektif tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersih,
transparan dan bebas dari penyimpangan, penggunaan aplikasi MyPertamina
memang dapat membantu menjawab kebutuhan tersebut. Jika pemerintah kelak
secara “serius” akan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai basis transaksi
BBM bersubsidi maka pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi
yang dapat timbul dari kebijakan penggunaan aplikasi MyPertamina tersebut. Penekanan kata
“serius” dalam hal ini penting mengingat pemerintah sudah sering mengumumkan
banyak program pembatasan terhadap transaksi BBM bersubsidi namun pada
akhirnya setelah terjadi kegaduhan sesaat isu pembatasan tersebut kenmudian
hilang dengan sendirinya. Sebagaimana diketahui masyarakat seringkali
disuguhi hal yang hanya bersifat “retorika” atau gimik saja. Misalnya, publik
masih ingat uji coba dan rencana penggunaan RFID, yakni alat pembayaran
nontunai (cashless) untuk memantau dan membatasi transaksi atas BBM
bersubsidi. Namun faktanya hingga saat ini RFID juga tidak pernah dijadikan
dasar rujukan pengisian BBM bersubsidi. Jika nantinya
aplikasi MyPertamina resmi dipergunakan sebagai dasar untuk pengisian BBM
bersubsidi maka pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial ekonomi yang
ditimbulkan. Sekurang-kurangnya ada lima kendala yang harus diselesaikan:
pertama, persoalan dari kepemilikan smartphone beserta penggunaannya. Kedua
adalah service level (tingkat kepuasan) dari aplikasi MyPertamina itu
sendiri. Ketiga, adalah persoalan sinkronisasi data pribadi dan data kendaraan,
keempat adalah penyediaan sarana dan prasarana pendukung, dan kelima adalah
persoalan perlindungan data pribadi. Potensi Kendala My Pertamina Persoalan
pertama yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan MyPertamina sebagai
sarana pengisian BBM bersubsidi adalah kepemilikan smartphone. Sebagaimana
diketahui BBM bersubsidi pada umumnya akan dipergunakan oleh masyarakat
kalangan menengah dan ke bawah, artinya jika ponsel cerdas menjadi syarat
bagi penggunaan aplikasi MyPertamina maka hal itu akan menjadi tambahan beban
bagi masyarakat karena belum tentu semua warga negara memiliki ponsel cerdas,
khususnya mereka yang berdomisili di luar Pulau Jawa. Bagi sebagian warga
ponsel cerdas masih menjadi barang mewah, khususnya bagi masyarakat golongan
kurang mampu (pra sejahtera). Parsons
(1970), seorang pakar sosiologi hukum menjelaskan jika suatu kebijakan justru
menimbulkan beban sosial-ekonomi bagi masyarakat maka sejatinya kebijakan
tersebut kontraproduktif bagi masyarakat itu sendiri atau justru menguntungkan
pihak tertentu. Misalnya dalam hal ini dapat dibaca kebijakan ini justru
berkorelasi positif dengan upaya penjualan ponsel cerdas. Artinya, persoalan
sosial-ekonomi yang dapat timbul dari syarat kepemilikan ponsel cerdas
tersebut perlu dikaji masak-masak sebelum kebijakan pengisian BBM bersubsidi
dengan MyPertamina tersebut diterapkan secara efektif. Persoalan
kedua adalah service level dalam penggunaan MyPertamina, artinya perlu
dievaluasi reliabilitas dari aplikasi tersebut, apakah cukup mudah dipergunakan
(user friendly) bagi konsumen dan karenanya akan sangat membantu pengawasan
penggunaan BBM bersubsidi sebagaimana semangat peluncuran aplikasi itu
sendiri. Jika ternyata
aplikasi MyPertamina sulit dipergunakan (tidak user friendly) bagi konsumen atau
banyak menimbulkan kendala dalam penggunaannya maka sebaiknya aplikasi
tersebut tidak perlu dipaksakan untuk diteruskan. Hal ini mengingat
MyPertamina sebagai sarana transaksi BBM bersubsidi yang merupakan kebutuhan
penting bagi masyarakat. Artinya, jika layanan MyPertamina tidak cukup
adequate maka kebutuhan vital masyarakat akan terganggu dan jika itu terjadi
maka akan berdampak pada sektor lainnya, semisal transportasi maupun sektor
riil lainnya. Sehingga implementasi MyPertamina perlu kecermatan dengan
didukung kajian empiris yang cukup. Persoalan
ketiga adalah persoalan sinkronisasi data pada ponsel cerdas termasuk data
kendaraan. Capra (2001) menjelaskan bahwa regulasi berbasis kecerdasan buatan
akan efektif jika didukung oleh soliditas data yang akurat. Oleh karena itu
sinkronisasi data adalah salah satu kunci kesuksesan dalam implementasi
aplikasi MyPertamina. Perlu kajian empiris dan perlu waktu bagi sinkronisasi
antara ponsel dan identitas kendaraan yang terdaftar. Termasuk dalam hal ini
perlu aturan yang adequate antara pemilik ponsel cerdas dan identitas
kendaraan terdaftar, termasuk jika terjadi peralihan kepemilikan kendaraan.
Kebijakan penggunaan MyPertamina ini perlu kebijakan dan aturan yang
melibatkan lintas departemen. Persoalan
keempat adalah penyediaan sarana dan prasarana pendukung misalnya jika
terjadi error dari MyPertamina dan antrean panjang. Apakah stasiun pengisian
bahan bakar umum (SPBU) yang menerapkan pengisian BBM bersubsidi dengan
MyPertamina telah menyiapkan jalur antre atau alternatif yang tidak
mengganggu kelancaran pengguna jalan lain? Atau pada kondisi tersebut apakah
pengisian BBM bersubsidi dapat dialihkan dari MyPertamina menjadi pengisian
BBM berbasis transaksi manual seperti sebelumnya? Tentu
kondisi-kondisi seperti error-nya layanan MyPertamina atau gangguan sarana
dan prasarana lainnya yang berkaitan dengan penggunaan aplikasi tersebut,
semisal gangguan signal dari operator perlu diatur dalam regulasi tersendiri
sehingga ketika terjadi kendala sudah ada pedoman yang pasti bagi konsumen
dan pihak SPBU. Persoalan yang terakhir adalah
perlindungan data pribadi. Mengingat dalam transaksi pembelian BBM bersubsidi
dengan aplikasi MyPertamina tersebut akan banyak sekali melibatkan penggunaan
data pribadi maka perlu kehati-hatian. Belajar dari “bobolnya” aplikasi
PeduliLindungi, aplikasi MyPertamina perlu lebih diperkuat lagi agar tidak
menjadi target pencurian data pribadi. Tindakan preventif mengenai keamanan
data konsumen Pertamina ini perlu dijaga ketat mengingat salah satu bahaya
potensial yang dapat mengganggu implementasi dari aplikasi MyPertamina adalah
isu keamanan data pribadi. Apalagi, hingga saat ini regulasi berupa
undang-undang mengenai perlindungan data pribadi belum juga disahkan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar