Minggu, 17 Juli 2022

 

Menakar Implementasi MyPertamina

Rio Christiawan :  Associate Professor Bidang Hukum, Dosen Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya

SINDONEWS, 15 Juli 2022

 

 

 

PEMERINTAH saat ini sedang melakukan uji coba pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui program MyPertamina. Upaya pembatasan BBM yang dilakukan berupa penggunaan aplikasi bernama MyPertamina pada smartphone milik konsumen. Aplikasi ini untuk memantau apakah pembelian dan pengisian bahan bakar bersubsidi seperti Pertalite sudah dilakukan oleh pihak yang tepat.

 

Pembatasan BBM bersubsidi yang rencananya nanti akan diberlakukan secara resmi tersebut mengacu pada besaran kapasitas mesin (cc) hingga jenis kendaraan. Tujuan pemerintah membuat kebijakan ini untuk mengawasi agar penyaluran bahan bakar bersubsidi tepat sasaran.

 

Persoalannya adalah apakah penggunaan aplikasi MyPertamina dapat secara efektif mendukung program pemerintah tersebut?

 

Dalam perspektif tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersih, transparan dan bebas dari penyimpangan, penggunaan aplikasi MyPertamina memang dapat membantu menjawab kebutuhan tersebut. Jika pemerintah kelak secara “serius” akan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai basis transaksi BBM bersubsidi maka pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi yang dapat timbul dari kebijakan penggunaan aplikasi MyPertamina tersebut.

 

Penekanan kata “serius” dalam hal ini penting mengingat pemerintah sudah sering mengumumkan banyak program pembatasan terhadap transaksi BBM bersubsidi namun pada akhirnya setelah terjadi kegaduhan sesaat isu pembatasan tersebut kenmudian hilang dengan sendirinya. Sebagaimana diketahui masyarakat seringkali disuguhi hal yang hanya bersifat “retorika” atau gimik saja. Misalnya, publik masih ingat uji coba dan rencana penggunaan RFID, yakni alat pembayaran nontunai (cashless) untuk memantau dan membatasi transaksi atas BBM bersubsidi. Namun faktanya hingga saat ini RFID juga tidak pernah dijadikan dasar rujukan pengisian BBM bersubsidi.

 

Jika nantinya aplikasi MyPertamina resmi dipergunakan sebagai dasar untuk pengisian BBM bersubsidi maka pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Sekurang-kurangnya ada lima kendala yang harus diselesaikan: pertama, persoalan dari kepemilikan smartphone beserta penggunaannya. Kedua adalah service level (tingkat kepuasan) dari aplikasi MyPertamina itu sendiri. Ketiga, adalah persoalan sinkronisasi data pribadi dan data kendaraan, keempat adalah penyediaan sarana dan prasarana pendukung, dan kelima adalah persoalan perlindungan data pribadi.

 

Potensi Kendala My Pertamina

 

Persoalan pertama yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan MyPertamina sebagai sarana pengisian BBM bersubsidi adalah kepemilikan smartphone. Sebagaimana diketahui BBM bersubsidi pada umumnya akan dipergunakan oleh masyarakat kalangan menengah dan ke bawah, artinya jika ponsel cerdas menjadi syarat bagi penggunaan aplikasi MyPertamina maka hal itu akan menjadi tambahan beban bagi masyarakat karena belum tentu semua warga negara memiliki ponsel cerdas, khususnya mereka yang berdomisili di luar Pulau Jawa. Bagi sebagian warga ponsel cerdas masih menjadi barang mewah, khususnya bagi masyarakat golongan kurang mampu (pra sejahtera).

 

Parsons (1970), seorang pakar sosiologi hukum menjelaskan jika suatu kebijakan justru menimbulkan beban sosial-ekonomi bagi masyarakat maka sejatinya kebijakan tersebut kontraproduktif bagi masyarakat itu sendiri atau justru menguntungkan pihak tertentu. Misalnya dalam hal ini dapat dibaca kebijakan ini justru berkorelasi positif dengan upaya penjualan ponsel cerdas. Artinya, persoalan sosial-ekonomi yang dapat timbul dari syarat kepemilikan ponsel cerdas tersebut perlu dikaji masak-masak sebelum kebijakan pengisian BBM bersubsidi dengan MyPertamina tersebut diterapkan secara efektif.

 

Persoalan kedua adalah service level dalam penggunaan MyPertamina, artinya perlu dievaluasi reliabilitas dari aplikasi tersebut, apakah cukup mudah dipergunakan (user friendly) bagi konsumen dan karenanya akan sangat membantu pengawasan penggunaan BBM bersubsidi sebagaimana semangat peluncuran aplikasi itu sendiri.

 

Jika ternyata aplikasi MyPertamina sulit dipergunakan (tidak user friendly) bagi konsumen atau banyak menimbulkan kendala dalam penggunaannya maka sebaiknya aplikasi tersebut tidak perlu dipaksakan untuk diteruskan. Hal ini mengingat MyPertamina sebagai sarana transaksi BBM bersubsidi yang merupakan kebutuhan penting bagi masyarakat. Artinya, jika layanan MyPertamina tidak cukup adequate maka kebutuhan vital masyarakat akan terganggu dan jika itu terjadi maka akan berdampak pada sektor lainnya, semisal transportasi maupun sektor riil lainnya. Sehingga implementasi MyPertamina perlu kecermatan dengan didukung kajian empiris yang cukup.

 

Persoalan ketiga adalah persoalan sinkronisasi data pada ponsel cerdas termasuk data kendaraan. Capra (2001) menjelaskan bahwa regulasi berbasis kecerdasan buatan akan efektif jika didukung oleh soliditas data yang akurat. Oleh karena itu sinkronisasi data adalah salah satu kunci kesuksesan dalam implementasi aplikasi MyPertamina. Perlu kajian empiris dan perlu waktu bagi sinkronisasi antara ponsel dan identitas kendaraan yang terdaftar. Termasuk dalam hal ini perlu aturan yang adequate antara pemilik ponsel cerdas dan identitas kendaraan terdaftar, termasuk jika terjadi peralihan kepemilikan kendaraan. Kebijakan penggunaan MyPertamina ini perlu kebijakan dan aturan yang melibatkan lintas departemen.

 

Persoalan keempat adalah penyediaan sarana dan prasarana pendukung misalnya jika terjadi error dari MyPertamina dan antrean panjang. Apakah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menerapkan pengisian BBM bersubsidi dengan MyPertamina telah menyiapkan jalur antre atau alternatif yang tidak mengganggu kelancaran pengguna jalan lain? Atau pada kondisi tersebut apakah pengisian BBM bersubsidi dapat dialihkan dari MyPertamina menjadi pengisian BBM berbasis transaksi manual seperti sebelumnya?

 

Tentu kondisi-kondisi seperti error-nya layanan MyPertamina atau gangguan sarana dan prasarana lainnya yang berkaitan dengan penggunaan aplikasi tersebut, semisal gangguan signal dari operator perlu diatur dalam regulasi tersendiri sehingga ketika terjadi kendala sudah ada pedoman yang pasti bagi konsumen dan pihak SPBU.

 

Persoalan yang terakhir adalah perlindungan data pribadi. Mengingat dalam transaksi pembelian BBM bersubsidi dengan aplikasi MyPertamina tersebut akan banyak sekali melibatkan penggunaan data pribadi maka perlu kehati-hatian. Belajar dari “bobolnya” aplikasi PeduliLindungi, aplikasi MyPertamina perlu lebih diperkuat lagi agar tidak menjadi target pencurian data pribadi. Tindakan preventif mengenai keamanan data konsumen Pertamina ini perlu dijaga ketat mengingat salah satu bahaya potensial yang dapat mengganggu implementasi dari aplikasi MyPertamina adalah isu keamanan data pribadi. Apalagi, hingga saat ini regulasi berupa undang-undang mengenai perlindungan data pribadi belum juga disahkan.

 

Sumber :   https://nasional.sindonews.com/read/827123/18/menakar-implementasi-mypertamina-1657854477?showpage=all

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar